Kamis, 31/01/2019 11:33 WIB
Pengesahan RUU P-KS Menganut Konsep Liberalisme
BEKASI, DAKTA.COM - Akhir-akhir ini pembahasan tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) marak diperbincangkan baik di dunia nyata maupun maya melalui penandatanganan petisi.
Pembahasan RUU P-KS ini awalnya diusulkan karena semakin tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Namun, dibalik RUU P-KS ini sarat akan konsep liberal yang dianut oleh Negara Barat.
Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia menilai penerapan RUU P-KS ini akan menjadi problem baru karena mengandung potensi keburukan yang dapat mengancam terutama dalam keluarga.
Salah satu contoh frasa ‘kontrol seksual’ dalam kekerasan seksual pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain.
"Kami menafsirkan RUU P-KS tentang aborsi bahwa pemaksaan aborsi bisa dijerat hukum, sedangkan yang sukarela diperbolehkan. Ini kan ngaco kalau dalam Islam," kata Ketua AILA Indonesia, Rita Hendrawati dalam Bincang Publik di Radio Dakta, Rabu (30/1).
Menurutnya, penggunaan diksi dalam RUU P-KS yang membuat orang menjadi terlena sehingga menyetujui pengesaha. Padahal kalau diselisik lebih jauh, nyatanya RUU tersebut mengandung aroma liberalisme atau kebebasan seksual.
"Sehingga, ketika kami mengkritik RUU P-KS ini kami malah dianggap pro terhadap kekerasan seksual karena penggunaan diksi itu," ujarnya.
Kabid Media AILA Indonesia, Suci Susanti menuturkan, dalam RUU P-KS ini ada yang mengganjal seperti halnya pemaksaan hubungan seksual bisa dikenai jeratan hukum. Sementara hubungan seksual suka sama suka, walaupun di luar pernikahan, diperbolehkan.
"Artinya boleh melakukan zina asalkan suka sama suka, misalnya pemaksaan pelacur. Komnas Perempuan sangat membela VA (artis tersangka kasus prostitusi online) yang menganggap sebagai korban. Jadi bias antara pelaku dengan korban," jelas Suci dalam talkshow.
Untuk itu pihaknya mengajak seluruh elemen agar sama-sama membentuk keyakinan terkait cara pandang tentang konsep seksualitas baik secara normal maupun agama.
"Sebenarnya RUU P-KS itu tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia yang menganut nilai-nilai keagamaan," pungkasnya. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- Pelaku Penusukan Maut Bocah Pulang Mengaji di Cimahi Ditangkap Polisi
- Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan
- Kapolri Pastikan Irjen Teddy Minahasa Ditangkap Kasus Narkoba
- Polri Naikkan Tragedi Kanjuruhan Jadi Penyidikan, Tersangka Segera Ditetapkan
- Polri Libatkan Kompolnas Awasi Investigasi Tragedi Kanjuruhan
- Putri Candrawathi Akhirnya Resmi Ditahan
- Polri Limpahkan Tersangka Ferdy Sambo dkk ke Kejaksaan Pekan Depan
- Banding Ditolak, Ferdy Sambo Tetap Diberhentikan Tidak Hormat dari Polri!
- Gubernur Papua Lukas Enembe Diduga Alirkan Uang ke Rumah Judi di Luar Negeri
- Motif Penganiayaan Santri Pondok Gontor hingga Tewas, Diduga karena Masalah Kekurangan Alat
- Pakar Pidana Sebut Penganiayaan Santri Gontor Bisa Dikualifikasikan Pembunuhan
- IPW Yakin Motif Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Hanya Alibi
- LPSK Sebut Bharada E Sempat Emosi Saat Rekonstruksi karena Tak Sesuai
- 3 Poin Kasus KM 50 yang Disinggung Laskar FPI ke Kapolri
- Kapolri: Motif Pembunuhan Brigadir J Pelecehan atau Perselingkuhan
0 Comments