Nasional / Pendidikan /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 09/05/2017 10:00 WIB

DPR: Banyak Sarpras Pendidikan Tanah Air Tidak Layak

Atap sekolah ambruk
Atap sekolah ambruk
KALBAR_DAKTACOM: Panja Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah Komisi X DPR RI telah selesai, dan telah menyerahkan rekomendasinya kepada pemerintah. Rekomendasi juga disusun dari hasil pengamatan dan peninjauan kondisi di lapangan. Bahkan dari setiap kunjungan kerja yang dilakukan Komisi X telah membuktikan bahwa banyak sarpras pendidikan yang tidak layak.
 
Demikian diungkapkan anggota Komisi X  Mujib Rohmat di sela-sela  kunjungan kerja Komisi X  ke Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, baru-baru ini. Dalam kunjungan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X  Abdul Fikri Faqih (F-PKS) itu, tim kunker mengunjungi sejumlah sekolah, diantaranya SDN 39 Sungai Kakap, SMPN 1 Sungai Kakap, dan SMP Tunas Bangsa.
 
“Dari hasil Panja Sarpras, ini membuktikan bahwa kesimpulan kita terkait sarpras menjadi semakin tepat. Terbukti bahwa terlalu banyak sarpras pendidikan kita yang tidak layak dan tidak patut, serta tidak mendapatkan perhatian. Ternyata ada yang rusaknya parah atau sedang, rusak ringan juga banyak,” jelas Mujib.
 
Menurutnya, dengan kondisi sarpras sekolah yang tidak layak itu, dikhawatirkan mengancam keselamatan murid. Seperti atap jebol yang hampir roboh. Tentunya ini juga membuat murid tidak nyaman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Khusus hasil peninjauan di Kubu Raya ini, dirinya menemukan sekolah yang atapnya jebol.
 
“Kita lihat di SDN 39 Sungai Kakap, ada yang sudah tidak layak sama sekali, atapnya jebol, kalau hujan pasti anak-anak kena kehujanan. Karena itu saya kira ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, terutama pemerintah daerah dan pusat. Kita menyarankan supaya pemerintah memberikan satu kebijakan yang bersifat afirmatif, misalnya apakah nanti dalam bentuk Inpres untuk sarpras,” papar Mujib.
 
“Kita rumuskan, kalau menggunakan INPRES itu dibutuhkan 4-5 tahun. Kalau menggunakan pendekatan biasa, seperti melalui DAK misalnya, ini akan bisa sampai 20-25 tahun. Semoga atas dasar rekomendasi dari Panja Sarpras Komisi X, pemerintah bisa mengakomodasi,” harap Mujib.
 
Di sisi lain, politisi F-PG itu juga menemukan adanya fenomena yang berbeda dibanding kondisi sarpras pendidikan dengan daerah lain. Terkait pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) kebanyakan dilaksanakan oleh sekolah negeri, baru kemudian sekolah swasta. Namun di Kubu Raya, UNBK tingkat SMP malah dilaksanakan oleh swasta. Tak ada satupun SMP Negeri yang menggunakan UNBK.
 
“Biasanya terjadi kesenjangan, sekolah negeri itu yang lebih mapan, dan lebih  baik daripada yang swasta. Ini yang terjadi adalah kebalikannya. Dari 220 SMP di Kubu Raya, hanya 2 yang UNBK, itu pun diselenggarakan oleh swasta. Berarti negerinya belum ada satupun yang menyelenggarakan UNBK. Saya kira ini menjadi catatan penting untuk pemerintah,” jelas Mujib.
 
Terkait jumlah guru yang masih belum mencukupi  di Kubu Raya, ini juga menjadi catatan pentingnya. Pihaknya juga sudah meminta kepada kementerian terkait untuk mencabut moratorium guru PNS. Menurutnya, jika moratorium guru keahlian disamakan dengan PNS administrasi, tentu ini sangat mengkhawatirkan.
 
“Jika guru PNS itu banyak yang pensiun, lalu bagaimana. Kita minta kepada pemerintah, terutama di bidang pendidikan, guru itu seharusnya dibuka untuk rekrutmen PNS-nya. Moratorium itu bisa untuk PNS administrasi, tapi kalau guru PNS harus dicek kembali,” dorong politisi asal dapil Jawa Tengah itu.
 
Sementara itu sebelumnya, Wakil Bupati Kabupaten Kubu Raya, Hermanus menjelaskan, dari 220 SMP yang melaksanakan UN di daerahnya, hanya dua sekolah yang melaksanakan UNBK. Sisanya masih menerapkan Ujian Nasional Kertas dan Pensil (UNKP). Dua sekolah itu pun swasta, yakni SMP Tunas Bangsa dan SMP Taruna.
 
“Permasalahannya masih lambatnya Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional, dan termasuk masih minimnya siswa yang mampu mengoperasikan komputer. Ini kendala kita ketika akan melaksanakan UNBK,” jelas Hermanus.
 
Kepala Sekolah SDN 39 Sungai Kakap Siti Muhadiati mengatakan, untuk sarpras, khususnya ruang kelas, Siti memaparkan bawa saat ini ada tujuh ruang belajar yang dibangun pada tahun 1987, dan belum direnovasi.
 
“Sehingga ruang tersebut kurang layak untuk kegiatan belajar mengajar. Kami merasa kurang aman ketika belajar berlangsung, karena dek plafon hampir jebol, dan atapnya sudah bocor. Kemudian halaman sekolah selalu  banjir karena daerah kami di sekitar sungai yang pasang surut,” jelas Siti.
 
Sementara terkait kekurangan guru, pihaknya merekrut tenaga pengajar honorer, dan menggunakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) digunakan untuk membayar tenaga honorer.
 
“Kami berharap dengan hadirnya Komisi X DPR ke Kubu Raya, kekurangan yang kami alami, dapat segera diajukan untuk dipenuhi, sehingga KBM dan untuk menyongsong sekolah sehari penuh atau full day school itu bisa benar-benar dilaksanakan. Karena saat ini tidak memungkinkan,” papar Siti.
Editor :
Sumber : dpr.go.id
- Dilihat 1763 Kali
Berita Terkait

0 Comments