Kamis, 08/06/2017 10:00 WIB
Jargon Saya Pancasila Dinilai Sebagai Refleksi Ketimpangan Politik
JAKARTA_DAKTACOM: Masalah gerakan manhaj Islam Muhammadiyah dalam gerakan politik menurut Bahtiar Effendy, Ketua PP Muhammadiyah adalah menyeimbangkan antara pemahaman tentang Islam dan kaitannya dengan negara, politik, ekonomi dan kehidupan praktis lainnya.
Bahtiar, bersama Siti Zuhro - Peneliti senor LIPI dan Sandiaga Uno - Wagub DKI terpilih menjadi narasumber materi Manhaj Islam Washatiyyah: Kontekstualisasi dan Revitalisasi Melalui Gerakan Politik Kebangsaan pada Pengkajian Ramadhan 1438 H. PP Muhamamdiyah, Rabu (7/6).
“Jargon saya Indonesia saya Pancasila justru menunjukan bahwa kehidupan politik kita itu tidak wasathiyah, bukan tidak toleran, tapi tidak seimbang, tidak proporsional ditambah dengan kehidupan demokrasi yang terlalu liberal,” ujar Bahtiar.
Mereka yang menganut faham wasathiyah dan kemudian mempraktikan politik demokrasi yang bersifat winner takes it all, bagi Bachtiar justru tidak seimbang.Maka jika ada seoarang pemimpin terpilih dan akan mengakomodasi rakyatnya, Bachtiar berharap agar pemimpin tersebut tidak hanya mengakomodasi pendukungnya saja tapi juga secara keseluruhan.
Sama dengan Muhammadiyah, dalam melaksanakan amanatnya dan mengembangkan amal usahanya juga harus menggunakan prinsip keseimbangan, tidak boleh berlebihan hanya di bidang pendidikan atau hanya di bidang kesehatan saja.
“Harus seimbang, jangan politik itu dianaktirikan, jangan hanya pendidikan yang diprimadonakan, harus seimbang, politik juga harus kita pikirkan dan kita sekarang ini membutuhkan tenaga-tenaga muda untuk melaksanakan dan menggerakkan manhaj Islam Muhammadiyah dalam dunia politik”, ungkap dia.
Sementara itu Siti Zuhro yang berbicara dari perspektif tata negara menyebutkan bahwa nilai-nilai agama islam harus dibuktikan baik dalam tutur kata maupun perilaku, dalam bernegara dan berpolitik seharusnya menjadi satu landasan yang mampu dipraktikan dalam setiapkehidupan.
Pembangunan sistem tata negara pancasila menurut Zuhrosesuai dengan empat prinsip negara dalam ajaran islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah surah atau musyarawah, al-adl atau keadilan, al-huriah atau kebebasan dan al-musawah atau persamaan hak.
Maka diakaitkan dengan masalah kebangsaan dewasa ini, dalam gelaran pilkada misalnya, sering kali partai politik memaksa rakyat untuk memilih calon yang diusung, meski tidak berkualitas namun partai politik tetap menjualnya kepada rakyat dan memaksa rakyat untuk memilih calonnya.
“Ini yang harus kita luruskan sebagai kader Muhammadiyah. Munculnya oligarki partai tak mampu menjadi pilar penting demokrasi dan gagal menjadi aset negara kita yang tampak justru parpol dimiliki oleh tokoh tertentu yang kekuasaannya seolah sangat besar dan tak terjamah akibatnya proses kaderisasi berjalan tidak transparan dan mengabaikan sistem”, pungkas Zuhro.
Editor | : | |
Sumber | : | muhammadiyah.or.id |
- Peringati HUT Golkar ke 59 DPD Golkar Kota Bekasi Ajak Para Kader dan Simpatisan Bershalawat
- PKS Kota Bekasi Sesalkan Sikap Pemkot Batalkan Penggunaan Stadion Patriot
- Resmi Gabung PPP, Sandiaga Ngaku Ikhlas Jika tak Diusung Jadi Bakal Cawapres
- Buntut Gibran-Prabowo, PDIP Atur Kader Kepala Daerah Terima Tamu
- Dukung Prabowo, Jokowi Pressure Megawati?
- Maksimal Perjuangkan Aspirasi, Anggota Dewan Ushtuchri Tuai Pujian Konstituen
- Jokowi: Menteri Nasdem Bisa Direshuffle
- Jokowi Tidak Akan Dukung Prabowo
- Warga Jabar Puas Pada Kinerja Ridwan Kamil
- Dewan Mahfudz Abdurrahman Berbagi 10 Ribu Bingkisan Lebaran
- Jika Pemilu Ditunda, Aktivis 98 Siapkan Pemerintahan Transisi
- Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Berpeluang di Pilgub Jabar
- Golkar Solid Usung Airlangga sebagai Capres 2024
- Ridwan Kamil Kalahkan Sandi Uno dan AHY Sebagai Capres Alternatif Versi Litbang Kompas
- Gerindra Dalam Turbulensi
0 Comments