Selasa, 26/02/2019 14:51 WIB
Kebakaran Hutan Meluas, Tunjukkan Penegakan Hukum Lemah
JAKARTA, DAKTA.COM - Masih terjadinya kebakaran hutan pada beberapa pekan ini, khususnya pada kawasan kepulauan Sumatera dan Kalimantan menunjukkan lemahnya penegakan hukum. Setidaknya ada dua indikasi kuat lemahnya penegakan hukum.
Hal itu disampaikan Manajer Kampanye Pangan, Air, & Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu A. Perdana dalam keterangannya pada Selasa (26/2).
Ia mengatakan, hal itu bisa dilihat penegakan hukum perdata, secara akumulatif dari tahun 2015-2018, tercatat KLHK telah mengantongi deposit kemenangan terhadap korporasi dalam gugatan kerugian dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp16.94 triliun untuk kerugian lingkungan hidup dan Rp1,37 triliun untuk biaya pemulihan, tetapi belum ada satupun putusan yang sudah dieksekusi.
Persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terus saja menyalahkan masyarakat, ada keengganan (untuk tidak menyebutnya takut), lebih maju dalam penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi.
"Selama akar masalah kebakaran hutan tidak diselesaikan, khususnya pada kawasan konsesi korporasi yang berada pada ekosistem rawa gambut, maka persoalan karhutla akan menjadi persoalan berulang setiap tahunnya," kata Wahyu.
Menurutnya, pada saat yang sama disamping kerusakan lingkungan akibat bencana ekologis, masyarakat mengalami kerugian sosial-ekonomi, termasuk beban kesehatan akibat peningkatan penderita ISPA pada kawasan terjadinya karhutla.
"Kami menyebut kejahatan korporasi berdasar fakta yang terjadi sebagian besar titik panas berada pada konsesi korporasi, Setidaknya dari 1-25 agustus tahun 2018 tercatat di seluruh pulau Sumatera 1.155 titik panas (1.076 diantaranya berada pada kawasan KHG, HT, HA, dan HGU) dan di seluruh pulau Kalimantan2.423 titik panas (1.008 diantaranya berada pada kawasan KHG, HT, HA dan HGU)," paparnya.
Ia menyampaika, walaupun pemerintah mengklaim bahwa terjadi penurunan drastis karhutla pada kawasan gambut, perlu diingat dari tahun 2017 ke 2018 terjadi peningkatan tajam. Dari 346 titik panas menjadi 3.427 titik panas.
Berdasar laporan dari Eksekutif Daerah WALHI Riau, tercatat hingga Februari 2019, salah satu kota di Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat bencana kabut asap akibat karhutla, yakni Kota Dumai.
"Begitu juga di Bengkalis Riau, kebakaran yang terjadi di Kabupaten Bengkalis salah satu dari banyak dampak abainya Pemerintah Provinsi Riau dan lemahnya Polda Riau dalam melakukan penegakan hukum," ucapnya.
Di ketahui bahwa kebakaran yang terjadi sumber apinya berasal dari PT Sumatera Riang Lestari, salah satu perusahaan dengan catatan panjang dugaan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
0 Comments