Nasional / Politik dan Pemerintahan /
Follow daktacom Like Like
Senin, 30/01/2017 16:01 WIB

Kemenag Minta PTKIN Kembangkan Inovasi KUM

Menag Lukman Hakim Syaifudin
Menag Lukman Hakim Syaifudin
JAKARTA_DAKTACOM: Kerjasama Kementerian Agama dan Pemerintah Kanada dalam program Supporting Islamic Leadership in Indonesia (SILE-Project) telah berakhir. Berlangsung sejak 2011 – 2016, SILE-Project berhasil mengembangkan model Kemitraan Unversitas dan Masyarakat (KUM).
 
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk terus mengembangkan inovasi KUM.
 
“Atas nama Menteri Agama, saya menyambut baik inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan ini  karena telah memberi dampak perubahan sosial di masyarakat, seperti  membantu terjadinya transformasi sosial di 16 komunitas mitra yang tersebar di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,” kata Menag dalam sambutannya pada Penutupan SILE-Project di Gedung Kementerian Agama Jakarta, Senin (30/01).
 
KUM dikembangkan dalam rangka mendorong pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Dalam model ini, pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat didesain saling terkait dan saling berkontribusi satu dengan lainnya.
 
KUM didesain fokus pada penguatan kepemimpinan lokal untuk mendorong terwujudnya tatakelola demokratis. Beberapa pendekatan yang telah diperkenalkan  antara lain Service Learning (SL), Community Based Research (CBR), dan Asset Based Community Development (ABCD).
 
Melalui KUM, peguruan tinggi menjalin kemitraan formal dengan  organisasi masyarakat sipil, baik yang berbasis keagamaan, organisasi perempuan, maupun organisasi umum. “KUM  telah membantu PTKIN melakukan civic education dan pemberdayaan masyarakat, dalam rangka mendorong perubahan sosial dan deradikalisasi di masyarakat,” ujar Menag.
 
Menag mengaku, inovasi dan inisiatif ini juga menjadi masukan Kemenag dalam reformasi kebijakan terkait penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini ditandai dengan terbitnya PMA Nomor 55 tahun 2014 tentang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Pada Perguruan Tinggi Keagamaan.
 
“Dengan PMA ini, saya mendorong  seluruh Perguruan Tinggi Keagamaan untuk menerapkan model Kemitraan Universitas dan Masyarakat sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi,” ucapnya.
 
“Di masa depan kemitraan ini perlu diperluas dengan melibatkan multistakeholder yang lebih beragam baik dari unsur pemerintah, dunia usaha, industri, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga-Lembaga Donor, dan Organisasi kemasyarakatan,” tambahnya.
 
Kerjasama Kementerian Agama dengan Pemerintah Kanada dalam bidang pendidikan telah melewati sejarah panjang. Ratusan doktor dalam bidang Islamic Studies serta ilmu-ilmu sosial dan humaniora telah dihasilkan berkat kerjasama yang sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Menag Lukman memberikan apresiasi  tinggi kepada Duta Besar Kanada  atas kerjasama yang terjalin selama ini.
 
“Kiranya program kemitraan dengan Pemerintah Kanada ini terus dapat dikembangkan melalui program-program baru yang lebih inovatif dan progresif,” tandasnya.
 
Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bahtiar menjelaskan, Pemerintah Kanada termasuk negara yang paling konsisten membantu perguruan tinggi Islam sejak tahun 1950.  Setiap periode tertentu, Pemerintah Kanada dengan pemerintah Indonesia mempertahankan pola kemitraan tersebut meski dengan nomenklatur dan fokus yang berbeda.
 
Pada tahun pertama, kerjasama ini terwujud dalam bentuk pemberian beasiswa kepada para dosen untuk studi lanjut, khususnya di Universitas McGill di Montreal. Dalam rentang tahun 1989 – 1999, kerjasama ini mempunyai nama khusus, yaitu Indonesia Canada Islamic Higher Education (ICIHEP).
 
“Sejak 2011 - 2016, program kemitraan difokuskan pada penguatan kepemimpinan lokal muslim dalam program SILE-Project, dengan dana hibah sebesar CDS 13.500.000 dan dana pendamping dari pemerintah Indonesia,” jelas Amsal.
 
Menurutnya, selama 6 tahun, SILE-Project menggarap dua PTKIN, yakni UIN Alauddin Makassar dan UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam implementasinya, telah diperkenalkan beberapa pendekatan community engagement berikut:
 
Pertama, Asset Based Community Development (ABCD). Yaitu, pendekatan pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subyek yang mengetahui  kekuatan,  potensi, dan asetnyauntuk dioptimalkan kemanfaatannya. Dalam pendekatan ini, masyarakat menjadi pemberdayaan dalm mengembangkan kreatifitas dan inisiatif perbaikan.
 
Kedua, Community Based Research (CBR). Yaitu, penelitian bersama masyarakat untuk mengatasi permasalahan. CBR merupakan wujud kerjasama antara insan kampus dengan masyarakat untuk perubahan sosial manfaat keberadaan kampus dapat dirasakan.
 
Ketiga, Service Learning (SL). Yaitu, langkah mentransformasikan mata kuliah yang diajarkan pada perguruan tinggi ke dalam tatanan sosial.
 
UIN Alauddin Makasar dan UIN Sunan Ampel masing-masing menggandeng delapan ormas untuk bersama-sama membangun kesadaran perubahan dengan agenda yang berbeda-beda, antara lain:  kesetaraan jender, clean government, ekonomi, dan kerukunan.  Adapun organisasi yang terlibat antara lain FITRA, WALHI, Maarif NU, dan Muhammadiyah. 
 
“Ke depan, UIN Sunan Ampel dan UIN Alauddin Makassar akan mendiseminasikan pendekatan KUM ini kepada PTKI lainnya,” ujar Amsal.
 
Dikti  telah mendiseminasikan produk SILE seperti panduan teknis tentang CBR, SL, dan ABCD kepada penerima bantuan pengabdian masyarakat. Tahun 2016, sebanyak 191 dosen sudah diperkenalkan metode ABCD dan CBR di luar kedua perguruan tinggi mitra.
 
“Pengenalan CBR, ABCD dan SL adalah jalan mengintegrasikan Tridharma Perguruan Tinggi yang juga bisa digunakan untuk kampanye moderasi Islam dan penanggulangan radikalisme. PTKIN adalah pranata strategis melakukan edukasi dan budaya literasi masyarakat,” tandasnya.
Reporter :
Editor :
- Dilihat 1392 Kali
Berita Terkait

0 Comments