Wawancara /
Follow daktacom Like Like
Senin, 27/04/2015 11:50 WIB

Kita Masih Menuntut Permintaan Maaf Dari BNPT dan Kemenkominfo

Muhammad Pizzaro JITU
Muhammad Pizzaro JITU
Pemblokiran 22 situs Islam masih tetap menarik dibicarakan. Apalagi BNPT dan Kemenkominfo, belum menyampaikan permintaan maaf atas pemblokiran itu. Banyak kalangan yang menilai pemblokiran situs Islam sebagai tindakan zalim. Untuk memperbincangkan soal pemblokiran itu Risda Aulia mewawancarai Sekjen Jurnalis Islam Bersatu (JITU) Muhammad Pizzaro dan anggota JITU,  Hardiansyah pada Program Sketsa pagi, Ahad (26/04/15) di Radio Dakta.
 
Risda Aulia: Kita mencermati masalah pemblokiran situs Islam. Sudah sejauh mana progresnya tentang pemblokiran ini, apakah pemblokiran sudah dibuka, dan kita sudah bisa mengakses situs-situs Islam, atau masih ada hal-hal mengganjal bagi teman-teman media Islam tentunya.
 
Pizzaro: Sejak awal dicabutnya pemblokiran ini yang dilakukan Kominfo, memang masih ada beberapa hal yang mengganjal di hati media Islam, pertama tidak adanya permintaan maaf dari pihak Kominfo maupun BNPT yang telah melakukan kebijakan yang salah dengan memblokir media Islam, yang kedua tidak adanya rehabilitasi yang dilakukan oleh ke dua lembaga negara ini terhadap media Islam yang sudah diblokir, karena nama baik ini sangat berpengaruh dengan media islam.
 
Tidak butuh waktu satu sampai dua tahun, bahkan bisa sampai lima tahun mengembalikan kembali kepercayaan publik kepada media Islam, yang sudah terlanjur dibilang radikal oleh BNPT dan Kominfo. Dua hal ini yang masih saya minta sampai sekarang yang belum dipenuhi.
 
Risda Aulia: Jadi belum ada permintaan maaf dan rehabilitasi nama baik media Islam. Kemudian dari mereka apakah ada keinginan atau itikad baik untuk melakukan dua hal itu pak?
 
Pizzaro: Beberapa waktu lalu saat Kominfo melakukan konferensi pers di gedung Kominfo, teman-teman media Islam juga hadir di sana, jurnalis dari media-media yang diblokirpun ada di sana, dan ada juga yang menanyakan hal ini kepada Bapak Rudiantara selaku Menkominfo, namun jawaban yang dikeluarkan sangat tidak memenuhi ekspetasi kami, karena beliau mengatakan itu sudah menjadi permasalahan lalu, padahal saat melakukan audiensi kepada pihak Kominfo, pihak Kominfo dan juga pihak panel mengatakan siap melakukan maaf dan rehabilitasi kalau memang 12 situs ini tidak terbukti melakukan paham radikal.
 
Risda Aulia: Dua hal itu yang masih mengganjal? Menurut pak Hardiansyah, apa yang menjadi penyebab mereka tidak ada upaya untuk melakukan dua hal itu pak?
 
Hardiansyah: Terkait dengan pembahasan yang berhubungan dengan BNPT dan Kominfo nanti biar bang Pizzaro saja yang membahasnya. Kalau saya lebih ke bagaimana orang-orang yang tidak suka dengan syiar-syiar Islam, senantiasa mereka akan coba memadamkan cahaya-cahaya Allah yang salah satunya dalam hal ini adalah media-media Islam yang tidak bisa diakses banyak oleh masyarakat umum.
 
Karena ketika masyarakat bersimpati dengan adanya media-media islam dan mereka menganggap itu sangat bermanfaat untuk kehidupan mereka. Dalam hal ini secara tidak langsung media-media Islam yang sudah mengudara jauh, bisa diakses oleh masyarakat, kalau ada yang belum mengerti Fiqih bisa membuka situs Islam. Karena dengan begitu mereka beranggapan dengan adanya media islam pemikiran orang-orang itu akan terbentuk, apalagi kabarnya media-media islam ini juga menyuarakan tentang jihad, ya memang itu tidak bisa kita hapus dari redaksi Al-quran karena itu sudah diciptakan oleh Allah SWT di dalam Al-quran dan hadis-hadis nabi SAW. 
 
Risda Aulia: Kabarnya ada beberapa alamat website media Islam yang berubah, bagaimana kira-kira pak, info tentang hal tersebut?
 
Pizzaro: Setelah dicabut oleh Kominfo kepada media-media Islam ini, sebagian media-media Islam masih sangat kesulitan untuk mengakses situsnya masing-masing, karena tampaknya beberapa provider masih dalam proses untuk menemukan hal itu di awal-awal. Hingga kemudian saat benar-benar dibuka dan berjalannya hari situs-situs teman-teman ini masih bisa di buka, tapi ada komplain bahwa situs itu masih ada internet positifnya, masih diblokir. Hingga kemudian berganti menjadi domain.co.
 
Ini yang menurut saya perlu kita tanyakan kepada pemerintah, selaku yang mencabut blokir ini. Apakah memang dicabutnya blokir ini sudah merata kepada semua situs, atau memang ada beberapa hal yang masih kurang di dalam kebijakan mereka, ini yang kamu harapkan pihak Kominfo untuk benar-benar mencabut konten pemblokiran itu terhadap beberapa media Islam.
 
Risda Aulia: Dengan banyaknya kasus seperti ini, lagi-lagi kedzoliman terhadap umat Islam. Mulai dari tokoh utama bahkan sampai media sosialpun ikut menjadi perhatian mereka. Apa agenda besar yang diinginkan pemerintah dengan adanya hal ini?
 
Pizzaro: Saya mengutip Permen 19 tahun 2014 tentang situs negatif yang dikeluarkan Kominfo, ini menarik menurut saya, di pasal 4 Kominfo, semangat dalam Permen ini sebenarnya bagus, semangat untuk memberantas situs pornografi, bahkan di pasal 4 dikatakan situs yang bermuatan konten negatif ialah pertama pornografi, kedua kegiatan ilegal lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 
Di sini tak ada konten radikalisme, dan ayat B ini sangat erat sekali, apa yang dimaksud dengan kegiatan ilegal? Padahal situs-situs yang diblokir itu memiliki badan hukum pers yang resmi, kalau kita mengacu pada UUD nomor 40 tahun 99, itu tidak boleh diblokir. Karena mereka diakui haknya untuk melakukan kebesan berpendapat untuk menyampaikan informasi.
 
Risda Aulia: Artinya ada pelanggaran perundang-undang seperti itu pak?
 
Pizzaro: Ya jelas ada pelanggaran perundang-undang, karena lemah dalil dari Kominfo, kemudian itu dicabut oleh mereka, dan ini yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama agar ke depannya pemerintah tidak ceroboh, dan harusnya melakukan permintaan maaf, karena sudah menyalahi perundang-undang yang sudah mereka buat sendiri. 
 
Risda Aulia: Apakah ada upaya untuk menempuh jalur hukum dengan adanya hal tersebut?
 
Pizzaro: Sejak awal teman-teman media Islam ingin melakukan tindakan hukum, hingga kemudian kami mencoba berdialog, berdiskusi dan kami berprasangka baik kepada Kominfo dalam pemblokiran situs Islam ini, untuk kita tidak menempuh prosedur hukum, tapi bukan tidak mungkin ini akan kami lakukan ketika melihat pencabutan blokir ini, dikatakan Kominfo dilakukan dengan pengawasan, artinya ini bukan tidak mungkin berpotensi untuk diblokir kembali.
 
Risda Aulia: Jadi ke depan juga akan berpotensi akan diblokir kembali, begitu pak?
 
Dan kemudian bagaimana tanggapan masyarakat pasca ada pemblokiran itu?
 
Hardiansyah: Tentu yang jelas pembaca-pembaca media Islam yang selama ini, mungkin hitungannya 1000 atau 2000 viewers seharinya, ini sekarang meningkat 2 dan bahkan beberapa kali lipat dari sebelumnya dengan adanya pemblokiran di media Islam ini. 
 
Jelas sekali ketika opini-opini positif yang dikembangkan oleh media-media Islam kepada masyarakat, lalu mereka tidak mendapatkan suplement itu, otomatis mereka merasa tidak nyaman. 
 
Saya mengutip PA dan PR dengan pernyataan Allah dan pernyataan Rosul tentang bagaimana mereka dalam hal ini dalam surat As-Saff ayat 8-9. Di ayat ini jelas, kita sudah terblokir dalam ayat ini kata kerja orang-orang yang tidak menyukai Islam itu menggunakan Present Continuous Tense terus menerus, artinya ketika kami pernah diblokir memungkin sekali, karena di situ kerjaan mereka senantiasa akan selalu memadamkan cahaya Allah. 
 
Mungkin saja nanti kelak cuma alasan mengajak orang salat berjamaah sudah masuk radikal.
 
Risda Aulia: Jadi tampakkanya dakwah teman-teman media Islam ini akan terus mendapatkan tantangan ke depannya, apa yang menjadi penguat teman-teman media islam, akan terus aksis dengan hal ini.
 
Pizzaro: Sebetulnya sejak lama kita sudah memprediksi bahwa pemblokiran ini akan terjadi. Saya sendiri sudah mendengar satu bulan sebelum pemblokiran ini memang ada informasi, kalau akan ditutupnya media-media Islam. Tetapi yang membuat kita terkejut ialah penutupan ataupun pemblokiran ini tidak dilakukan dengan diskusi, dialog, klarifikasi dan verifikasi. 
 
Sebenarnya ini dari Komunikasi dan Informasi, tapi yang kami lihat pendekatan informatif dan komunikatif ini justru tidak dilakukan pada kami, padahal amanat UUD seharusnya ada verifikasi, ketika kami dituduh radikal, harusnya dilihat dulu betul tidak ini radikal, dan ini tidak dilakukan. Maka dengan definisi radikal yang sangat fleksibel ini, yang bisa menjerat siapa saja, kami khawatir kejadian-kejadian seperti ini akan terulang kembali.
 
Tentu kami tidak mengharapkan hal ini. Maka dari itu kami berharap pihak pemerintah untuk cermat dan teliti ketika ingin memberikan stempel radikal kepada situs, tidak hanya situs Islam, situs-situs apa saja. Menurut saya ini merupakan peran dan pr penting bagi pemerintah.
 
Risda Aulia: Berbanding terbalik ketika kemudian situs-situs pornografi dan juga penyebar paham-paham, seperti misalnya komunis dan sepertinya tidak ditanggapi.
 
Pizzaro: Itu yang kami dan pihak DPR pertanyakan ketika melakukan audiensi dengan BNPT, kenapa situs-situs Islam yang selama ini berperan besar bagi umat Islam, memberikan konten dakwah, memberikan konten moral, menjaga moral masyarakat itu justru diblokir. Tetapi situs porno dan ada lagi sekarang situs PSK online, itu dibiarkan begitu saja tanpa disentuh sama sekali, maka kami bertanya ada apa dibalik ini semua.
 
Hardianyah: Tentu juga situs Syiah.
 
Risda Aulia: Pr besar dari pemerintah, tidak hanya situs Islam tapi yang terus jadi perhatian besar adalah situs-situs yang mengkapanyekan tentang komunis, pornografi bahkan juga situs-situs yang mengajarkan paham sesat seperti Syiah.
 
Pizzaro: Sebenarnya media-media Islam ini bukan memusuhi Syiah, tetapi hanya memberitakan beberapa kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh ajaran-ajaran Syiah, beberapa penyimpangan-penyimpangan. Karena media-media Islam ini berpahaman Ahlusunnah Wal Jamaah, dan kami menginduk pada fatwa ulama di MUI, kemudian di MUI Jatim dan sebagainya yang sudah menegaskan Syiah menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
 
Memang yang saya lihat beberapa kriteria-kriteria yang ditulis oleh BNPT itu sering sekali memang, saya bukan menuduh Syiah yang ada dibalik ini semua, tetapi kata-kata ini Familiar sekali dilakukan oleh Syiah, seperti istilah takfiri, orang -orang yang selama ini mengkritisi ajaran Syiah yang kemudian meluruskan ajaran Syiah seringkali disebut-sebut sebagai gerakan takfiri.
 
Padahal yang selama ini melakukan upaya pengkafiran kepada sahabat nabi dan beberapa istri nabipun ini dilakukan oleh orang Syiah. Kemudian ketika ada salah seorang wartawan media mainstream bertanya kepada kepala BNPT pak Saud Usman Nasution tentang apa latar belakang diblokirnya media Islam ini?
 
