Kamis, 29/08/2019 06:14 WIB
Pedofil Dikebiri Kimia, Bukti Nyata Negara Hadir
JAKARTA, DAKTA.COM - Hakim menjatuhkan vonis kebiri kimia untuk pertama kalinya terhadap pelaku kejahatan seksual atau pedofil.
Terkait putusan itu, menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Ada yang berpendapat vonis kebiri akan merenggut hak seseorang, dalam hal ini si pelaku. Namun ada yang menyebut vonis itu pantas diterima oleh pelaku kejahatan seksual karena telah merenggut hak hidup korban dan menimbulkan trauma seumur hidup.
Anggota DPD RI, Fahira Idris menganggap, hukuman kebiri kimia bagi pedofil itu bukti nyata bahwa negara hadir dalam upaya perlindungan terhadap anak Indonesia dari para predator.
"Saya sangat setuju hukuman itu, saya merasa negara ini sudah serius memerangi kejahatan seksual anak. Artinya ini bentuk negara hadir yang mengkategorikan kekerasan seksual anak sebagai kejahatan luar biasa yang setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi," tegasnya kepada Dakta, Rabu (28/8).
Ia mengaku sangat yakin apabila hukuman kebiri kimia diterapkan maka akan menjadi peringatan keras bagi para predator anak agar jera melakukan tindak kejahatan seksual.
"Bila ini diterapkan akan menjadi peringatan keras bagi semua predator anak di mana saja baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Jadi menurut saya ini akan menjadi pertimbangan hakim-hakim lain juga untuk mengadili kasus pemerkosaan anak," terangnya.
Menanggapi pihak yang tidak setuju atas putusan itu, Fahira menyatakan bahwa hukuman kebiri kimia itu tidaklah permanen. Artinya terpidana itu bisa kembali normal ketika efek dari kimia sudah habis.
"Jadi hukuman itu nantinya ditentukan oleh pengadilan berapa bulan (efek kebiri kimianya; red) misalnya tiga atau enam bulan. Jadi bukan merupakan hukuman yang bersifat tetap atau membuat orang cacat, hanya untuk memberikan efek jera dan nantinya akan kembali normal," tuturnya.
Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto yang memutuskan untuk melakukan kebiri kimia kepada kejahatan seksual ini merupakan hukuman yang baru pertama kali diterapkan sejak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Peraturan tersebut mengatur penambahan hukuman bagi pelaku kejahatan sesksual mulai dari penjara seumur hidup, hukuman mati, kebiri kimia, pengungkapan identitas pelaku, hingga pemasangan alat deteksi elektronik atau chip.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Mojokerto yang diperkuat putusan Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana pemerkosa sembilan anak, Muhammad Aris bin Syukur yang dinilai terbukti melakukan tindak pidana dengan melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan.
Aris divonis 12 tahun penjara, denda Rp100 juta subsdair enam bulan kurungan atas kasus pemerkosaan terhadap 9 orang anak di Mojokerto.
Hakim juga menjatuhi pidana tambahan berupa kebiri kimia. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- Pelaku Penusukan Maut Bocah Pulang Mengaji di Cimahi Ditangkap Polisi
- Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan
- Kapolri Pastikan Irjen Teddy Minahasa Ditangkap Kasus Narkoba
- Polri Naikkan Tragedi Kanjuruhan Jadi Penyidikan, Tersangka Segera Ditetapkan
- Polri Libatkan Kompolnas Awasi Investigasi Tragedi Kanjuruhan
- Putri Candrawathi Akhirnya Resmi Ditahan
- Polri Limpahkan Tersangka Ferdy Sambo dkk ke Kejaksaan Pekan Depan
- Banding Ditolak, Ferdy Sambo Tetap Diberhentikan Tidak Hormat dari Polri!
- Gubernur Papua Lukas Enembe Diduga Alirkan Uang ke Rumah Judi di Luar Negeri
- Motif Penganiayaan Santri Pondok Gontor hingga Tewas, Diduga karena Masalah Kekurangan Alat
- Pakar Pidana Sebut Penganiayaan Santri Gontor Bisa Dikualifikasikan Pembunuhan
- IPW Yakin Motif Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Hanya Alibi
- LPSK Sebut Bharada E Sempat Emosi Saat Rekonstruksi karena Tak Sesuai
- 3 Poin Kasus KM 50 yang Disinggung Laskar FPI ke Kapolri
- Kapolri: Motif Pembunuhan Brigadir J Pelecehan atau Perselingkuhan
0 Comments