Nasional /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 15/09/2018 10:20 WIB

Imbangi Pembangunan Infrastruktur Dengan Prinsip Kehati-hatian

Diksusi Bulanan Policy Center ILUNI UI 14092018
Diksusi Bulanan Policy Center ILUNI UI 14092018
JAKARTA, DAKTA.COM - Indonesia relatif tertinggal infrastrukturnya dari negara tetangga sehingga Pemerintah perlu melakukan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pembangkit listrik, jalan dan stasiun kereta, bandar udara (Bandara) pelabuhan laut dan yang lainnya. Realisasi pembangunan dan penyediaan infrastruktur ini bermanfaat untuk memacu pertumbuhan ekonomi menciptakan lapangan kerja, untuk memenuhi asas keadilan pembangunan diseluruh nusantara serta pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk merealisasikan penyediaan infrastruktur ini diperlukan dana yang besar. Pendaan tidak harus semuanya dari pemerintah melalui APBN (Anggaran pendapatan dan belanja negara), melaiankan dapat juga lewat kerjasasama dengan investor dalam dan luar negeri melalui mekanisme PPP (public private partnership). Namun dalam prosesnya perlu mengetatkan penerapan tata kelola yg baik, dan menejemen resiko untuk menghindari berbagai bentuk penyimpangan ataupun kebocoran seperti kasus Pembangikit listri tenaga uap (PLTU) di Propinsi Riau.
 
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) yang juga dosen senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Hotbonar Sinaga, dalam diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) ILUNI UI, kemarin di kampus UI Salemba Jakarta Pusat. Diskusi bulanan yang dibuka Bendahara ILUNI UI Didit Ratam ini mengambil tema “Infrastruktur Era Jokowi: Pembiayaan dan Dampak.” Hadir sebagai pembicara adalah direktur eksekutif keuangan dan penilai proyek PT Penjaminan Infrastruktur  Indonesia Salustra Satria, CEO Unit timfasilitasi Pembiayaan infrastruktur Non Anggaran (FINA) Ekoputra Adijayanto, direktur pembiayaan dan investasi  PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruza, mantan direktur magister manajemen UI yang juga tim ekonomi Partai Gerindra Haryadin Mahardika dan Febrio Kacaribu dari LPEM FEB UI.
 
“Sebagian pendanaan (pembangunan infrastruktur) diserahkan kepada investor swasta yang memungkinkan mekanisme direct lending. (untuk itu) Investor harus dengan cermat (mengukur) besaran tingkat pengembalian modal proyek itu. Contohnya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sejak beberapa tahun lalu pemerintah telah menciptakan berbagai terobosan dalam skema pembiayaan sehingga tidak tergantung dari anggaran pemerintah,” papar Hotbonar Sinaga.
 
Hotbonar sendiri menilai, apa yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dalam melakukan Pembangunan infrastruktur secara agresif seperti jalan tol dalam beberapa tahun terakhir di tanah air layak diapresiasi.  Dalam waktu 3,5 tahun terakhir kita telah berhasil membangun jalan tol sepanjang 536 km. Belum lagi  rencana jalan tol Trans-Jawa dari Merak hingga Banyuwangi yang akan diwujudkan tahun 2019. Menurut mantan Dirut Jamsostek ini, pembangunan infrastruktut ini kelak akan menarik investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri.
 
Sependapat dengan Hotbonar, CEO Unit Tim Fasilitasi Pembiayaan infrastruktur Non Anggaran (FINA) Ekoputro Adijayanto menambahkan, dari sekian banyak pembangunan infrastruktur yang tengah giat dilakukan pemerintah, hanya 42,1% yg bisa di biayai oleh APBN. Itu pun yang sifatnya basic. Itu berarti 57%  pembiayaan infrastruktur berasal dari non APBN. “Bapenas yang menyadari keterbatasan kemampuan APBN/APBD berinisiatif membentuk tim fasilitasi pemerintah untuk pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah  atau PINA. Karena selain fungsi utama Bapenas untuk mengawasi pembangunan, juga memiliki fungsi dan tugas untuk mencari sumber dana pembangunan. PINA menyediakan skema fasilitas yang bertujuan untuk mempercepat pembiayaan investasi swasta pada pada proyek infrastruktur strategis nasional yang sumber pendanaannya berasal dari anggaran non – pemerintah dan didukung penuh oleh kebijakan pemerintah. Adapun peranan PINA itu sendiri antara lain Invesment fasilitation, Projek planning, Ekosistem building,” papar alumni FEB UI ini.
 
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Salustra Satria, menyatakan PII memberikan availability payment untuk proyek yang secara finansial tidak fisible tapi memberikan efek ekonomi yang baik. “Proyek yang ditangani PII yang juga sering bekerjasama dengan LPEM FEB UI selain memberikan penjaminan juga dibuat secara transaparan dengan proses lelang terbuka untuk mengantisipasi tercapainya good governance”.
 
Peneliti LPEM FEB UI, Febrio Kacaribu, memaparkan data ekonomi makro dan menyampaikan analisanya bahwa pembungunan infrastruktur dan pembiayaanya sampai tahun ini tidak sampai membebani APBN serta walaupun terjadi peningkatan utang tapi masih pada tingkat aman. 
 
 
Resiko Infrastruktur
 
Di tempat yang sama, mantan direktur program Magister Manajemen (MM)  UI yang kini menjadi anggota Tim Ekonomi Partai Gerindra Haryadin Mahardika mengatakan, pembangunan infrastruktur yang tengah giat dibangun pemerintah  harus memenuhi prinsip berkeadilan dan berkelanjutan. Dari  sisi berkeadilan, infarstruktur adalah suatu komponen utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai fokus berlebihan kepada infrastruktur sehingga mengorbankan fokus pada sektor yang lain.
 
“Misalnya sekarang kita melihat investasi sektor real  menurun terus cukup jauh, meskipun pembangunan infrastruktur naik terus. Hal ini menunjukan sebenarnya ada trade off. Kalau kita bangun satu yg lain pasti akan ketinggalan” tegas Haryadin Mahardika. Studi di negara lain juga menemukan bahwa akselerasi pembangunan infrastrktur tidak memberikan hasil yang diharapkan.
 
Haryadin juga mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati lagi  dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan pembangunan infrastruktur. Sebab, berdasarkan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) Korupsi di infrastruktur ini sudah menjadi yg paling tinggi. Data dari ICW, pada tahun  2017 ada 241 kasus korupsi di pembangunan infrastruktur. Hal itu setara dengan 28% dari total presentase kasus korupsi di Indonesia.
 
Dalam kesimpulan sekaligus penutupan, Sekjen ILUNI UI Andre Rahadian menyampaikan bahwa ILUNI UI akan terus hadir dalam membahas topik yang penting bagi bangsa. “Diskusi Infrastruktur  ini merupakan hal penting agar masyarakat tahu perkembangan pembiayaan langsung dari pihak yang terlibat dan juga dapat memberikan masukan bagi pemerintah agar pembangunan infrastruktur ini tepat sasaran tanpa memberikan beban terlau besar pada APBN” tutup Andre Rahadian. (*)
Editor : Dakta Administrator
Sumber : Rilis ILUNI UI
- Dilihat 828 Kali
Berita Terkait

0 Comments