Nasional / Teknologi /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 15/06/2017 09:00 WIB

Riset CISSReC : Pemahaman Keamanan Informasi Masyarakat Masih Rendah

cybersecurity1
cybersecurity1
JAKARTA_DAKTACOM : Serangan ransomware wannacry beberapa waktu lalu diakui Kominfo turut andil mendorong lahirnya Badan Siber dan Sandi Negara. Bahkan karena sangat berbahayanya serangan wannacry tersebut, Kominfo harus mengeluarkan himbauan untuk melakukan setting pada komputer masyarakat.
 
Namun dari penelitian yang dilakukan CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) yang dilakukan di sembilan kota besar tanah air, praktis hanya ada 33% masyarakat yang mengikuti himbauan dari Kominfo. Ini juga menjelaskan bahwa masyarakat kita di perkotaan sebenarnya masih enggan untuk melakukan pengamanan pada aset yang terkoneksi ke wilayah siber.
 
Dalam pemaparan hasil risetnya Rabu (14/6), pakar keamanan siber yang juga Chairman CISSReC, Pratama Persadha menjelaskan ada kecenderungan masyarakat kita enggan untuk melakukan pengamanan siber secara mandiri. Ini bisa disebabkan oleh masyarakat yang memang belum merasakan langsung akibat serangan siber maupun dorongan dari pemerintah yang harus lebih kuat lagi.
 
“Selain wannacry, hasil riset kami juga menyebutkan sebenarnya masyarakat di kota besar tanah air sudah menyadari ada resiko keamanan pada SMS dan internet banking, perbankan, juga e-commerce. Namun disaat yang sama hanya ada 25% masyarakat yang tahu resiko ATM kita yang sebagian besar Windows XP. Ini tentu situasi yang tidak bagus,” jelasnya.
 
Windows XP sendiri dukungan keamanannya sudah dihentikan oleh Microsoft sejak 2013. Ini jelas meningkatkan resiko keamanan di ATM-ATM kita. Ini yang menjadi alasan banyaknya tindak kejahatan skimming pada ATM di tanah air, dan uniknya banyak pelakunya berasal dari warga negara asing.
 
Dari hasil riset 57% responden menjawab tidak yakin dengan keamanan SMS/internet banking di Indonesia. Hanya 43% responden yang menjawab yakin dengan keamanan SMS/internet banking di Indonesia. Lalu 66% menjawab tidak yakin dengan keamanan e-commerce di Indonesia. Masih ada 34% responden yang merasa yakin dengan keamanan e-commerce di Indonesia.
 
74% dari responden menyatakan bahwa mereka paham dan sadar bahwa memasukkan data pribadi ke aplikasi atau layanan online berpotensi mengganggu privasi. 13%-nya mengatakan tidak masalah sementara sisanya yang 13% menyatakan tidak tahu.
 
75% responden menjawab tidak pernah menjadi korban peretasan akun _e-mail_ dan media sosial. 19 % menjawab pernah menjadi korban peretasan. Sisanya menjawab tidak tahu apakah pernah mengalami peretasan akun e-mail dan media sosial.
 
81% responden menganggap privasi sangat penting untuk dilindungi. 4% tidak menganggap perlindungan privasi penting dan 14% menganggap tidak tahu apakah perlindungan privasi itu penting atau tidak.
 
Dengan beberapa fakta diatas, jelas pemerintah wajib mendorong industri perbankan dan semua sektor yang menggunakan sistem informasi elektronik untuk meningkatkan keamanan sistemnya. Ini semua wajib dilakukan agar keraguan masyarakat bisa dieliminir dan otomatis meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
 
“Jadi kita berharap dengan adanya BSSN, pemerintah bisa mendorong dua hal sekaligus. Pertama mendorong kesadaran keamanan siber di masyarakat. Kepahaman resiko keamanan dan privasi di perkotaan sudah ada, tinggal pemerintah mendorong ada aksi dari masyarakat untuk mengamankan aset siber mereka sendiri. Lalu kedua, pemerintah mendorong semua instansi pemerintah dan swasta untuk meningkatkan keamanan sistem informasi elektronik. Dua hal ini tidak hanya akan mendorong ekonomi lebih cepat, tapi juga stabilitas politik dan kedaulatan nasional,” terang Pratama.
 
 
Reporter :
Editor : Dakta Administrator
- Dilihat 2158 Kali
Berita Terkait

0 Comments