Opini /
Follow daktacom Like Like
Senin, 02/10/2017 08:30 WIB

Hoax dan Penyakit “Outrage Addiction”

ilustrasi info hoax
ilustrasi info hoax
Oleh: Ayub El Marhoum, Pegiat Santri Cendikia
 
Akhir Februari lalu publik Australia dikejutkan oleh pengakuan dua “imam moderat” yang tampil di televisi nasional. Salah satunya adalah Syaikh Mohammad Tawhidi, “ulama” yang pernah menyamakan Allah dengan Ali bin Abi Thalib di tiwtternya ini menuduh komunitas Muslim di Australia Selatan telah diam-diam mendirikan negara dalam negara.  
 
Lebih lanjut, ia bahkan menganjurkan agar pemerintah Negeri Kanguru melakukan pemantauan pada tiap masjid dan pemeriksaan seksama pada ,semua pemimpin komunitas Muslim di sana. Tuduhan serius ini terhambur begitu saja dari mulut Tawhidi, tanpa bukti apapun.
 
Menaggapi klaim itu, kru OnePath, jaringan media milik komunitas Muslim Australia, melakukan investigasi, siapa sebenarnya si Tawhidi itu. Lelaki ini mendaku diirnya adalah pemimpin organisasi bernama The Islamic Association of South Australia dan Imam for Peace, sebuah lembaga yang konon berupaya mempromosikan perdamaian dan toleransi.  
 
Paket gombal yang seringkali jadi jualan itu. Masalahnya, setelah ditelusuri komunitas Muslim di sekitar situ sama sekali tidak tahu menahu keberadaan lembaga milik Tawhidi. Imam for Peace yang ia klaim sebagai wadah bagi pemimpin agama dari seluruh dunia itu hanya memiliki satu anggota, dirinya sendiri
 
Belum puas, tim OnePath menghubungi ANIC (Australian National Imam Counsil) sebagai organisasi "sertifikasi" Imam yang telah diakui di Australia. Hasilnya, nama Tawhidi sama sekali tak dikenal, “This individual is not a recognized Imam, Syeikh, or a Muslim leader” Pernyataan serupa juga disampaikan oleh ketua Imam Council of South Australia, “Mr. Tawhidi is not part of the Islamic leadership in SA and is in no way recognized.”
 
Jadi itulah Tawhidi, tak lebih dari  seorang conartist, seorang “fake imam”. Ia tak dikenali warga sekitar, dan satu-satunya anggota di organsiasinya adalah dirinya sendiri. 
 
Pendeknya, jones maksimal! Mungkin memang kesendirian itu membuatnya frustasi dan akhirnya menjadi delusional. Jika membuat website, lalu mendirikan organisasi yang isinya cuma dirimu sendiri sudah cukup membuat seorang menjadi imam, tentu saya sudah jadi imam besar dari dulu.
 
Semua tentang Tawhidi ini mungkin terdengar lucu menggelikan, anda mungkin merasa geli, mengapa orang-orang bisa-bisanya percaya? Well, ternyata banyak juga yang percaya, bahkan merayakan pernyataan si Tawhidi. Politisi sayap kanan Australia bertepuk tangan mendengarnya. 
 
Ocehan Tawhidi itu melancarkan jalan politik mereka; menyebarkan sentiment anti-Islam dan menjadikannya jualan di pemilu. Strategi ini tampaknya sedang disukai politisi populis di Barat.  Warga AS rela memilih bintang reality show dengan integrias moral dan kapasitas otak dipertanyakan menjadi presiden, ia cukup  berjanji akan menyelamatkan mereka dari “ancaman Muslim radikal”
 
Kaum ultra nasionalis di Barat memang gampang sekali jatuh pada perangkap con artis, kasus Tawhidi bukanlah yang pertama.  Tahun 2015 lalu Fox News harus rela dipermalukan berhari-hari setelah Steve Emerson, lelaki yang hadir di acara mereka dan mengklaim diri expert on Islam terbukti seorang penipu. 
Emersonlah yang mengluarkan statemen bahwa Brimingham sudah diambil alih oleh orang Islam dan non-Muslim dilarang memasukinya. Fox News tampaknya tidak pandai belajar dari kekeliruan, beberapa hari lalu mereka kembali ditipu seorang bernama Nils Bildt yang mengaku penasehat keamanan pemerintah Swedia. 
 
Nils Bildt hadir di Fox News untuk membenarkan serangan teroris fiktif yang menurut Trump menimpa Swedia. Ternyata, Bildt sama sekali bukan pejabat Swedia, ia bahkan tidak dikenal siapa-siapa di sana.
 
Bukan hanya con artis, belakangan ini situs-situs berita yang menawarkan apa yang disebut Trump "alternative facts" menjadi tumbuh subur. Salah satu yang paling fenomanl adalah Breitbart, portal berita sayap kanan yang diasuh Steve Bannon. 
 
