Wawancara /
Follow daktacom Like Like
Senin, 27/04/2015 10:02 WIB
Soal Pemberantasan Teroris

Indonesia Masih Membebek Kepada Amerika

Mustofa Nahrawardaya
Mustofa Nahrawardaya
Masalah teroris nampaknya masih menjadi perhatian terutama masyarakat muslim yang masih banyak mempertanyakan tentang efektifitas pemberantasan teroris. Sebab dalam pemahaman sebagian kalangan umat Islam pemberantasan teroris yang dilakukan oleh Densus 88 dan BNPT, tak murni karena mereka yang tertuduh sebagai teroris adalah benar-benar teroris. Tapi ada juga diantara mereka yang hanya sekedar ustadz yang ingin menegakan syariat Islam. Yang lebih mengecewakan adalah tindakan brutal yang dilakukan terhadap aktivis Islam. Dalam Program sketsa pagi, Risda Aulia dari Dakta mewawancarai Mustofa Nahrawdaya, anggota majelis pustaka dan informasi PP Muhammadiyah sekaligus koordinator Indonesia crime analis, Mustofa Nahnawardaya: Berikut wawancaranya. 
 
Risda Aulia: Bagaimana pemberantasan terorisme dan  radikalisme yang tampaknya banyak aparat yang lagi-lagi bersikap brutal terhadap umat Islam. Apa ini menjadi agenda besar pemerintah saat ini, apakah sebagai diskriminasi terhadap umat islam ?
 
Mustofa Nahrawardaya: Saya melihat Indonesia, "membebek pada Amerika", apapun yang diperintahkan oleh Amerika sejak peristiwa 11 September, Indonesia mengikutinya, Amerika bilang hijau Indonesia  hijau, mereka bilang merah kita juga pilih merah. Termasuk jika mereka bilang harus memerangi terorisme maka kita memerangi terorisme pula.
 
Kalau dulu hakim bilang Islam harus memerangi, maka Amerikapun mengikuti itu dan Indonesia juga melakukan hal yang sama, meskipun tidak diakui dengan terus terang, maka memerangi Islam di Indonesia itu juga dilakukan secara tersembunyi. 
 
Jadi ini sangat memprihatinkan sekali, karena beberapa peristiwa terorisme selalu kita lihat dengan sebuah fenomena yang brutal. Terutama saat pemberantasan itu sangat memprihatinkan sekali, orang ditembak tanpa perlawanan, orang yang sehabis salat ditembak, orangtua yang sedang bersama anaknya ditembak, bahkan yang terakhir "mohon maaf" orang Densus  melakukan penembakan di depan anak-anak, kemudian melakukan penodongan terhadap anak-anak.
 
Tentu hal ini sangat membuat kita miris, karena ini terjadi di negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim.  Jadi perilaku seperti ini bukan typical aparat Indonesia, tetapi ini faktanya adalah terjadi dan ini membuat kita sedih.
 
Pada tahun 2013, ketua umum PP Muhammadiyah saat saya mendampingi beliau, karena kejadian ini sudah berlangsung secara berkali-kali, maka pak Din pernah menghadap dan mendatangi Kapolri yang pada saat itu masih diduduki oleh jabatan Timur Pradopo, dan saya juga ikut dengan membawa sejumlah bukti setumpuk yang hampir 1 meter tingginya. Membawa video kebrutalan anggota densus yang telah menembak warga di Ooso sampai mati, kemudian saat ada 12 orang salah satunya seseorang orang masih hidup yang bisa kami mintai keterangan.
 
Jadi ini betul-betul terjadi, bahkan sampai begitu jauhnya ketua umum Muhammadiyah meminta langsung kepada Kapolri untuk mengevaluasi densus dan juga BNPT, karena memang dua lembaga ini yang kemudian diduga sebagai penyokong terbesar, "mohon maaf" kebrutalan pencegahan maupun pemberantasan radikalisme, tentu ini sangat rancu sekali.
 
Risda Aulia: Kenapa  pemerintah tidak punya keberanian, dan sangat lemah sekali di mata Barat, sehingga upaya pemberantasan terorisme ini justru sangat menakutkan dan merugikan umat Islam?
 
Mustofa Nahrawardaya: Jadi tidak hanya di Indonesia, hampir di seluruh dunia merasa ketakutan kalau tidak mengikuti gaya-gaya Amerika, maka dari itu dalam pemberantasan terorisme maupun opini melalui media kita sangat seragam dengan Amerika maupun dengan negara lain, yang telah "meratifikasi"  terhadap pemberantasan terorisme.
 
Apalagi Indonesia yang masih merupakan negara berkembang, yang pendidikan masyarakatnya belum merata, kemudian di sini pendapatan perkapita masih rendah, perkembangan ekonomi masih lemah. Maka kita masih dikendalikan oleh Amerika dalam hal apapun, termasuk bisnis, jadi kalau kita tidak mengikuti gaya Amerika, maka bisnis kita mungkin sebagian akan tumbang, karena sebagian masih memiliki kaitan-kaitan kerjasama dengan mereka, ada tanda tangan tanda tangan kerjasamanya dengan perusahaan yang ada di sana, dan ini secara tidak langsung mengikat, karena kalau kita melawan keinginan ekonomi mereka, maka sebagian usaha-usaha itu akan diputus, dan mungkin kita tidak akan dibantu lagi. Contoh, pesawat terbang kita tergantung dengan Amerika, kalau kita tidak mengikuti keinginan mereka, nanti spare partnya tak akan dikirim, lalu pesawat kita tak bisa terbang.    
 
Termasuk hibah-hibah yang kemarin, kita terpengaruh, kita ada ketergantungan dengan mereka. Maka dari itu kemarin komisi I menyarankan kalau begitu kita tidak usah hibah-hibahan lagi, karena dengan hibah itu kita menjadi ketergantungan pembelian spare part dan lain sebagainya. Tentu ini secara tidak langsung mengikat, sehingga ini menyedihkan, karena kenapa kita bisa mandiri, kedaulatan kita digadaikan ke negara lain, sehingga kita apa-apa harus mendengar, melihat dan kalau perlu harus menyembah dulu ke sana.
 
Sekarang justru melebar, tidak hanya Amerika. Kita mulai menyebar ke Tiongkok dan Cina. Jadi dugaan dulu orang-orang setelah pilpres mengatakan "nanti kalau Jokowi menang berarti kita dikuasai Cina" dan sekarang terbukti, kemarin di berita-berita nasional disebutkan bagaimana Cina menguasai semua infrastruktur proyeknya. Ini membuktikan bahwa apa yang dulu diduga masyarakat, sekarang betul terjadi dan bukan lagi issue, jadi kita susah payah sekarang, Amerika dan Cina menguasai, bahkan mungkin negara-negara lain akan menguasai kita, maka habislah negara kita.
 
Contoh saja seperti kasus Timur-Timor misalnya merdeka, jadi kalau kita umat Islam menjadi penyokong utama. Dulu ketika umat Islam bertakbir saat Indonesia merdeka, ini sekarang harus ikut tanggung jawab lagi, jangan sampai kita pasrah. Maka kita harus mempertahankan itu, meskipun kita digebukin terus dengan isuue terorisme, maka umat Islam harus tetap berdiri tegas, tidak boleh lemah, kita tetap harus istiqomah, dan kita jangan takut mengatakan jihad, kita ini memiliki negara, kita ini yang dulu yang memerdekakan negara ya umat Islam, bukan agama lain, ini faktanya.
 
Risda Aulia: Bagaimana kemudian bapak melihat masih adanya perbedaan pendapat dan pemikiran di antara umat Islam sendiri, sehingga terkesan ada semacam terpecah belah di Indonesia ini.     
 
Mustofa Nahrawardaya: Kita ini saking besarnya umat Islam, meskipun kita dibilang mayoritas, kita ini sebenarnya minoritas gara-gara kita sering berkelahi itu. Kita sering berkelahi hanya karena perbedaan-perbedaan firqah, perbedaan dalam khilafiah, perbedaan pandangan, perbedaan ormas, perbedaan partai, kita menjadi terpecah belah.
 
Maka umat Islam, meskipun kita dibilang mayoritas sebenarnya kita itu minoritas karena sudah terpecah belah seperti ini, dan saya berharap suatu saat kita akan jadi persatuan Islam se-Indonesia. 
 
Kalau saya lihat misalkan di Indonesia banyak kota yang mencoba bangkit di mana-mana, Bekasi ini salah satunya kota yang saya harapkan menjadi tempat bangkitnya Islam di Indonesia, ini tentu bukan alasan, karena di sini ini pula umat Islam mulai menggeliat, dibanding kota-kota lain Bekasi merupakan epicentrum bagi umat Islam untuk membangkitkan dirinya menjadi besar kembali, ada semangat semoga umat Islam bisa membuktikan diri, menunjukkan ini bahwa kita bersatu.
 
Risda Aulia: Apa kunci utamanya agar umat Islam ini bisa bangkit dan bersatu. Tidak ada perbedaan-perbedaan pemikiran dan sebagainya.
 
Mustofa Nahrawardaya: Kita perlu dewasa, saling percaya. Kita ini tidak saling percaya karena kita digosok-gosok, ada lembaga atau pihak lain yang mencoba menggosok-gosok kita supaya kita tidak rukun. Tentu yang menggosok-gosok ini harus diberantas, selama ini kadang-kadang pemerintah salah langkah, misalkan Isis yang tak pernah menyerang Indonesia, kita pasang disemua sudut anti Isis, padahal faktanya yang menyerang secara fisik itu Syiah, misalkan dikediaman Arifin Ilham itu Syiah bukan Isis, tapi faktanya kita itu dicoba dialihkan ke Isis. Padahal kita ini sedang diserang oleh kelompok-kelompok itu, tapi kenapa kemudian kita menjadi memerangi Isis.
 
Mantan Panglima TNI pak Djoko Santoso pernah mengatakan ini pengalihan isuue soal Isis ini, Isis adanya di Irak, kenapa kita yang berkelahi di Indonesia, ini mantan Panglima TNI bukan saya yang berbicara.
 
Tentu fenomena ini harus kita tangkap betul, umat Islam jangan mudah terpecah belah karena gara-gara isuue Isis dan sebagainya. Kita fokus kepada musuh bersama yang harus kita perangi dan kita harus cegah, semoga Indonesia tidak sama yang terjadi di Suriah, dan seterusnya.
Editor :
Sumber : redaksi
- Dilihat 2278 Kali
Berita Terkait

0 Comments