Ahad, 17/02/2019 12:46 WIB
Wacana Kenaikan Tarif Ojek Online, Ada Unsur Politik?
BEKASI, DAKTA.COM - Wacana kenaikan tarif ojek online atau ojol masih menjadi pro kontra di tengah masyarakat.
Kebijakan itu dibuat oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojol.
Di sisi lain, penetapan tarif baru Rp3.100 membuat pengguna setia ojol berpikir kembali menggunakan moda transportasi tersebut untuk menunjang aktivitas sehari-harinya.
Ekonom INDEF, Bima Yudistira menilai wacana pemerintah intervensi kenaikan tarif ojek online menjelang Pilpres 2019 tidak lepas dari unsur politik.
"Ini tidak bisa dipungkiri bahwa petahana memanfaatkan peluang ini untuk menarik suara dari driver online. Ini menjadi masalah, yang menurut saya enggak sehat," katanya ketika dihubungi Radio Dakta, Rabu (13/2).
Ia melihat selama ini kesejahteraan driver online sangat minim dan kurang diperhatikan, misalnya saja seperti jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan atau Kesehatan yang tidak dimiliki. Padahal kerja sebagai pengemudi ojek online berisiko cukup tinggi.
"Untuk itu diperlukan keseimbangan tarif yang layak bagi driver dan juga konsumen. kalau terlalu murah, keberpihakan terhadap ojol masih sangat kecil," ucapnya.
Menurunya, kesalahan aplikator adalah mengaggap driver itu sebagai mitra bukan pekerja. Sehingga mereka tidak mempunyai kewajiban penuh terhadap driver ojol.
"Untuk itu di sini perlu ada intervensi dari pemerintah membuat regulasi," ujarnya.
Padahal, bisnis digital seperti ini menurut Bima sangat sensitif dan rapuh. Sebab, mereka tidak mempunyai aset yang nyata.
Masih ingat dengan Uber? Bisnis aplikator transportasi online itu ketika bangkrut meninggalkan ratusan pengangguran. Untungnya eks driver Uber masih bisa terserap oleh Gojek ataupun Grab.
"Bisnis seperti ini cukup rapuh. Kalau sampai tutup, dua juta orang terancam menjadi pengangguran massal. Hal itu bisa terjadi jika minat konsumen sudah beralih dan terjadi krisis ekonomi," bebernya. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments