DAKTA.COM - Oleh: Triana Arinda Harlis (Narasumber Kajian Muslimah MQ Lovers Bekasi)
Live streaming penembakan jamaah sholat Jumat di dua masjid di Christchurch, New Zealand, menggemparkan dunia. Brenton Tarrant memuntahkan peluru kepada targetnya dengan membabi buta. 50 orang tewas meninggalkan keluarga yang berduka.
Kebencian Brenton terhadap umat Islam rupanya telah mendarah daging. Hal ini terdokumentasi dari coretan-coretan di senapan apinya. Senjata semi-otomatis itu bertuliskan nama-nama pendukung supremasi kulit putih, anti-imigran, anti-Muslim hingga para jenderal yang bertempur menjatuhkan kerajaan Ottoman.
Motif penembakan Brenton Tarrant adalah kebencian terhadap imigran Muslim yang dianggapnya sebagai penjajah asing dan genosida penduduk kulit putih. Gejala alergi terhadap Islam faktanya tidak dialami Brenton Tarrant sebagai penyakit langka islamophobia. Namun mencermati rentetan kejadian yang menimpa umat Islam, layak dipastikan islamophobia adalah piranti yang difabrikasi masif oleh sebuah kekuatan adidaya.
Islamophobia dikampanyekan oleh politisi-politisi sekuler dengan pernyataan mereka yang kontroversial. Frasser Anning, senator Australia menyalahkan banyaknya imigran Muslim sebagai faktor pendorong aksi terror di New Zealand. Presiden Amerika, Donald Trump melabeli jamaah masjid adalah kumpulan para pembunuh yang “keluar masjid dengan kebencian dan kematian di mata dan pikiran mereka.” Senator Amerika Serikat bernama Lindsey Graham berkoar “jika saya harus mengawasi, maka saya akan mengawasi masjid.”
Media-media mengambil perannya membumbui islamophobia dalam framing berita. Daily mirror contohnya membuat headline atas peristiwa kelam New Zealand dengan judul “Angelic Boy Who Grew into An Evil Far-Right Mass Killer”. Bandingkan dengan peristiwa pembunuhan gay di Orlando oleh seorang muslim! Daily Mirror menulis headline “ISIS Maniac Kills 50 in Gay Club”.
Daily mirror menyematkan julukan angelic boy pada Brenton, di sisi lain melabeli maniac pada Omar Mateen. Padahal kejadian tersebut sama-sama menghilangkan 50 nyawa. Demikianlah kritik Jan Fran, seorang jurnalis dan presenter TV.
Penanaman kebencian terhadap Muslim dan agamanya ditancapkan kepada anak-anak dunia berkedok game online. Menteri Pemuda dan Olahraga Turki banyak sekali game popular yang bertanggung jawab atas penyebaran ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan umat muslim serta menodai simbolnya. Di antaranya adalah Call for Duty dan Guitar Hero (newsweek.com, 27/06/2017).
Yang paling keji dari gejala islomophobia adalah kebijakan-kebijakan genosida terhadap penduduk muslim oleh penguasa. Muslim Rohingya terombang-ambing di lautan tanpa status warga negara. Mereka terusir dan tertuduh mengancam sebuah bangsa. Muslim Uighur mengalami penyiksaan di kamp detensi bertopeng re-edukasi.
Mereka disemati separatis hingga harus diawasi ketat sejak dini. Muslim Palestina sekian dekade meregang nyawa demi kata merdeka, berhadapan dengan penjajah yang dianakemaskan oleh persekongkolan organisasi internasional dan negara adidaya. Masih banyak nestapa lain umat Islam yang lahir dari kebijakan diskriminatif penguasa yang tengah menjalankan piranti islamophobia.
Piranti islamophobia diciptakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tak lain adalah musnahnya Islam dari dunia ini. Kekuatan kapitalisme global sebagai produsen islamophobia berupaya menimbun ajaran-ajaran Islam agar tak dikenal manusia.
Mereka menciptakan kesengsaraan bagi penganutnya berupa penyiksaan fisik, ancaman terror, diskriminasi, dan kesenjangan ekonomi. Dengan hilangnya Islam di dunia, ide-ide kebebasan akan menjadi raja. Hati nurani, kemanusiaan, moral, dan etika akan menjadi hamba.
Umat Islam butuh kekuatan untuk meng-uninstall islamophobia dan menghentikan produksinya. Kekuatan itu berupa kepemimpinan yang dengannya umat Islam bersatu menghentikan kedzaliman negara kapitalis adidaya. Dengannya, umat Islam terlindungi untuk menjalankan syariatnya dengan tenang dan leluasa serta menyebarkan rahmat Islam ke seluruh dunia tanpa mengenal ras dan suku bangsa. **
Editor | : | |
Sumber | : | Triana Arinda Harlis |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments