DAKTA.COM - Oleh: Founder of Halal Corner, Aisha Maharani
Beberapa hari lalu pihak Jokowi mengumumkan calon wakil presidennya yang diambil dari kalangan ulama. Sontak menimbulkan kekagetan ''internasional" bukan lagi nasional. Apa pasal? Karena cawapres Jokowi adalah seorang Kyai yang sangat dihormati semua kalangan Muslim di Indonesia, beliau juga seorang ketua lembaga yang tempat berkumpulnya para ulama. Ya, beliau adalah Kyai Ma'ruf Amin.
Kegegeran ini menimbulkan banyak spekulasi, yang jelas dan nyata ada kecewaan juga dari berbagai pihak terutama kaum Muslim, mereka merasa terkhianati. Kesumiran alasan beliau mau menjadi cawapres menjadi celah pelintiran fakta, caci maki, dan amunisi untuk merendahkan kubu lawan. Dan sudah jelas MUI pun terseret, padahal MUI bukan perwakilan sikap politik terhadap Jokowi. Sebagaimana namanya, MUI adalah perwakilan syariat segala hajat kaum Muslim di Indonesia.
Kegelisahan pun terjadi di kalangan praktisi industri halal, hanya beberap jam muncul berita pak Kyai menjadi cawapres Jokowi, whatsapp, messenger saya pun dihujani pertanyaan bagaimana nasib sertifikasi halal di Indonesia? Bukan hanya kawan dari dalam negeri, dari luar negeri sambil menyertakan link beritanya.
"Aisha, please read the news, and tell me what happened'
"Aisha, what do you think?" dan banyak pertanyaan lainnya.
Saya berupaya menenangkan bak jubir dan juga berkoordinasi dengan dengan pihak-pihak terkait.
Proses sertifikasi halal adalah proses yang mandiri. Sertifikasi halal sudah mempunyai sistem yang telah terakreditasi oleh badan akreditsi negara. Proses sertifikasi halal tidak memungkinkan adanya kong kalingkong demi kepentingan produsen nakal. Sebagaimana proses yang telah berlangsung, produsen harus mendaftar dan memberikan data yang dibutuhkan LPPOM MUI untuk kemudian diverifikasi apakah bisa atau layak untuk disertifikasi halal dalam proses pre-audit.
Untuk memudahkan penyerahan data ini, LPPOM MUI mempunyai sistem online yakni CEROL. Jika perusahaan layak disertifikasi halal produknya makan akan diajukan audit halal, salah satu instrumennya adalah kunjungan ke tempat produksi. Audit dimulai dari administrasi sampai ke proses produksi. Setelah itu dirapatkan oleh auditor, apakah layak masuk ke komisi fatwa atau masih ada tambahan audit memorandum dari LPPOM MUI untuk produsen agar memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam audit. Jika layak kemudian diajukan ke komisi fatwa untuk ditentukan status kehalalannya. Jika memenuhi syarat syariat maka akan diterbitkan sertifikat halalnya.
Dalam proses yang Aisha jabarkan secara singkat maka jelas Ketua MUI tidak dapat mempengaruhi jalannya sertifikasi halal, maka gonjang ganjing cawapres tidak ada kaitannya dengan proses sertifikasi halal dan lembaga MUI. Keputusannya menjadi cawapres adalah keputusan individu bukan keputusan lembaga. Dan tetap sebagai manusia beradab, sikap dan bahasa santun kita berikan kepada Kyai Ma'ruf Amin. **
Editor | : | |
Sumber | : | Aisha Maharani |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments