Jum'at, 22/03/2019 10:07 WIB
PMA 68/2015 Bertujuan Kurangi Polarisasi Politik Masyarakat Kampus
JAKARTA, DAKTA.COM - Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah mendapat kritik.
Sejumlah pihak menilai PMA ini menjadi salah satu faktor terjadinya jual beli jabatan dalam pemilihan rektor di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin mengatakan bahwa PMA 68/2015 itu tidak serta merta terbit. Menurutnya ada proses perdebatan panjang di DPR, kampus, dan masyarakat dalam penyususan PMA tersebut.
“Sebelum PMA ini terbit, pimpinan PTKIN dipilih oleh Senat. Senat lalu menyerahkan tiga nama kepada Menteri Agama untuk dipilih salah satunya. Dalam perkembangannya, sebagian masyarakat kampus kemudian menilai bahwa calon rektor atau ketua yang dipilih harus nomor satu dari pilihan Senat,” terang Kamaruddin Amin di Jakarta, Jumat (22/3).
Mekanisme ini, kata Kamaruddin, dalam perkembangannya menjadi instrumen yang menciptakan polarisasi masyarakat kampus menjadi sangat tajam. Di dunia kampus, muncul tim sukses, bahkan sejak dua tahun sebelum pemilihan sehingga polarisasi sudah mulai mencuat. Dampaknya, setelah rektor terpilih, ada pendukung yang merasa punya jasa lalu meminta jabatan.
“Ini salah satu latar belakang kenapa PMA ini muncul. Kampus menjadi sangat politis dan dampaknya sampai mahasiswa karena masing-masing punya dukungan,” sambungnya.
Menurut Kamaruddin, Menag Lukman Hakim Saifudin melihat hal ini sebagai kondisi yang tidak produktif. Untuk itu, Kemenag berijtihad untuk mengeluarkan kebijakan agar suasana kampus lebih kondusif.
PMA 68/2015 tetap memberikan kewenangan kepada senat untuk memberikan penilaian secara kualitatif kepada calon. Penilaian itu antara lain mencakup integritas, kompetensi akademik, pengalaman dan kemampuan manajerial, leadership, serta kerjasama calon rektor atau ketua.
“Penilaian Senat menjadi salah satu dasar dan pertimbangan komisi seleksi (komsel) dalam memberikan penilaian kepada calon. Artinya, penilaian senat sangat penting dalam proses seleksi dimaksud," tutur Kamaruddin.
Kamaruddin menambahkan bahwa PMA ini sudah memilih 27 rektor PTKIN dan semuanya berjalan dengan lancar, tidak ada keributan, kondusif, serta tidak ada polarisasi civitas akademika secara signifikan.
“Ribut-ribut ini muncul kan karena adanya peristiwa OTT yang melibatkan Kanwil dan Kakankemenag, kemudian diasumsikan pemilihan rektor juga bermasalah, sesuatu yang tidak identik,” tutupnya. **
Reporter | : | |
Editor | : |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments