Opini /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 16/10/2019 13:50 WIB

Mungkinkah Prabowo Akan Jadi Penghianat Istana?

Prabowo Subianto saat menyapa masyarakat Riau
Prabowo Subianto saat menyapa masyarakat Riau
DAKTA.COM - Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
 
99,99 persen Gerindra gabung istana. Tak ada lagi ruang untuk berpikir oposisi bagi Gerindra. Bicara Gerindra, maka tak ada ubahnya bicara Prabowo. Sebab, di tangan Prabowo semua keputusan Gerindra dibuat. Sama halnya dengan Demokrat, PDIP, dan Nasdem. Otoritas partai mutlak di tangan ketua umumnya.
 
Bagi para pendukung, ini sebagai bentuk penghianatan. Kenapa dianggap berhianat? Pertama, karena dari awal Prabowo berulangkali membuat pernyataan di depan pendukungnya "point of no return". Intinya, akan terus membuat perlawanan terhadap istana. Semula perlawanan massa. Lalu berubah jadi perlawanan hukum di MK. Kalah, kenapa terus gabung?
 
Kedua, para pendukung, termasuk barisan mantan jenderal, ulama dan emak-emak kompak menginginkan Prabowo membawa Gerindra sebagai oposisi. Wajar, kalah ya oposisi. Ini logika yang lebih waras. Harapan tinggal harapan. Tak digubris! 
 
Disisi lain, bagi kader Gerindra, langkah Prabowo untuk gabung ke istana dianggap sebagai strategi high politik, politik tingkat tinggi. Maksudnya?
 
Jika masuknya Gerindra ke koalisi Jokowi itu dimaksudkan untuk memporak-porandakan kubu Jokowi, ini sudah berhasil. Terjadi dua fraksi istana yang bersitegang, yaitu Teuku Umar dan Gondangdia. Group PDIP-Golkar-Gerindra vs Nasdem dan sejumlah jenderal, termasuk Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan. Lalu, apa keuntungan Gerindra? Tentu, kalau hanya dapat jatah tiga menteri itu mah bukan high politik. Itu politik "ecek-ecek".
 
Bagaimana jika Prabowo jadi menteri pertahanan? Jika kelak terjadi gonjang-ganjing di negeri ini, menteri pertahanan berpeluang untuk ambil alih kekuasaan. Ah, yang bener aja.
 
Jokowi, PDIP dan Budi Gunawan (BG) bukan orang kemarin sore yang baru belajar politik. Mereka tahu siapa Prabowo dan bagaimana memanfaatkan keluguhan, dan bahkan kelemahan mantan Danjen Kopassus ini untuk mematikan langkah Gerindra. Paham betul bagaimana membuat singa jadi meong.
 
Setengah menghayal, atau malah benar-benar sebuah khayalan, kalau toh Prabowo jadi menteri pertahanan, lalu terjadi gonjang-ganjing di negeri ini, apakah Prabowo akan berani ambil kesempatan? Tidak! Rakyat sudah mulai tahu bahwa Prabowo bukanlah seorang jenderal yang kuat pendirian dan memiliki keberanian. Prabowo tipe jenderal yang gampang dan cepat menyerah. Beda tipis dengan SBY yang peragu dan suka mengeluh.
 
Jadi, istana memahami betul siapa Prabowo dan bagaimana cara menjinakkannya. Para designer istana tak pernah khawatir terhadap Prabowo. Punya banyak massa pendukung yang militan saja Prabowo mudah menyerah, apalagi setelah ditinggalkan para pendukungnya.
 
Prabowo tak akan berkhianat terhadap istana. Bukan karena tak ada keinginan, tapi semata-mata karena tak ada kekuatan dan kemampuan. Ketika singa sudah jadi meong, maka tak ada lagi kekuatan yang bisa dibanggakan. Lalu, apa yang ditakuti? Bagi PDIP, Gerindra adalah pelengkap penderita. 
 
Hanya dipakai untuk menekan Jokowi agar tak lagi berkiblat ke -dan dikendalikan oleh- Surya Paloh maupun Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Stategi ini jitu. PDIP, dalam hal ini Megawati, nampaknya berhasil menyingkirkan pengaruh Surya Paloh dan LBP dari istana. Bahkan juga Wiranto.
 
Bagi PDIP, bergabungnya Gerindra adalah berkah. Bagaimana dengan Gerindra sendiri? Berkah atau bencana? Kalau melihatnya dari jatah menteri, mungkin ini berkah. Tapi jika melihat masa depan Gerindra, mungkin akan jadi bencana. Apakah Gerindra akan bisa selamat dari bencana setelah Sandiaga Uno "came back" ke Gerindra? Atau sebaliknya, Sandi justru ikut tergulung oleh bencana itu. Perjalanan sejarah masih panjang. Kita tunggu bagaimana takdir Tuhan akan bicara. **
Editor :
Sumber : Tony Rosyid
- Dilihat 2987 Kali
Berita Terkait

0 Comments