Nasional / Sosial /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 07/06/2017 14:00 WIB

Sarbumusi NU: Regulasi THR Perlu Direvisi

Ilustrasi THR
Ilustrasi THR
JAKARTA_DAKTACOM: Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (DPP K-Sarbumusi NU) menilai Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) mengenai Tunjangan Hari Raya (THR) perlu direvisi sehubungan bertentangan dengan amanat undang-undang.
 
Presiden DPP K- Sarbumusi NU, Syaiful Bahri Anshori di Jakarta, Rabu (7/6) menyatakan, THR merupakan hak bagi semua pekerja/buruh baik pekerja formal di perusahaan maupun pekerja non formal di luar perusahaan.
Hal tersebut mengacu Pasal 7 ayat 1 PP No.78/2015  yang menyatakan "Tunjangan Hari Raya Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh".
 
Dan berikutnya Pasal 7 ayat 3 "Ketentuan mengenai tunjangan hari raya keagamaan dan tatacara pembayarannya diatur dengan peraturan menteri".
 
Namun demikian, kata Syaiful menambahkan, DPP K-Sarbumusi NU dengan seksama telah melakukan pengamatan adanya hal yang tidak sinkron antara ketentuan dari peraturan perundang-undangan ini dengan turunannya dalam Permenaker Nomor 6/2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja/buruh diperusahaan. Dan tidak mengatur bagi pekerja/buruh diluar perusahaan.
 
"Hal tersebut merupakan kesalahan fatal dari ketentuan pasal 1 angka 4 dan angka 6 UU.13/2003," kata dia menjelaskan.
 
Syaiful menguraikan, pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
 
Selain itu Pasal 1 angka 6 huruf a UU 13/2003, lebih tegas dinyatakan, “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
 
"Sesuai dengan ketentuan tersebut maka makna pemberi kerja ialah orang yang menjalankan sebuah usaha milik perseorangan, yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah yang dinyatakan dalam bentuk uang," ujarnya.
 
Oleh karena itu, setiap bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja, berkewajiban untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku, termasuk diantaranya upah minimum, upah lembur, cuti-cuti dan seluruh hak-hak yang diatur dalam UU 13/2003 atau ketentuan lainnya.
  
Berkaitan dengan itu, DPP K-Sarbumusi NU meminta kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk segera merevisi Permenaker No. 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
 
"Alasannya jelas, karena mereduksi makna pekerja/buruh hanya di perusahaan. Permenaker tersebut harus meng-cover pekerja/buruh di luar perusahaan sebagaimana amanat Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan," tandas Syaiful Bahri Anshori.
Editor :
Sumber : nu.or.id
- Dilihat 1363 Kali
Berita Terkait

0 Comments