Selasa, 12/02/2019 14:16 WIB
Wacana Kenaikan Tarif Ojol Berisiko Ditinggalkan Konsumen
JAKARTA, DAKTA.COM - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan untuk menaikan tarif ojek online (ojol) berdasarkan regulasi menuai polemik publik.
Wacana itu datang dari tim 10 perumus aturan ojol yang mengusulkan skema tarif batas bawah Rp3.100 per kilometer. Angka ini meningkat dari rata-rata tarif bawah yang berlaku sekarang 1.200-Rp2.200 per kilometernya.
Kenaikan tarif tersebut memang bertujuan untuk meningkatkan dan menambah pendapatan para driver ojol. Namun di sisi lain juga harus dilihat, karena masyarakat bisa beralih ke moda transportasi lain ataupun kembali menggunakan kendaraan pribadi yang bisa berdampak pada kemacetan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai skema tarif batas bawah Rp 3.100 per kilometer dalam aturan ojek online baru yang disiapkan pemerintah terlalu tinggi karena berisiko menurunkan order bagi mitra.
"Kalkulasinya terlalu tinggi, bisa berisiko ditinggalkan konsumen. Bagaimana bisa menyejahterakan driver, kalau penumpangnya malah beralih," katanya saat dihubungi Radio Dakta, Selasa (12/2).
Menurutnya, kenaikan tarif sebenarnya hal yang wajar. Asalkan kenaikannya tetap terukur dan tidak tidak membebankan konsumen.
"Wajar jika hanya berkisar 30 persen," ujarnya.
Tulus menyatakan, urusan pengaturan tarif ojek online memang merupakan persoalan dilematis. Sebab, ojek daring tidak termasuk sebagai angkutan umum. Sehingga, skema tarif semestinya tidak bisa diatur oleh pemerintah.
"Menurut UUD angkutan umum itu minimal roda tiga. Nah, ojol ini secara umum banyak kekurangannya, seperti keamanan dan perlindungan yang tidak menjadi jaminan bagi konsumen," ucapnya.
Di sisi lain, Ketua Tim Peneliti Rised, Rumayya Batubara mengatakan efek dari kenaikan tarif ojol ini tidak hanya mengurangi pendapatan para driver saja, tetapi ada dampak negatif lebih besar, yakni pengangguran.
"Artinya, jika permintaan jasa ini berkurang maka bukan tidak mungkin para driver akan berhenti beroperasi," katanya di Jakarta Senin (11/2).
Menurutnya, masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa ini akan mencari atau menggunakan alternatif baru jika hendak berpergian selain ojol. Sehingga, dari permintaan ojol yang tadinya tinggi justru menurun atau berbanding terbalik dari alasan kenaikan tarif tersebut. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments