Nasional / Politik dan Pemerintahan /
Follow daktacom Like Like
Senin, 27/08/2018 17:35 WIB
#JelangPilpres2019

Strategi Rebut Suara Pemilih Milenial, Pilpres 2019

Analis Politik Eksposit Strategic Arif Susanto
Analis Politik Eksposit Strategic Arif Susanto

BEKASI, DAKTA.COM – Pertarungan menarik dari dua pasang kandidat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden diperkirakan pada Pilpres 2019 lebih dari 40 persen pemilih usia muda.

 

Aris Susanto Analis Politik Exposit Strategic mengatakan, Pilpres 2019, menjadi arena pertarungan yang sangat seru, karena keduanya punya kecenderungan untuk mengambil dukungan lebih besar dari kalangan milenial.

 

Arif menilai, Jokowi sejak lama mengesankan diri berjiwa muda, memahami cara fikir kelompok muda mengekspresikan diri dengan gaya berpakaian cenderung casual, meski usia tidak muda.

 

Selain itu, Jokowi memilih ma’ruf amin sebagai cawapres menjadi tantangan tersendiri, karena dari segi usia tidak lagi muda, tantangan pentingnya bagaimana menunjukkan adanya pembaharuan kepada pemilih khususnya pemilih muda.

 

“Perbandingannya seperti di Malaysia, Mahatir Muhammad sudah senior tetapi ia dapat meyakinkan pemilih, bahwa dirinya bisa membawa pembaharuan” ungkap Arif pada Dakta Senin (27/)

 

Di sisi lain, untuk pasangan Prabowo – sandi,  Arif mengatakan, ada tantangan yang sedikit berbeda.  Jika dilihat dari klasifikasi usia, prabowo lebih senior dan sandi tampak lebih muda.

 

“Dengan gaya casual sandi tidak terkesan dibuat-buat” ucapnya

 

Namun, tantangan pasangan tersebut yakni,  selama ini prabowo dikesankan dengan kelompok lebih konservatif, sedangkan kelompok muda lebih sering dikesankan dengan cara fikir progresif.

 

Pasangan Prabowo-sandi harus memiliki strategi khusus untuk memadukan dua kecenderungan pemikiran ini, tanpa harus bertabrakan. Menurut Arif, hal ini terkait substansi bukan simbol-simbol.   

 

“kalau dari Simbol-simbol sih saya kira, dari pihak Jokowi dan pihak Prabowo sudah lebih baik melakukan komunikasi simbolik, tetapi untuk substansial menjadi tantangan tersendiri bagi dua pasang kandidat ini” ucapnya

 

Berkaca dari situasi pemilu 2014, kunci kemenangan Jokowi-Jk pada saat itu, selain mesin partai politik bekerja dengan baik, ada juga mesin politik yang bergerak diluar partai, misalnya relawan, dan komunitas-komunitas.

 

Arif mengatakan, beberapa hal yang perlu dipahami Pertama, dalam struktur kampanye tidak hanya memberi tempat kepada partai politik namun juga yang diluar partai politik.

 

Kedua, pengembangan strategi bukan hanya berbasis pada kekuatan program.

 

“misalnya dulu Jokowi punya program nawacita, bukan hanya itu saja tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan program yang dimiliki” ujarnya

 

Arif menegaskan, penggunaan media-media komunikasi, konvensional maupun yang lebih baru, itu juga menjadi kunci lain kemenangan dua pasang kandidat capres dan cawapres.

 

Ketiga, penggunaan gimmick-gimmick dalam komunikasi politik, sebagai contoh PSI, relatif berbunyi di kelompok muda meskipun kecenderungannya kelompok muda perkotaan.

 

“Penggunaan gimmick yang efektif dapat dipelajari untuk menjaring respon positif dalam komunikasi politik, misalnya lewat penggunaan jargon tertentu, cara berpakaian, atau lewat isu tertentu” pungkasnya

Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 2163 Kali
Berita Terkait

0 Comments