Nasional / Teknologi /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 05/01/2017 10:30 WIB

CISSREC: Pemblokiran Media Tanpa Konfirmasi Terkesan Represif

blokir situs
blokir situs
JAKARTA_DAKTACOM: Banyaknya berita hoax di media sosial membuat Presiden Joko Widodo bergerak cepat dengan menggulirkan program literasi positif di awal tahun 2017 ini. Tidak hanya itu, pemerintah lewat Kemenkominfo secara aktif juga melakukan blokir terhadap portal berita yang dianggap meresahkan.
 
Kominfo sendiri menjelaskan pemblokiran berasal dari usulan Polri maupun BIN, terutama situs yang mengarahkan masyarakat pada tindakan terorisme. Kominfo juga membuka akses Trust Positif, sebuah mekanisme pelaporan yang bisa dilakukan masyarakat langsung.
 
Pakar keamanan cyber Pratama Persadha dalam keterangannya Kamis (5/1) menyambut baik upaya pemerintah dalam meminimalkan tersebarnya konten negatif. Namun dia juga menekankan keterbukaan Kominfo dalam merilis prosedur dan alasan sebuah situs diblokir.
 
“Tentu ini baik, tapi masyarakat harus tetap mendapatkan penjelasan yang proporsional dan jelas. Jangan sampai nanti malah terkesan represif. Apalagi untuk memblokir sebuah situs, terutama portal berita misalnya, perlu juga melibatkan dewan pers, kecuali bila situs yang diblokir memang tidak jelas kepemilikan dan keberadaannya,” terangnya.
 
Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini menambahkan cukup riskan bila blokir-blokir ini tidak disertai hak dari para pemiliknya untuk melakukan penjelasan. Ini berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pemerintah sebaiknya memberikan penjelasan bagaimana tahapan-tahapan dan alasan terperinci pemblokiran, sehingga bisa diterima masyarakat luas.
 
“Pemerintah harus menghindari terjadinya chaos di wilayah cyber tanah air. Menghindarkan masyarakat dari berita hoax sangat baik. Namun jangan sampai karena kurangnya sosialisasi menjadikan ini sebagai area perang baru dari orang-orang yang jago di dunia maya,” jelasnya.
 
Pratama menjelaskan dirinya cukup khawatir bila pemerintah tidak cukup memberi ruang mediasi, akibatnya bisa muncul prasangka buruk yang bisa berakibat saling serang antar peretas, baik menyerang situs berita maupun akun media sosialnya.
 
“Posisi kita juga cukup rawan karena di Indonesia belum ada Badan Cyber Nasional. Jadi bila ada saling retas diantara beberapa kelompok di tanah air, aparat kepolisian praktis akan sangat kesulitan. Karena itu sudah tepat bila Presiden Jokowi memerintahkan segera pembentukan Badan Cyber Nasional,” terangnya.
 
Beberapa kali pemblokiran oleh Kominfo, ada beberapa situs yang secara isi tidak ada kaitan dengan tindakan teroris dan radikal, juga tidak menyebarkan ujaran kebencian. Hal inilah yang ditakutkan terjadi kembali, sehingga sudah sepatutnya pemerintah tetap bijak dan selektif dalam melakukan pemblokiran situs yang dianggap berbahaya.
 
Pratama juga menambahkan pentingnya menghapus berita hoax di mesin pencari seperti Google. Hal ini dilakukan banyak negara, salah satunya Jerman. Berita dan gambar yang dianggap menyesatkan masyarakat tidak hanya diblokir, namun juga dihilangkan dari mesin pencari di internet.
Reporter :
Editor :
- Dilihat 2186 Kali
Berita Terkait

0 Comments