Pak Usman sempat mengatakan karena media-media Islam ini melakukan upaya kebencian kepada ajaran Syiah dan Ahmadiyah.
 
Ini yang menurut kami agak keliru yang dipahami pak Saud Usman, seperti yang sudah kami singgung bahwa, kami menulis berita tentang Ahmadiyah karena laporan dari masyarakat, fatwa dari ulama. Di media-media Islam ini di JITU sendiri kami punya kode etik untuk tidak beropini dalam pemberitaan, maka yang kami tulis pure dengan pemahaman dari para ulama yang dari MUI, Muhammadiyah bahkan hadratus syaikh kh hasyim asy'ari, ini sudah jelas menjelaskan tentang Syiah itu sndiri.
 
Maka kami khawatir kata pak Mustofa media-media Islam ini punya satu kesamaan, karena ada satu media Islam yang jelas-jelas kerjasama dengan BNPT pun diblokir juga, maka ada analisa bahwa media-media islam itu punya satu kesamaan yaitu sering sekali dalam beberapa pemberitaannya memang mengkritisi ajaran-ajaran Syiah, yang selama ini melakukan penodaan agama terhadap ajaran Islam.
 
Kemudian setelah ditanya oleh salah seorang pimplet agama Islam bahwa kami kerjasama dengan BNPT kenapa juga diblokir bahkan pimpletnya mengatakan "bapak kan masih ingat muka saya, kita kan sering kerjasama, " lalu "oiya kamu sebenarnya bukan terkait Isis tetapi kamu sering kali berita-berita di media Islam itu menjelekkan Jokowi".
 
Jadi ini tentu membingungkan, tolong dibedakan, antara mengkritisi Jokowi kemudian mengkritisi beberapa kebijakan negara yang tidak selaras dengan rakyat itu dibedakan bukan dijelek-jelekkan. Ini juga dilakukan oleh media-media mainstream, tetapi kemudian kenapa kesalahannya hanya ditimpahkan ke media Islam ini tidak fair. Kemudian Setelah tidak berhasil menemukan bukti itu, lalu dikatakan lagi, "oiya mungkin kamu enggak, tetapi kamu suka memberitakan tidak tahlilan, tidak maulid".
 
Jadi upaya memanas-manasi umat Islam dengan isu khilafiah ini seringkali dilakukan oleh kelompok Syiah. Bukankah masalah ini sudah selesai tahun 50an. Perbedaaan khilafiah tidak perlu memperuncing masalah Islam dan ternyata upaya-upaya seperti ini kemudian diperuncing lagi oleh negara, ini siapa yang mengadu domba? Apakah kita, atau justru BNPT? Yang mengangkat masalah khilafiah ini.
 
Risda Aulia: Bagaimana ke depannya umat Islam agar bisa membentengi diri, agar media Islam tetap bersatu untuk bisa mendakwahkan Islam itu sendiri?
 
Pizzaro: Pertama-tama kami berterima kasih kepada beberapa elemen-elemen pemerintah, DPR, Komisi III dan Komisi I yang kemarin juga menampung aspirasi kami untuk diusut kepada BNPT, dan khususnya kami berterima kasih kepada para pembaca media-media Islam yang luar biasa sekali dukungannya kepada kami, untuk melakukan hashtag serempak, pengembalian media Islam itu dilakukan mereka tanpa kita koordinasi.
 
Untuk sekarang ini kami mengharapkan dari para tokoh dan alim ulama di Indonesia untuk memperkuat media Islam. Media Islam ini bukan media milik kita tapi milik bersama, maka ukhuwah islamiah inilah yang kami harapkan, agar terus dilakukan oleh ormas-ormas Islam untuk mendukung media Islam.
 
Hardiansyah: Mari kita merapatkan barisan, hindari perbedaan-perbedaan yang sifatnya furu'iyah, di mana nanti kalau terus diperuncing malah menjadi perocehan dikalangan kami. Maka mari perkuat tali persaudaraan kita dan tali ukhuwah kita agar ke depannya kita lebih kompak lagi.         
Editor :
Sumber : Redaksi dakta
- Dilihat 2461 Kali
Berita Terkait

0 Comments