Isi situs ini semuanya didesain untuk memancing amarah pada imigran dan ummat Islam khususnya, bahkan jika harus berbohong dan melebih-lebihkan.  Salah satu tuduhan yang sangat fatal terjadi di awal tahun lalu, ketika Breitbart menurunkan berita bahwa ribuan Muslim membakar gereja tertua di Jerman.  
 
Juga tak kalah nista adalah tuduhan adanya pemerkosaan massal di malam tahun baru 2016 yang lalu. Belakangan semua tuduhan ini terbukti bohong belaka. Murni hoax.
 
Menjamurnya situs-situs peternak hoax seperti  Breitbart ini  adalah dampak buruk merebaknya  penyakit “Outrage Addiction” alias kecanduan ngamuk. Istilah Outrage Addiction pertama kali saya dengarkan dari Youtuber Shaun and Jen, tapi tampaknya beberapa artikel berbahasa Inggris juga sudah memakainya. 
 
Istilah ini merujuk pada keadaan dimana seseorang kecanduan pada sensasi kemarahan yang meledak-ledak pada kelompok yang mereka benci. Kelompok yang anggap berada di posis moral yang lebih rendah. Kelompok yang diyakini biang dari semua keburukan. Kelompok ini mungkin berbeda-beda, tergantung masyarakatnya.
 
Bagi orang di Barat, imigran dan Muslim adalah komunitas yang dianggap berada di posis moral lebh rendah, merekalah korban Outrage Junkie. Outrage junkie di Barat tidak mau repot-repot  mengecek kebenaran suatu berita, asalkan isinya mengabarkan bahwa orang Muslim memang brengsek, langsung mereka telan. 
 
Mereka tidak peduli pada kebenaran, mereka hanya ingin kecanduannya terpenuhi. Begitu menemukan berita tentang kriminalitas orang Islam, mereka menyebarnya di media social sambal mencaci maki. Hal itu memberikan kepuasan luar biasa, layaknya orang sakau yang menemukan putau.
 
Dampak buruk Outrage Addiction yang lain adalah menyebarnya ahli-ahli dadakan tanpa kualifikasi memadai. Bisa juga lebih parah; orang tak jelas asal usulnya yang tiba-tiba diterima menjadi ahli di satu bidang. 
 
Manusia jenis ini akan muncul sebab orang-orang tidak peduli lagi pada pendapat yang berdasarkan ilmu di suatu bidang, mereka hanya ingin mendengar seseorang yang membenarkan asumsi mereka, memenuhi rasa haus akan pembenaran mereka untuk terus-menerus mengamuk. Maka muncullah manusia unik seperti Tawhidi, Emerson, atau Bildt
 
Sayangnya, masyarakat kita juga tidak selamat dari penyakit ini. Lihat saja timelinemu, betapa banyaknya berita-berita dengan judul sensasional dengan kata-kata seperti “Heboh” diikuti banyak tanda seru. Jika diperhatikan, formula berita-berita yang kemungkinan besar hoax itu sama dimana-mana. 
 
Selalu ada objek benci di situ. Jika di Barat objeknya adalah Muslim, atau Trump bagi kaum liberal, maka di sini kata-kata seperti “komunis” “Cina” “Ahok,” “Habib Rizeq” adalah menu utamanya. Pembenci  Ahok yang menyebarkan atau termakan hoax tentang Ahok sebenarnya mengidap penyakit yang sama dengan pembenci FPI atau Islam yang menyebarkan atau termakan hoax tentang yang dibencinya. Mereka sama-sama penderita Outrage Addiction, mereka seharusnya berobat.
 
Terapi bagi pecandu kebencian ini sepertinya adalah dengan kembali melatih hati dan akal sehat. Mewaspadai sesuatu yang buruk itu wajar, bahkan perlu, tapi paranoid dan menyalahkan segala yang buruk pada suatu kelompok yang tak kau suka itu sudah penyakit namanya. 
 
Obat lainnya yang cukup manjur mungkin dialog, dialog untuk melebur semua saling curiga. Sayangnya sekarang ini orang begitu suka berdebat dan tak suka dialog. Ketika kelompok lain bicara, isinya tak didengarkan untuk difahami dengan jernih tapi disimak untuk ditelaah lemahnya lalu segera menyerang balik. Kita semua perlu taaruf; saling kenal lewat dialog yang sehat.
 
Kembali ke si Tawhidi, ternyata orang ini pernah datang ke Indonesia dan memperpanas suasana di seputar isu penistaan agama Ahok. Saya tidak mengikuti beritanya, tapi mungkin saja ada yang benar-benar percaya bahwa si Tawhidi benar-benar ulama besar dari Australia. 
 
Semoga itulah terakhir kalinya seorang conman dipercaya jadi ahli di sini. Di bidang dan isu apapun.  Menyedihkan sekali jika demi membela kepentingan politik, seorang pendusta dipercaya dan ahli  yang  sesungguhnya  dituding dusta.  Di kasus Tawhidi itu, tentu kita bicara tentang ahli di bidang agama Islam, para ulama.
 
 Wallahu a’lam
Editor :
Sumber : santricendikia.com
- Dilihat 3106 Kali
Berita Terkait

0 Comments