Rabu, 02/01/2019 11:39 WIB
Pengamat: Pasukan Kopasus Bisa Atasi Kelompok Ali Kalora
JAKARTA, DAKTA.COM - Pada hari Senen, 31 Desember 2018 terjadi kontak tembak antara kelompok Ali Kalora dengan aparat kepolisian di wilayah pegunungan sekitar Poso (Parigi).
Pengamat Terorisme dan Intelijen, Harits Abu Ulya menilai kekuatan kelompok Ali Kalora saat ini hanya sekitar 20 orang. Kelompok ini pasca tsunami Palu ada indikasi jumlahnya bertambah dari sebelumnya yang kurang dari 20 orang.
"Mereka selama ini bertahan gerilya disekitar pegunungan Poso (Parigi). Kelompok Ali Kalora melanjutkan jejak sosok sebelumnya yakni Santoso; dengan keterbatasan senjata dan amunisi mereka cukup menguasai medan pegunungan dan ini menjadi salah satu keunggulan mereka," terangnya, Rabu (2/1).
Namun aspek yang lain tetap saja aparat gabungan TNI-Polri lebih mengungguli kelompok tersebut dari sisi jumlah personel, logistik, persenjataan, dan pengetahuan strategi tempurnya terutama bagi prajurit TNI.
Menurutnya, peta kekuatan yang tidak sebanding di atas akan menjadi persoalan bagi aparat kepolisian-TNI jika kelompok Ali Kalora mendapat basis dukungan dari masarakat sipil di wilayah Poso dan sekitarnya. Karena ketahanan eksistensi mereka juga sangat bergantung kepada suplai logistik yang mereka butuhkan.
"Logistik ini bisa saja didapat dari simpatisan atau jejaring mereka yang di bawah (masyarakat) atau sumber-sumber dan cara lainnya. Yang perlu di catat bahwa tipikal kelompok Ali Kalora ini sangat resisten (benci dan dendam) terhadap aparat keamanan terutama personil Polri lebih khusus adalah Densus88," ucapnya.
Ia menduga, awal kasus kontak senjata didugaan kuat berawal adanya seorang sipil (petani ladang) penebang kayu hutan yang dicurigai oleh kelompok Ali Kalora sebagai mata-mata atau informan dari Densus88. Sangkaan atau kegurigaan ini yang memicu kelompok Ali Kalora mengeksekusi orang sipil tersebut.
"Dugaan kuat, mereka eksekusi dengan cara menggorok leher korban pada tanggal 28 Desember dan korban baru ditemukan tanggal 29 Desember oleh penduduk. Peristiwa kontak tembak senjata dengan aparat polisi tanggal 31 Desember pada saat evakuasi korban dan berakibat beberapa personel kepolisian jadi korban tembak," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sangat mungkin upaya evakuasi oleh aparat kepolisian adalah momentum yang ditunggu oleh kelompok Ali Kalora untuk melakukan serangan terbatas dengan taktik gerilya. Dan dengan cara seperti itu cukup memberikan pesan kepada publik bahwa mereka masih eksis dan mampu memberikan perlawanan.
"Meski sejatinya dengan keterbatasan personil dan persenjataan tidak mungkin Ali Kalora cs melakukan serangan dalam durasi yang panjang, maka cukup hit and run menjadi pilihannya," katanya.
Dari kasus kontak tembak yang terjadi menjadi bukti bahwa kelompok Ali Kalora masih ada. Persoalan potensi gangguan keamanan dari kelompok sipil bersenjata seperti Ali Kalora juga kapan saja bisa muncul di sekitar wilayah pergerakannya. Dan meski selama ini Ali Kalora cs juga sudah masuk dalam DPO serta operasi Tinombala jilid kesekian juga masih digelar tapi publik menjadi paham bahwa persoalan riak-riak kecil gangguan keamanan dari kelompok seperti Ali kalora di wilayah Poso belum tuntas sepenuhnya.
Masyarakat Poso, katanya, tentu sangat butuh rasa aman dan penguasa harus hadir memastikan itu didapat oleh masyarakat Poso. Bertahun-tahun menghadapi kasus gangguan keamanan di wilayah Poso tentu menjadi pengalaman berharga yang bisa dijadikan bahan kajian holistik untuk merumuskan solusi yang tuntas bermartabat dan berkeadilan. Soal Poso hakikatnya bukan sekedar isu terorisme tapi ada kompleksitas, oleh karena itu tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan semata.
"Usulan saya, kalau memang ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang saat ini menjadi pilihan dominan maka harusnya kirim saja pasukan TNI dari unit raider atau kopasus untuk memburu kelompok Ali Kalora," ujarnya.
Ia menambahkan, kelompok Ali Kora cukup menguasai medan gunung dan hutan. Dan polisi tidak dididik dengan kemampuan perang gerilya hutan. Jadi yang punya kapasitas untuk hadapi kelompok seperti itu tentu TNI. Sehingga perlu keputusan politik yang tegas agar tidak berlarut-larut dan operasi Tinombola berlangsung berjilid-jilid. **
Editor | : | |
Sumber | : | Rilis Harits Abu Ulya |
- Pelaku Penusukan Maut Bocah Pulang Mengaji di Cimahi Ditangkap Polisi
- Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan
- Kapolri Pastikan Irjen Teddy Minahasa Ditangkap Kasus Narkoba
- Polri Naikkan Tragedi Kanjuruhan Jadi Penyidikan, Tersangka Segera Ditetapkan
- Polri Libatkan Kompolnas Awasi Investigasi Tragedi Kanjuruhan
- Putri Candrawathi Akhirnya Resmi Ditahan
- Polri Limpahkan Tersangka Ferdy Sambo dkk ke Kejaksaan Pekan Depan
- Banding Ditolak, Ferdy Sambo Tetap Diberhentikan Tidak Hormat dari Polri!
- Gubernur Papua Lukas Enembe Diduga Alirkan Uang ke Rumah Judi di Luar Negeri
- Motif Penganiayaan Santri Pondok Gontor hingga Tewas, Diduga karena Masalah Kekurangan Alat
- Pakar Pidana Sebut Penganiayaan Santri Gontor Bisa Dikualifikasikan Pembunuhan
- IPW Yakin Motif Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Hanya Alibi
- LPSK Sebut Bharada E Sempat Emosi Saat Rekonstruksi karena Tak Sesuai
- 3 Poin Kasus KM 50 yang Disinggung Laskar FPI ke Kapolri
- Kapolri: Motif Pembunuhan Brigadir J Pelecehan atau Perselingkuhan
0 Comments