Senin, 20/08/2018 10:20 WIB
Petani Keluhkan Rendahnya Harga Jual Garam
JEPARA, DAKTA.COM - Sejumlah petani garam di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mengeluhkan rendahnya harga jual garam di tingkat petani, menjadi hanya Rp760 per kilogram dari sebelumnya Rp2.000 per kilogram, di tengah biaya produksi cenderung meningkat.
Petani garam di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Adi, di Jepara, Jawa Tengah pada Senin (20/8), mengatakan bahwa harga jual garam saat ini hanya berkisar Rp65.000 per tombong atau keranjang anyaman bambu dengan kapasitas 85 kilogram.
"Artinya, setiap kilogramnya hanya berkisar Rp760. Pada awal mulai panen pada bulan Juli 2018 harganya masih tinggi karena mencapai Rp2.000 per kilogramnya atau Rp175.000 per tombong," ujarnya.
Selain harga jual garam yang mengalami penurunan tajam, kata dia, harga sewa lahan justru meningkat. Lahan yang dikelolanya saat ini, kata dia, tarif sewanya per tahun mencapai Rp14 juta, sedangkan sebelumnya tidak mencapai belasan juta.
Untuk bersaing di pasaran, lanjut dia, dalam memproduksi garam juga dituntut menggunakan geomembran sehingga petani masih harus terbebani dengan biaya pembelian geomembran yang harganya mencapai Rp4,1 juta untuk setiap 100 meter.
Garam yang diproduksi tanpa menggunakan geomembran, katanya, kurang laku di pasaran dengan alasan selain tidak berkualitas, warnanya yang tidak putih kurang menjadi daya tarik pembeli.
Suyanto, petani garam lainnya mengakui hal yang sama bahwa harga jual garam saat ini turun tajam, setelah sebelumnya sempat mencapai Rp170.000 per tombong, sedangkan saat ini hanya laku antara Rp70.000 hingga Rp75.000 per tombong.
Meskipun demikian, dia mengaku masih bersyukur karena harga jual garam tidak sampai turun tajam seperti tahun-tahun sebelumnya, karena per tombong hanya dihargai Rp30.000.
Karena saat ini biaya produksinya juga semakin tinggi, dia berharap, pemerintah turun tangan untuk menstabilkan harga jual garam petani agar tidak sampai membuat petani mengalami kerugian.
"Minimal tidak ada garam impor di pasaran saat petani tengah panen garam. Jika ada garam impor, dipastikan harga jual garam lokal akan jatuh dan berpotensi merugikan petani," ucapnya.
Kehadiran teknologi produksi garam menggunakan geomembran, kata dia, memang sangat membantu, terutama dalam hal produktivitas semakin meningkat.
Dalam jangka waktu tidak sampai sepekan, kata dia, petani garam sudah bisa panen, terlebih kondisinya terik seperti sekarang.
Sekali panen, dia mengaku, bisa menghasilkan garam hingga 21 tombong atau 1,78 ton garam.
Hanya saja, kata dia, untuk bisa menghasilkan garam dalam jumlah banyak, selain didukung cuaca yang terik juga harus didukung dengan ketersediaan airnya. **
Editor | : | |
Sumber | : | antaranews.com |
- KH. Syaifuddin Siroj Resmi Menjadi Ketua Umum Kota Bekasi 2024-2029
- Karang Taruna Kota Bekasi Siap Bersatu, Pasca Pilkada 2024
- MES dan Perguruan Tinggi Berkolaborasi Sosialisasikan Ekonomi Syariah
- PNM Bekasi Gelar Program Budidaya Maggot dan Pengolahan Sampah di Medan Satria
- DPD KNPI Kota Bekasi Bantah, Memasang Spanduk dengan Nada Tendensius Terhadap Lembaga Kejaksaan
- Pengamat Berharap Komunikasi Intens antara PJ Walikota dengan Walikota - Wakil Walikota Terpilih Demi Keberlangsungan Kota Bekasi Kedepan
- Tri Adhianto dan Haris Bobihoe Menangkan Pilkada Kota Bekasi 2024 Hasil Rekapitulasi 12 Kecamatan
- Memasuki Masa Tenang Pilkada, Bawaslu Bersama Forkopimda Kota Bekasi Tertibkan APK
- Ketua DDII Kota Bekasi Ustd Salimin Dhani,Ajak Warga Doakan dan Pilih Paslon no 3,Ridho.
- Mimpi Besar TOD Kota Bekasi, Dishub : Ini Tugas Bersama Seluruh Elemen
- Logistik Pilkada Sudah Sampai Gudang KPU Kota Bekasi
- Masyarakat Kota Bekasi, Padati Kampanye Rapat Umum Paslon Pilgub ASIH
- Ridho Semakin Diminati Masyarakat Jelang Pilkada
- #SemuaBisaUmroh Akan Berangkatkan 361 Jamaah ke Tanah Suci
- BAZNAS Kota Bekasi Salurkan Sembako Santri dan Beasiswa S2 Pesantren pada HSN 2024
0 Comments