Situs Islam Diblokir, Kemenkominfo Zalim
Kemenkoinfo, memblokir 22 situs Islam dengan alasan karena ke 22 situs Islam itu menyebarkan faham radikalisme. Diantara situs yang diblokir itu adalah Arrahmah.com, Hidayatullah, eramuslim.com, VOA –Islam.com, muslimdaily dan lain-lain. Tindakan itu adalah tindakan yang zalim.
Kalau dilihat dari alasan pemblokiran itu, terasa aneh dan janggal. Sebab pertama definisi radikalisme itu sendiri belum jelas. Radikalisme seperti apa? Apa kalau situs Islam memberitakan peristiwa peperangan di Irak disebut menyebarkan paham radakil? Bagaimana dengan media mainstrim yang memberitakan paham komunis yang sudah nyata-nyata dilarang di Indonesia? Apakah paham komunis itu bukan paham radikal?
Apakah ketika media Islam yang memberitakan penangkapan teroris lewat investigasi reporter di lapangan disebut sebagai paham radikal? Apakah jika reporter memberitakan yang bukan bersumber dari Densus dan BNPT disebut sebagai penyebar paham radikal? Apakah pemberitaan ISIS yang tidak berasal dari BNPT itu yang dimaksud radikal? Semua harus dijekaskan oleh Kemenkoinfo, dengan dasar-dasar yang ilmiah.
Jangan karena alasan ada satu lembaga yang menuding media ini dan itu radikal , lalu kemudian lembaga negara se kelas Kemenkoinfor dengan mudah membredel, memblokir situs-situs Islam.
Sikap itu selain menunjukkan arogansi negara terhadap media, juga sikap mudur kebelakang, sebab di era reformasi ini aneh terdengar ada pembredelan, dan pemblokiran terhadap media oleh pemerintah.
Apakah jika media memberitakan para mujahidin yang berperang di Afghanistan yang tidak dimuat oleh media mainstrim, dapat dikatakan sebagai menyebarkan paham radidakal? Apakah media menganjurkan jihad sesuai peritan Allah di dalam Al-Qur’an dapat dikategorikan radikal? Apakah orang yang menjalankan Islam secara kaffah juga disebut sebagai paham radikal ?
Jika yang dimaksud paham radikal adalah orang yang melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan al Qur’an dan sunnah, maka yang diblokir bukan hanya situs Islam tapi juga penyebaran Al-Qur’an dan Sunnah. Sebab, pemberitaan media-media Islam didasari dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Kedua, pemblokiran itu juga terasa aneh dan tak adil. Karena di satu sisi media-media mainstream, bebas menyebarkan paham apapun, termasuk paham komunis yang telah dilarang di Indonesia. Paham-paham komunis, kapitalis, pluralis, begitu bebas disebarluaskan. Mengapa ketika umat Islam yang mayoritas penduduk di Indonesia ini menyampaikan berita-berita Islam yang kebetulan bertentangan keinginan penguasa lalu, dengan mudah di blokir.
Peblokiran media Islam itu sungguh sangat disayangkan. Sebab selama ini media Islam telah telah menjadi media penyeimbang atas berita-berita yang dimuat media mainstrim, yang sumbernya dari pemerintah. Sementara media Islam memberitakan tak hanya bersumber dari pemerintah. Contoh kasus adalah pemberitaan penangkapan teroris, berita tentang ISIS. Media Islam memuat secara berimbang. Umat islam masih sangat membutuhkan media-medis Islam itu.
Akan sangat santun jika seandainya Kemeninfo, lebih dahulu berdialog dengan pengelola situs, baru bersikap. Sehingga tak terkesan bahwa pemblokiran itu sangat arogan. ***
Editor | : | |
Sumber | : | Ulil Abab |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Kenapa Bekasi Tenggelam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
0 Comments