Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 09/07/2019 13:59 WIB

Defisit, Pemerintah Perlu Gali Potensi Cukai di Industri Lain

Ilustrasi cukai rokok
Ilustrasi cukai rokok
JAKARTA, DAKTA.COM - Kondisi keuangan negara saat ini berjalan normal. Pemasukan negara dari berbagai sektor terus mengalir. Karena itu tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan di kalangan masyarakat. Namun demikian  mengingat anggaran masih terus mengalami defisit pemerintah perlu lebih kreatif menggali dan memperluas sumber sumber pendapatan. Selain meningkatkan tax ratio, juga menggali sumber sumber cukai yang belum digarap selama ini. Bukan mengutak atik cukai dari sektor  industri yang sudah menjalankan kewajibannya secara baik dan memenuhi target.
 
Hal tersebut disampaikan  Pengamat Ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Berly Martawardaya dan Ketua BIdang Ekonomi Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Anshor (GP Ansor)  Sumantri Suwarno kepada pers, Senin (8/7) di Jakarta.
 
“Memang pada periode Januari – Maret kondisi keuangan negara menipis. Namun mulai akhir Maret serta April dan seterusnya seiring dengan pembayaran pajak tahunan dan mengalirnya pemasukan negara  dari sektor lainnya, kondisi keuangan mulai stabil sehingga tidak ada masalah,” kata Berly Martawardaya.
 
 
Menurut Berly Martawardaya, meski perekonomian negara masih perlu perbaikan, namun secara garis besar para pejabat negara yang mengawal  keuangan dan perekonomian nasional sudah berjalan pada arah yang benar.  Hal yang perlu diperbaiki selain peningkatan ekspor dan pengurangan import,  juga  menggali potensi sumber pendapatan yang selama ini belum disentuh atau belum direalisasikan. 
 
“Yang perlu diperbaiki adalah pendapatan negara di bidang pajak. Target pajak kita selama ini belum tercapai 100 %. Selain itu tax ratio pajak kita juga masih rendah. Baru pada angka 10- 12 persen dari GDP kita. Padahal di negara tetangga seperti Thailand saja sudah mencapai 17 persen. Karena itu sudah saatnya tax ratio kita dinaikan. Pajak kita masih bisa terus digenjot, terutama pajak orang pribadi,” papar Berly Martawardaya.
 
Selain pajak, Berly juga menyoroti cukai. Target penerimaan cukai, menurut Berly Martawardaya sudah terpenuhi secara baik. Karena itu, sektor cukai yang sudah memenuhi kewajibannya secara baik, tahun 2019 ini tidak perlu dikotak katik. Yang perlu digali di sektor cukai adalah potensi cukai yang ada di luar negeri tapi di dalam negeri belum dikenakan cukai. Salah satunya adalah cukai minuman bersoda maupun minuman yang mengandung kadar gula yang sangat tinggi. 
 
“Sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cukai bagi produksi minuman-minuman yang mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan tubuh,” ucap Berly Martawardaya.
 
Pemerintah juga perlu menerapkan cukai bagi plastik dan industri plastik. Alasannya plastik jangka pendek dan jangka Panjang menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahkan merusak lingkungan. Karena itu, untuk mengurangi penggunaan plastik, pemerintah perlu menerapkan cukai plastik. 
 
Penerapan biaya atas penggunaan plastik bukan hanya dilakukan oleh pengusaha atau pengelola super market dan sejenisnya kepada masyarakat sebagai konsumen, tapi harus dilakukan langsung oleh pemerintah. 
 
Di tempat yang sama, ketua Bidang Ekonomi Pengurus Pusat GP Ansor Sumantri Suwarno sependapat dan mendukung apa yang disampaikan Berly Martawardaya. Menurut  alumni FEB UI, jika pemerintah jeli, masih banyak sumber-sumber pendapatan negara yang belum digali dan dimanfaatkan oleh pemerintah menjadi sumber pendapatan negara yang dapat menutupi atau mengurangi defisit anggaran negara.
 
“Di negara lain, plastik sudah mulai dikenakan cukai. Karena itu sudah saatnya pemerintah menerapkan cukai bagi industri maupun pemakaian plastik di tanah air. Selain untuk melindungi  lingkungan dan alam sekitar  dari bahaya plastik juga untuk menambah pundi pundi pendapatan negara. Pemerintah memang perlu lebih kreatif dalam menggali potensi pendapatan negara di bidang cukai,” kata Sumantri Suwarno.
 
Pada kesempatan tersebut Sumantri Suwarno menyesalkan pemerintah yang terlalu banyak berkutat pada penarikan cukai di industri rokok atau tembakau. Sementara cukai di produk atau industri lainnya masih diabaikan. Menurut konsultan keuangan beberapa perusahaan property ini, industri tembakau  jangan terlalu diperas dengan mengenakan cukai yang terlalu berat atau kenaikannya berulang ulang.
 
“Industri rokok maupun tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan negara baik langsung maupun tidak langsung. Yang langsung, industri rokok dan tembakau membayar cukai rokok yang cukup signifikan jumlahnya. Pendapatan tidak langsung, industri rokok dan tembakau menyerap lapangan pekerjaan yang banyak, sebab industri rokok dan tembakau itu padat modal. Jutaan tenaga kerja mendapatkan sumber pendapatan dari industri rokok. Baik dengan menjadi petani tembakau, karyawan atau buruhnya maupun industri ikutannya seperti periklanan, transportasi, dan perdaganganya atau retailernya," jelas  Ketua Bidang Ekonomi GP Anshor.  
 
Jadi pemerintah harus adil dalam memperlakukan industri rokok dan tembakau di tanah air. Jangan dikenakan cukai terus, sebab kalau industri rokok dan tembakau kolaps saat ini akan membahayakan perekonomian Indonesia.
 
Dalam mengelola keuangan dan perekonomian negara, di saat harga komoditi di tingkat dunia saat ini sedang mengalami penurunan pemerintah memang harus lebih berhati hati. Selain menghemat anggaran pemerintah juga harus lebih kreatif dengan menggali potensi potensi cukai di sektor lain. **
 
Reporter :
Editor :
- Dilihat 2604 Kali
Berita Terkait

0 Comments