Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
Nasib eksistensi jejak situs prasejah yang terancam akibat masifnya industrialisasi di Kabupaten Bekasi
Sejarah menegaskan peradaban Bekasi jauh lebih lama dibandingkan Kota atau Kabupaten yang ada di Pulau Jawa. Kabupaten Bekasi ternyata kini menginjak umur yang ke-4.519 Tahun. Bagaimana bisa? Menurut arkeolog Belanda Robert von Heine, temuan arkeologis Bekasi dimulai dari Peradaban di Kampung Buni, Babelan yang umurnya diperkirakan mencapai 2500-1500 SM.
Nama Bekasi sendiri muncul dari kalimat Candrabhaga, yang memiliki arti bagian dari bulan sebagai penegasan betapa berharganya Bekasi bagi siapapun yang berpijak di atasnya. Sejarawan Bekasi sekaligus Penulis Buku Sejarah Bekasi Endra Kusnawan menyampaikan dahulu Bekasi sejatinya adalah rawa dan pesisir pantai yang menghampar, bahkan peradaban Buni adalah peradaban maju yang dibuktikan dengan adanya emas yang ditemukan di Kawasan Buni.
Belajar dari Buni, pesisir Bekasi adalah surga berlabuhnya para penjelajah masa lampau, transaksi di Buni membuktikan Bekasi adalah pesisir yang terbilang maju terutama di Pulau Jawa. Tentu tidak hilang diingatan bahwa Kampung Buni pada tahun ‘50 hingga ’80-an mendadak tenar dengan perburuaan harta karun dan akhirnya disematkan sebagai Kampung Pasar Emas.
Apakah bukti otentiknya masih ada? Beruntungnya masih ada sepasang suami istri yang mengabdikan hidupnya puluhan tahun untuk menggali tanah Kampung Buni mengumpulkan artefak bernilai historis tinggi. Alm. Sakiyudin yang telah berpulang ke Rahmatullah tahun 2014 menggali tanah pekarangan rumahnya sejak tahun ’80-an bersama istrinya, Atikah yang saat ini melanjutkan perjuangan dengan menjadi juru kunciakan koleksi-koleksi artefak bersejarah di rumahnya.
Perjuangan Atikah sendiri banyak mendapat sorotan dari publik, pasalnya Ia menegaskan siap menjadikan rumahnya sebagai museum peradaban Buni asalkan artefak yang ditemukan almarhum suaminya tidak berpindah dari tempatnya sesuai wasiat Suaminya agar masyarakat tahu peradaban Buni dimulai dari tanah yang dipijak dan tidak mudah melupakannya.
Namun, Perjuangan tersebut nampaknya seperti sia-sia karena fakta di lapangan menunjukkan tergerusnya eksistensi sejarah di kawasan Babelan. Setelah proyek pembangunan zaman Bupati Bekasi ke-8, H.Abdul Fatah yang akhirnya membelah Babelan melalui Kanal Kali CBL, lalu di tahun 1997 ditemukannya Ladang Migas di Babelan, Kampung Buni mulai kehilangan akar sejarahnya. Eksploitasi tanah Babelan yang tidak diiringi riset sejarah memperparah upaya penegasan adanya sejarah panjang Kabupaten Bekasi yang bisa digali penerus masa depan.
Industrialisasi Makin Masif
Beranjak ke pusat Kabupaten Bekasi, wajah masifnya pembangunan terpampang jelas terutama di Kecamatan Cikarang Barat, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Tambun, dan Cibitung. Letaknya yang strategis akhirnya menempatkan Kabupaten Bekasi menjadi Kota Industri utama di Indonesia, bahkan terbesar se-Asia Tenggara dengan luas areal 7.432,070 hektare kawasan industri atau 56% dari luas total kawasan industri yang ada di Jawa Barat, kini Kabupaten Bekasi menjadi melting pot yang ideal menggantikan Jakarta.
Sementara itu, pada 10 Mei 2017 DPRD Kabupaten Bekasi mengesahkan Perda Rencana Detail Tata Ruang Wilayah (RDTR) Wilayah I dan IV. Perda tersebut memuat pernyataan tentang kawasan industri yang bertambah di Kabupaten Bekasi. Delapan desa di kecamatan Tarumajaya disulap menjadi kawasan industri baru.
Taih Minarno, Anggota DPRD sekaligus Ketua Pansus Raperda RDTR Kabupaten Bekasi saat itu mengatakan kawasan industri di Tarumajaya nantinya akan seperti di Cikarang Selatan. Jika rencana ini terwujud, maka di Kabupaten Bekasi akan ada sembilan kawasan industri. Selain di Tarumajaya, kawasan industri ini nantinya juga akan menyasar ke Babelan yang menjadi basis sejarah “sang sinar bulan”.
Mengembalikan cahaya “Sang Bulan”
Menghentikan pembangunan di tengah kota metropolitan untuk menjaga eksistensi sejarah memang tidak terelakkan, namun bukan tanpa solusi. Seperti halnya mantan Kepala Desa Srijaya, Drahim Sada sekaligus aktivis Budaya yang memaparkan daerah Gabus siap menjawab tantangan tersebut dengan melakukan kembali khittah Budaya Tanah Jawara.
Ia menegaskan, Pemerintah Kabupaten Bekasi saat ini bukan tidak mungkin dapat melakukan pembangunan seiring sejalan dengan nilai sejarah. Minimnya literasi memang menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan mendekatkan pembangunan sejarah kepada masyarakat, sedari dini bisa dilakukan. Edukasi, dapat dilakukan dengan memperkenalkan nilai sejarah di sekolah sejak dini. Misal, dengan melalukan EduTrip atau FunAct ke lokasi sejarah.
Selain itu, revitalisasi infrastruktur menuju lokasi bernilai sejarah juga dapat dilakukan. Kemudahan akses, menjadi nilai tambah penggerak ekonomi untuk masyarakat. Selain pembangunan fisik, Pemerintah Kabupaten Bekasi juga telah memiliki Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA).
Produk hukum yang diantaranya memuat arah kebijakan, strategi dan pengembangan objek-objek wisata ini dapat diandalkan untuk membangun wisata sejarah di Kabupaten Bekasi. Penguatan sumber daya manusia melalui kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dapat menjadi sarana sinergisasi anatar masyarakat dan pemerintah.
Jika semua dilakukan secara simultan bukan tidak mungkin, wisata sejarah di Kabupaten Bekasi dapat diandalkan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bekasi. Pada muaranya, wisata sejarah dapat menjadi sarana menyejahterakan masyarakat Kabupaten Bekasi.
Industrialisasi, adalah suatu keniscayaan yang cepat atau lambat kan terjadi, khususnya di negara berkembang. Namun, sejarah Bekasi harus dijadikan entitas yang tidak tergantikan. Bukan hal yang mustahil, pembangunan kolaboratif antara sejarah dan industrialisasi dapat dikembangkan. Peran segenap warga Kabupaten Bekasi untuk bersatu hati berpadu bakti demi jaya Kabupaten Bekasi sangat dibutuhkan.
Mari bersama mengambil peran positif, Dirgahayu Kabupaten Bekasi jaya selalu membangun negeri.
Reporter | : | |
Editor | : |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Kenapa Bekasi Tenggelam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
- Mencari Diri Lewat Selfie
0 Comments