Nasional / Lingkungan Hidup /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 01/08/2019 13:18 WIB

Presiden Didorong Keluarkan Moratorium Permanen Ekosistem Gambut

Ekosistem Lahan Gambut
Ekosistem Lahan Gambut
JAKARTA, DAKTA.COM - Dari Januari-Juli 2019 secara nasional tercatat 4.258 titik panas (2.087 diantaranya berada di kawasan konsesi dan KHG), dibandingkan dengan data konsesi yang berada di KHG, tercatat ada 613 perusahaan yang beroperasi di KHG (453 konsesi HGU, 123 konsesi IUPHHK-HT, dan 37 konsesi IUPHHK-HA). Hampir mencapai setengah dari titik panas yang tercatat sepanjang tahun 2018 (sebanyak 8.617 titik panas)
 
Dalam kedaruratan lingkungan hidup yang mengancam hak lingkungan dan kesehatan masyarakat seperti saat ini, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) justru tidak segera dilaksanakan dan sebaliknya justru presiden mengajukan peninjauan kembali (PK).
 
Ironisnya, pada tingkat daerah tidak jarang pemerintah daerah juga tidak memahami akar masalah yang terjadi, hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan beberapa pejabat negara di tingkat daerah. Seperti penyataan Gubernur Sumsel bahwa Karhutla akibat pantulan kaca, atau pernyataan Sekda Kalteng yang mengaitkan Karhutla dengan pemindahan ibu kota. 
 
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau, Riko Kurniawan menyampaikan, investasi pada masa depan adalah dengan tidak mengambil tanah rakyat dan merusak lingkungan, pemerinah harus mengoreksi kesalahan masa lalu dengan mengembalikan tanah rakyat akibat kebijakan yang tidak pro rakyat dan lingkungan.
 
"Dalam catatan WALHI Riau, sepanjang 2019 tercatat lahan seluas 27.683 Ha terbakar di Riau," ujarnya dalam keteranganya, Kamis (1/8).
 
Melihat kondisi diatas, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mendesak pemerintah untuk melakukan review izin konsesi, khususnya pada lahan konsesi yang terbakar, tindakan lebih jauh bisa dilakukan pada pencabutan izin konsesi pada lahan konsesi korporasi yang terbakar berulang. 
 
"Presiden harus segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait Karhutla. Upaya PK pemerintah saat ini menjadi tidak relevan dan melukai hati rakyat, di tengah fakta bahwa titik api dan kabut asap masih terus meningkat angkanya," kata Riko.
 
Ia menekankan, presiden harus segera mengeluarkan Moratorium permanen hutan primer dan ekosistem gambut, yang selama beberapa pekan lalu menjadi wacana. Upaya moratorium ini harus juga mempertimbangkan wilayah kelola rakyat, yang selama ini bergenerasi-generasi hidup selaras dengan alam pada kawasan hutan dan ekosistem gambut.
 
"Pemerintah harus segera memberikan pengakuan pada wilayah kelola rakyat, hal tersebt bisa dilakukan dengan segera mengeluarkan kebijakan yang mengakselerasi program perhutanan sosial dan TORA. Hingga saat ini kebijakan justru memberikan kemudahan banyak korporasi, seperti landswap pada ekosistem gambut, kebijakan kubah gambut, izin pinjam pakai kawasan hutan. Pada saat yang sama kebijakan perhutanan Sosial di kawasan gambut, masih menjadi wacana," jelasnya.
 
Tantangan bersama lainnya atas risiko terjadinya karhutla terutama pada wilayah gambut adalah bagaimana memastikan agar jangan sampai ada rekayasa kebakaran yang dilakukan oleh siapapun untuk kepentingan oknum atau kelompok tertentu, namun mengorbankan masyarakat setempat maupun masyarakat luas. **
Reporter :
Editor :
- Dilihat 2409 Kali
Berita Terkait

0 Comments