Bekasi / Kabupaten /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 27/03/2024 22:00 WIB

Tiga Partai Besar Tunggu Keputusan, Kinerja Gakkumdu Kabupaten Bekasi Dipertaruhkan

Agung Lesmana masa pendukung Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra
Agung Lesmana masa pendukung Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra
CIKARANG,DAKTACOM  - Taji penggawa Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Bekasi dipertaruhkan, saat memutuskan nasib Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pebayuran dalam laporan dugaan pelanggaran pidana Pemilu, yang dilayangkan masa pendukung Calon Legislatif (Caleg) dari tiga partai yang berbeda. Keputusan tersebut akan diumumkan oleh Sentra Gakkumdu, yang merupakan gabungan dari Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian, Kamis (28/3).
 
Dalam kasus dugaan pelanggaran pidana Pemilu ini, tak hanya posisi penyelenggara Pemilu ditingkat kecamatan yang terancam. Namun, dua Calon Legislatif (Caleg) Partai Gerindra, Irpan Haeroni dan BN Holik Qodratullah, namanya pun terseret dalam kasus tersebut. Kedua Caleg yang bertarung diarena Daerah Pemilihan (Dapil) Jabar IX Kabupaten Bekasi ini, dilaporkan oleh masa pendukung rekan satu partainya, Syahrir, setelah menemukan dugaan praktek-praktek kecurangan yang sengaja dilakukan.
 
"Kalau bicara timeline, dalam proses penanganan pelanggaran sampai hari Kamis (hari ini, red). Tepat 14 kerja," ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datun Bawaslu Kabupaten Bekasi, Khoirudin.
 
Sebenarnya didalam Perbawaslu 7 tahun 2022, proses penanganan pelanggaran paling lama tujuh hari. Namun jika dibutuhkan penambahan waktu, maka ditambah paling lama 14 hari kerja. Menurut pria yang akrab disapa Oeng ini, penambahan waktu dalam proses penanganan pelanggaran ini karena pihak terlapor tidak koperatif, meskipun sudah dilayangkan surat undangan berkali-kali.
 
Berdasarkan laporan yang masuk ke Bawaslu, untuk Kecamatan Pebayuran tidak hanya PPK. Melainkan ada tiga Caleg incumbent yang terseret ke dalam laporan tersebut. Dimana, dua Caleg diantaranya, Irpan Haeroni dan BN Holik Qodratullah dari Partai Gerindra. Kemudian satu Caleg lainnya, Martina Ningsih, berasal dari PDI Perjuangan. Dalam proses pemanggilan terlapor ini, BN Holik Qodratullah dan Martina Ningsih, tidak koperatif.
 
"Ada tiga Caleg incumbent yang kita panggil, BN Holik Qodratullah, Irpan Haeroni, dan Martina Ningsih. Untuk Irpan koperatif, sudah kita mintain keterangan. Sedangkan BN Holik Qodratullah dan Martina Ningsih, belum memenuhi panggilan. Jadi untuk Caleg ada yang koperatif. Kalau PPK semuanya tidak bisa hadir," jelasnya.
 
Oeng mengaku, keberadaan PPK Pebayuran seperti hilang ditelan bumi setelah tersangkut kasus kecurangan Pemilu. Hal itu terjadi, karena ketika penggawanya mendatangi rumah kelima PPK ini yang bersangkutan tidak ada. Bahkan, tetangga kelima PPK ini juga terkesan menutup-nutupi keberadannya, karena saat penggawanya bertanya, tidak ada yang tahu. Pernyataan serupa juga disampaikan pimpinan KPU.
 
"Kita kesulitan mencari keberadaan kelima PPK Pebayuran ini. Kita sudah nanya ke KPU, tapi sejauh dia (KPU) juga kehilangan kontak. Pada prinsipnya kita sudah melakukan pemanggilan dan posisinya sekarang itu kita yang mendatangi mereka (pihak terlapor)," ucapnya.
 
Pertanyaannya, Oeng menjelaskan, bagaimana apabila tanpa keterangan terlapor, apakah bisa kuat. Dalam konteks ini, keterangan-keterangan dari proses penyelidikan itu diambil semua. Lalu muncul dua alat bukti yang memang harus kuat, ketika dibahas bersama Sentra Gakkumdu. Dirinya sangat mewanti-wanti, jangan sampai Bawaslu mengatakan dua alat bukti itu kuat. Sementara Kejaksaan dan Kepolisian mengatakan tidak kuat. Misalkan itu terjadi, dugaan pelanggaran tidak kuat.
 
"Ini akan percuma untuk dinaikan. Jangankan naik ke penyidikan, disini saja kita belum tuntas. Apalagi sampai ke Pengadilan, yang semuanya itu harus berdasarkan bukti. Makanya kajian-kajian inilah yang sedang kita lagi susun," katanya.
 
Disisa waktu ini, Oeng memastikan, pihaknya melakukan kajian perihal keterangan klarifikasi dari pihak-pihak yang sudah dilakukan pemanggilan dan koperatif hadir, baik terlapor maupun pelapor. Setelah itu dibuatkan kajian, kemudian dibahas oleh bersama Sentra Gakkumdu. Dari hasil keterangan-keterangan mereka, banyak fakta yang terungkap bagaimana kejadian di Pebayuran itu. Sampai akhirnya, bisa ada perubahan dari C hasil dengan D hasil. 
 
"Insya Allah hari Kamis juga sudah keluar. Karena hari Selasa dan Rabu kita bahas bersama Sentra Gakkumdu," tuturnya.
 
Sebanyak tiga partai besar, seperti Gerindra, PDI Perjuangan, dan Golkar, menunggu keputusan Sentra Gakkumdu perihal laporan kecurangan Pemilu, setelah ditemukan adanya pergeseran dan pencurian suara yang dilakukan oleh PPK Pebayuran. Dengan aksi praktek-praktek kecurangan yang dilakukan para penyelenggara ini, menguntungkan para Caleg. Oleh karena itu, pelapor dari tiga partai besar ini menekankan  Gakkumdu agar Caleg yang diuntungkan bisa terjerat dalam vonis hukuman pidana. 
 
"Unsur pencurian ini adalah sebagai unsur kejahatan, menurut saya apabila Gakkumdu tidak menindaklanjuti kasus pencurian dan pergerseran suara yang terjadi di Pebayuran ini, berarti Gakkumdu tidak menegakkan hukum Pemilu yang berlaku, atau sama jahatnya," ucap Muhammad Fajri, masa pendukung Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Syahrir.
 
Dalam melayangkan laporan kecurangan Pemilu yang ditunjukan kepada PPK Pebayuran, dirinya menegaskan, dirinya tidak sendiri. Pasalnya, ada Caleg lainnya yang berasal dari Golkar dan PDI Perjuangan, dengan persoalan yang serupa. Oleh karena itu, Fajri menilai, kasus ini menjadi penting dan serius yang harus ditindak lanjuti kearah pidana. Sebab, aksi-aksi ini sangat menciderai demokrasi di Kabupaten Bekasi, 
 
Berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum dalam persidangan, dirinya berkesimpulan dan merekomedasikan terhadap perkara aquo, terbukti secara sah dan meyakinkan terdapat unsur pelanggaran pidana serta administrasi Pemilu. Maka dari itu, agar Bawaslu menegakkan hukum seadil-adilnya dengan putusan, menyatakan terlapor PPK Pebayuran atas nama, Muhamad Ulumudin, Haerudin Malik, Amung Munandar, dan Suroso, terbukti bersalah atas perbuatan melanggar peraturan pemilu.
 
Kemudian, menyatakan terlapor 6 dan 7 atas nama BN Holik Qodratullah dan Irpan Haeroni, terbukti bersalah atas dugaan keterlibatan terlapor mempengaruhi ketua
dan anggota PPK Pebayuran untuk melakukan perubahan perolehan hasil rekapitulasi di PPK Pebayuran berbeda dengan perolehan suara C hasil TPS. Pada kesempatan ini, dirinya meminta, agar pelapor ditindak sesuai peraturan berlaku.
 
"Saya yakin apabila ini ditegakkan secara adil dan hukum pidana yang berlaku, Sentra Gakkumdu akan terlihat berwibawa dimata hukum dan masyarakat publik," ucapnya.
 
Dirinya pun berpandangan, tidak koperatif BN Holik Qodratullah, dalam mengikuti proses penanganan pelanggaran yang menyeret namanya itu sebagai bentuk mengkerdilkan kewibawaan hukum Sentra Gakkumdu Kabupaten Bekasi. Dengan jabatan sebagai Ketua DPRD, BN Holik Qodratullah merasa jumawa karena menganggap dirinya bagian dari unsur Forkopimda, sehingga Bawaslu, Polres, dan Kejaksaan, dianggap spele 
 
"Harapan Saya, Gakkumdu harus menegakkan hukum seadil-adilnya dengan undang-undang dan aturan yang berlaku, tidak memandang bulu walaupun Irpan dan BN Holik, masih anggota DPRD. Tapi posisi mereka sama dimata hukum. Tolong, hukum jangan hanya tajam kebawah," jelasnya.
 
Diketahui, pada Pasal 505 menyatakan, Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS, yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000.00
 
Kemudian di Pasal 551 juga menyatakan, anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000.000. 
Reporter : Ardi Mahardika
- Dilihat 425 Kali
Berita Terkait

0 Comments