Hongkong: 1 Negara Dengan 2 Sistem
CAMBRIDGE, DAKTA.COM - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengumumkan pada Selasa (9/7/2019) waktu setempat, bahwa pemerintah Hongkong membatalkan upaya pengesahan RUU Ektradisi yang menuai kontroversi.
Sebelumnya, ratusan ribu orang memadati sejumlah jalan di Hong Kong pada Ahad (7/7), yang merupakan bagian dari gerakan protes lanjutan dalam menentang wacana kebijakan Pemerintah Hongkong terkait RUU Ekstradisi dimana individu-individu yang dituduh melakukan kejahatan tertentu agar dikirim ke daratan Tiongkok untuk diadili.
Banyak pandangan yang berpendapat, bahwa demonstrasi terkait RUU Ekstradisi ini adalah yang terbesar sejak 1997 ketika Pemerintahan Kolonial Inggris digantikan Oleh Pemerintahan Beijing, dimana satu negara memiliki dua sistem.
Salah satunya dari Direktur Ash Center for Democratic Governance and Innovation and Daewoo Professor dari Departemen Hubungan Internasional Harvard Kennedy School, Tony Saich mengatakan ketegangan dan keresahan yang dirasakan oleh masyarakat Hongkong akibat intervensi pemerintah Cina yang dinilai melanggar perjanjian Otonomi Pemerintah Hongkong. Karena sejak 1997, masyarakat Hongkong memiliki perjanjian dengan Pemerintahan Cina bahwa mereka memiliki otonomi atau kewenangan mengurus negara mereka selama 50 tahun, yaitu tepatnya hingga 2047. Protes itu muncul untuk mempertahankan kedaulatan, hak demokrasi mereka yang hanya berlaku 50 tahun sejak 1997.**
Tony berpendapat, bahwa Apa yang telah terjadi, adalah upaya Cina untuk menunjukkkan otoritas atau kekuasaannya di Hongkong.
"Sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini akan menentukan identitas masyarakat Hong Kong yang sesungguhnya," ujarnya.
"Akankah Pemerintah Cina menepati janjinya, tentu kepentingan ekonomi-politik menjadi salah satu faktornya," Pungkas Tony.**
Editor | : | |
Sumber | : | The Harvard Gazette |
- Malaysia Cabut Kewajiban Penjatuhan Hukuman Mati
- Dua Orang Israel Tewas Ditikam Warga Palestina
- Malaysia Hapus Kewajiban Masker di Pesawat
- China Ancam Balas Dendam jika AS Jual Senjata Rp16 T ke Taiwan
- Takut China-Rusia, Jepang Ngebut Produksi Massal Rudal Balistik
- PM Jepang Copot Menteri yang Punya Hubungan dengan Gereja Unifikasi
- Junta Militer Myanmar Didukung Rusia, Apa Alasannya?
- Jokowi ke China Atas Undangan Xi Jinping
- Korut Hentikan Impor Produk Pencegahan Covid-19 dari China
- 47 Negara Desak PBB Segera Terbitkan Laporan Penyelidikan Xinjiang
- Jet Tempur China Jatuh
- India Berjuang Selesaikan Masalah dengan Dunia Muslim
- Ekstremis Hindu Mau Hapus Situs Muslim di India, Termasuk Taj Mahal
- AS akan Bertindak Tegas Terhadap Uji Coba Rudal Korut
- Palestina: Penggerudukan Al-Aqsa oleh Israel Tindakan Penistaan
0 Comments