Harokah Islamiyah /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 14/05/2015 08:21 WIB

Chaos, Celah Mengembalikan Khilafah

Revolusi Mesir
Revolusi Mesir

Oleh: Abdullah bin Muhammad

 

Baru-baru ini saya menerima beberapa surat yang menanyakan tentang front paling strategis yang memungkinkan untuk melanjutkan perjuangan dalam  kondisi terbaru. Tepatnya, setelah mengkhawatirkan dampak revolusi Arab terhadap perjalanan gerakan jihad, semua  kalangan sekarang justru menyadari betapa pentingnya revolusi-revolusi tersebut dalam mendukung  dan menjalankan proyek jihad, serta memberikan lompatan maraton yang belum terlintas dalam benak manusia.

Untuk memperjelas poin ini, saya akan memaparkan isi surat yang saya tulis untuk Syaikh Usma bin Laden Rahimahumullah, setelah keberhasilan revolusi Mesir. Namun sayang, beliau lebih dahulu meninggal sebelum pesan saya sampai.

Dalam artikel saya yang berjudul Istiratijiyah At Tamkin li Anshari Syri’ah Rabb Al Alamin, saya telah menyinggung inti dari pesan tersebut ketika saya menyebutkkan bahwa  hasil akhir dari revolusi Arab tak lain hanya akan  seperti peristiwaa Bu’ats. Dalam peristiwa tersebut  banyak tokoh tokoh  Aus dan Khazraj yang tewas, dan stabilitas di Madinah terganggu sehingga membuka kesempatan  bagi kekuatan mana saja untuk memimpin dan mengisi kekosongan.

Fakta-fakta Revolusi

Ketika hendak mengetahui dan melihat hasil sebuah peristiwa tertentu, pertama-tama kita harus mengukur sejauhmana kekuatan yang berpengaruh di dalamnya, begitu juga tujuan dari masing-masing pihak. Kemudian kita juga harus melihat hal-hal yang menyebabkan kecocokan antara karakteristik dan data-data umum.

Revolusi-revolusi Arab muncul di setiap negara karena, kecenderungan yang berbeda-beda dan aspirasi yang bermacam-macam: Islam, sekuler, dan nasionalis. Sebagian besar mereka datangnya dari massa yang sederhana. Namun demikian, berbagai kelompok tersebut bisa bersatu  untuk menjatuhkan rezim dengan cara-cara yang belum pernah ada. Mereka tak perduli bagaimana dan berapapun harganya!

Faktanya, persatuan yang luar biasa tersebut merupakan faktor utama dalam menjatuhkan rezim Ben Ali  di Tunisia dan Mubarak di Mesir, serta tiga rezim lainnya sedang di ambang kehancuran. Oleh karena itu, para pengamat yang mendukung rezim akhirnya berkesimpulan, tindakan yang harus diambil untuk revolusi adalah memecah persatuan mereka. Sayang, tak seorangpun  dari mereka yang berhasil melaksanakannya.

Yang penting dicatat, situasi persatuan luar biasa ini hanya terjadi dalam fase revolusi dan penggulingan  rezim saja, dan tak akan mungkin berkelanjutan setelah itu! Peristiwa Tunisia dan Mesir pasca revolusi adalah bukti terbaik atas kejadian tersebut. Pada dasarnya, semua itu terpulang  pada fakta bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang sama sekali tidak cocok dengan sistem demokrasi: Dan inilah fakta yang sering dikatakan oleh para sosiolog di Barat---ini merupakan bentuk penjagaan Allah bagi mereka. Buktinya Lebanon, yang merupakan satu-satunya entitas di dunia Arab yang paling dekat dengan sistem demokrasi, justru ia sendri  yang paling banyak masalah.

Oleh karena itu, setiap terjadi krisis politik di Lebanon, selalu berkaitan dengan perang saudara. Jika kita mengatakan karena Lebanon memiliki karakteristik tersendiri, bukankah masih ada Iraq yang juga menderita dibawah kelaliman, kemiskinan dan rivalitas padahal sistem yang mereka pakai adalah demokrasi arahan Amerika.

Jadi, pokok permasalahan bukan pada sistem demokrasinya—dengan segala keburukannya semata: Akan tetapi, lebih pada tabiat dan karakteristik sosial bangsa Arab yang hanya mau tunduk kepada yang kuat.

Program-program yang dicanangkan para ahli dari Amerika dalam rangka meningkatkan pertumbuhan sosial budaya serta transformasi menuju ekonomi modern dan sistem demokrasi, mungkin saja bisa berjalan dengan baik di Amerika Selatan, Asia Timur, atau negara-negara Afrika Tengah. Akan tetapi setelah menghabiskan ratusan juta untuk membiayai program di dunia Arab, mereka menyadari itu seperti membajak air laut.

Kembali ke revolusi Arab, kita melihat buah pertama dari revolusi-revolusi ini adalah lenyapnya satu-satunya sistem yang di negara tersebut. Setelah itu, terjadi keseimbangan  kekuatan di antara komponen-komponen yang ada, baik dari sisa-sisa rezim sebelumnya, tentara, oposisi tradisional, pemuda revolusi, partai-partai Islam, kaum sekularis, atau komponen-komponen lain.

Ketika komponen-komponene ini gagal mencapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan baru yang berkuasa karena faktor karakteristik ssosial yang berbeda, awan kekacauan pun mulai terbentuk sedikit demi sedikit sampai mereta. Situasi ini tampak jelas di negara-negara yang terkena gonjang-ganjing revolusi Arab hingga sekarang.

 

Tulisan ini dikutip dari buku: Gagasan Khilafah Dalam Revolusi Arab  Strategi Dua Lengan

Editor :
Sumber : Ulil Albab
- Dilihat 2027 Kali
Berita Terkait

0 Comments