Rabu, 05/12/2018 11:18 WIB
Aksi Brutal di Papua, Pesan OPM kepada Pemerintah
DAKTA.COM - Oleh: Pengamat Intelijen dan Terorisme dari CIIA, Harits Abu Ulya
Kasus terbunuhnya 31 pekerja PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek Trans Papua oleh kelompok separatis OPM adalah peristiwa yang sangat patut dikecam. Pembunuhan yang dilakukan oleh separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sangat brutal kejam dan biadab terhadap warga sipil.
Aksi brutal pembunuhan yang dilakukan kelompok separatis OPM bukanlah aksi spontanitas. Aksi yang sudah direncanakan untuk mencapai target-target kepentingan mereka.
Oleh karena itu perlu catatan berikut menjadi perhatian semua pihak terutama kepada pemangku kebijakan;
Pertama, bisa jadi aksi brutal dan terorisme yang OPM lakukan adalah pesan kepada pemerintah Indonesia dan publik bahwa mereka masih eksis dan terus bergerilya melakukan perlawanan.
Mereka mengambil momentum sekitar 1 Desember sebagai hari penting bagi perjuangan mereka. Sebagaimana publik ketahui di saat 1 Desember dibeberapa kota seperti Surabaya, komponen atau anasir dari kelompok separatis OPM melakukan unjuk rasa menuntut kemerdekaan.
Kedua, publik menunggu ketegasan dan keseriusan pemerintah Jokowi untuk menumpas ancaman aktual dalam wujud teroris separatis yang beroperasi di wilayah Papua dan seluruh sayap underbownya yang gerak senyap diberbagai instansi dan wilayah di Indonesia.
Ketiga, pemerintah perlu juga kiranya transparan menjelaskan kepada publik kenapa sekarang kelompok separatis OPM dilabeli sebagai KKB/KKSB (kelompok kriminal bersenjata/kelompok kriminal sipil bersenjata)?
Karena orang yang cermat dalam masalah ini tentu paham, bahwa pelabelan tersebut ada konsekuensinya baik pada aspek politik, hukum, isu HAM, aspek penindakan oleh siapa dan seperti apa, bahkan juga masuk di ranah nomenklatur anggaran.
Di sisi lain juga terkait sikap dunia internasional atas penanganan teroris separatis OPM oleh pemerintah Indonesia. Dan Independensi Indonesia dalam mewujudkan kedaulatan di uji dalam kasus ini.
Keempat, perlu diingat bahwa aksi teror dari kelompok teroris separatis kerap terjadi dan korban tidak hanya aparat TNI/Polri tapi juga masyarakat sipil telah menjadi target mereka.
Oleh karena itu publik berharap ada tindakan tegas, taktis dan strategis harus segera digelar oleh pemerintah dengan dukungan politik dari parlemen. Sehingga ada keputusan politik yang terukur demi menjaga tanah dan segenap tumpah darah warga negara Indonesia dari rongrongan separatisme.
Kelima, demi menjaga dan mewujudkan kedaulatan NKRI maka pemerintah tidak boleh mentolerir ancaman aktual yang datang dari teroris separatis.
Pemerintah jangan hanya sibuk pada ancaman-ancaman asumtif tapi tidak kelihatan sigap terhadap ancaman aktual yang sudah jelas-jelas banyak menimbulkan korban nyawa bahkan mengoyak rasa aman dan ketentraman masyarakat luas di wilayah Papua. **
Editor | : | |
Sumber | : | RIlis CIIA |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments