#JelangPilpres2019
Strategi Rebut Suara Pemilih Milenial, Pilpres 2019
BEKASI, DAKTA.COM – Pertarungan menarik dari dua pasang kandidat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden diperkirakan pada Pilpres 2019 lebih dari 40 persen pemilih usia muda.
Aris Susanto Analis Politik Exposit Strategic mengatakan, Pilpres 2019, menjadi arena pertarungan yang sangat seru, karena keduanya punya kecenderungan untuk mengambil dukungan lebih besar dari kalangan milenial.
Arif menilai, Jokowi sejak lama mengesankan diri berjiwa muda, memahami cara fikir kelompok muda mengekspresikan diri dengan gaya berpakaian cenderung casual, meski usia tidak muda.
Selain itu, Jokowi memilih ma’ruf amin sebagai cawapres menjadi tantangan tersendiri, karena dari segi usia tidak lagi muda, tantangan pentingnya bagaimana menunjukkan adanya pembaharuan kepada pemilih khususnya pemilih muda.
“Perbandingannya seperti di Malaysia, Mahatir Muhammad sudah senior tetapi ia dapat meyakinkan pemilih, bahwa dirinya bisa membawa pembaharuan” ungkap Arif pada Dakta Senin (27/)
Di sisi lain, untuk pasangan Prabowo – sandi, Arif mengatakan, ada tantangan yang sedikit berbeda. Jika dilihat dari klasifikasi usia, prabowo lebih senior dan sandi tampak lebih muda.
“Dengan gaya casual sandi tidak terkesan dibuat-buat” ucapnya
Namun, tantangan pasangan tersebut yakni, selama ini prabowo dikesankan dengan kelompok lebih konservatif, sedangkan kelompok muda lebih sering dikesankan dengan cara fikir progresif.
Pasangan Prabowo-sandi harus memiliki strategi khusus untuk memadukan dua kecenderungan pemikiran ini, tanpa harus bertabrakan. Menurut Arif, hal ini terkait substansi bukan simbol-simbol.
“kalau dari Simbol-simbol sih saya kira, dari pihak Jokowi dan pihak Prabowo sudah lebih baik melakukan komunikasi simbolik, tetapi untuk substansial menjadi tantangan tersendiri bagi dua pasang kandidat ini” ucapnya
Berkaca dari situasi pemilu 2014, kunci kemenangan Jokowi-Jk pada saat itu, selain mesin partai politik bekerja dengan baik, ada juga mesin politik yang bergerak diluar partai, misalnya relawan, dan komunitas-komunitas.
Arif mengatakan, beberapa hal yang perlu dipahami Pertama, dalam struktur kampanye tidak hanya memberi tempat kepada partai politik namun juga yang diluar partai politik.
Kedua, pengembangan strategi bukan hanya berbasis pada kekuatan program.
“misalnya dulu Jokowi punya program nawacita, bukan hanya itu saja tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan program yang dimiliki” ujarnya
Arif menegaskan, penggunaan media-media komunikasi, konvensional maupun yang lebih baru, itu juga menjadi kunci lain kemenangan dua pasang kandidat capres dan cawapres.
Ketiga, penggunaan gimmick-gimmick dalam komunikasi politik, sebagai contoh PSI, relatif berbunyi di kelompok muda meskipun kecenderungannya kelompok muda perkotaan.
“Penggunaan gimmick yang efektif dapat dipelajari untuk menjaring respon positif dalam komunikasi politik, misalnya lewat penggunaan jargon tertentu, cara berpakaian, atau lewat isu tertentu” pungkasnya
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- Pasangan Heri - Sholihin Komitmen Bangun Perubahan Untuk Kota Bekasi
- Setia Prabowo: Bersyukur Jika Romo Syafi’i Terpilih di Kabinet Zaken Prabowo
- Pasangan Heri - Sholihin Deklarasi Maju Pilkada Bekasi, Ini Janjinya
- Din Syamsuddin Rencanakan Aksi Besar dengan Dukungan TNI untuk Bela Palestina
- Peringati HUT Golkar ke 59 DPD Golkar Kota Bekasi Ajak Para Kader dan Simpatisan Bershalawat
- PKS Kota Bekasi Sesalkan Sikap Pemkot Batalkan Penggunaan Stadion Patriot
- Resmi Gabung PPP, Sandiaga Ngaku Ikhlas Jika tak Diusung Jadi Bakal Cawapres
- Buntut Gibran-Prabowo, PDIP Atur Kader Kepala Daerah Terima Tamu
- Dukung Prabowo, Jokowi Pressure Megawati?
- Maksimal Perjuangkan Aspirasi, Anggota Dewan Ushtuchri Tuai Pujian Konstituen
- Jokowi: Menteri Nasdem Bisa Direshuffle
- Jokowi Tidak Akan Dukung Prabowo
- Warga Jabar Puas Pada Kinerja Ridwan Kamil
- Dewan Mahfudz Abdurrahman Berbagi 10 Ribu Bingkisan Lebaran
- Jika Pemilu Ditunda, Aktivis 98 Siapkan Pemerintahan Transisi
0 Comments