Rabu, 31/01/2018 10:30 WIB
Hari Primata Nasional, Aktivis Minta Topeng Monyet Dihentikan
BANDUNG_DAKTACOM: Sejumlah organinasi pecinta primata menggelar aksi dalam rangka peringatan hari primata nasional, Selasa (30/1). Isu yang diangkat adalah penghentian pertunjukan doger monyet karena dinilai melanggar kesejahteraan satwa.
Dari pantauan, aksi yang dilakukan di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung itu diramaikan dengan aksi teatrikal pantomim. Dengan ekspresi sedih, ia memeragakan diri sebagai monyet yang kebingungan.
Selain itu, banyak diantara peserta aksi memakai topeng sambil menunjukan spanduk berisi tuntutan pengembalian hak hewan agar hidup kembali di habitatnya masing-masing.
Kordinator aksi, Sarah Syajaratun menyebut alasan mengangkat isu topeng monyet karena kegiatan tersebut sangat melanggar kesejahteraan primata.
"Biasanya pemburu menangkap bayi monyet. Dalam prosesnya, induk monyet itu biasanya mati. Lalu, monyet itu dilatih dengan dicabut giginya dengan paksa, agar tidak menggigit," katanya saat ditemui disela aksi.
Jenis monyet yang digunakan dalam petujunjukan yang biasa dilakukan di perempatan atau lampu merah itu biasanya jenis monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis). Jenis itu sangat rentan untuk menularkan penyakit zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
"Penyakit itu antara lain rabies atau tuberkulosis," ujar perempuan yang menjabat sebagai Tim edukasi dan sosialisasi dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) itu.
Di tempat yang sama, anggota JAAN lain, Jenipa Saptayanti mengatakan pihaknya sudah merehabilitasi 46 monyet ekor panjang selama tiga tahun terakhir.
"Paling banyak ada di daerah pinggiran, seperti Tasikmalaya, Ciamis," terangnya.
Sejauh ini, monyet yang sudah diamankan direhabilitasi di daerah Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Selama masa rehabilitasi, banyak perilaku yang menyimpang dari para monyet.
"Mereka (monyet) juga mengalami depresi dan trauma. Ada yang suka melukai diri sendiri, ada yang teriak ga jelas sambil lari-lari," imbuhnya.
Usaha yang selama ini dilakukan, ia akui belum maksimal, karena terkendala dengan kesadaran masyarakat tentang kesejahteraan satwa yang belum terbangun maksimal.
"DKI Jakarta sudah melarang keberadaan topeng monyet sejak tahun 2014, Pemprov Jabar juga sama. Aturan sudah ada, yang masih kurang itu adalah kesadaran masyarakat. Upaya ini harus dilakukan secara bersama-sama," pungkasnya.
Editor | : | |
Sumber | : | jabarprov.go.id |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
0 Comments