Wawancara /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 29/03/2015 18:21 WIB

Abdullah Hehamahua: Koruptor Harus Dibuat Jera

Abdullah Hehamahua saat memberitakan narasi pada taklim bulanan Radio Dakta
Abdullah Hehamahua saat memberitakan narasi pada taklim bulanan Radio Dakta

KPK terus dilemahkan. Pelemahan itu dilakukan tak hanya  para koruptor, tapi juga dilakuka institusi seperti di Yudikatif, legislatif maupun eksekutif. Seperti apa KPK mengadapi gempuran pelemahan itu. Untuk itu KPK harus kuat dan pimpinan beserta penyidiknya harus punya integrasi, profesional. Berikut ini wawancara Imran Nasution dari dakta.com, dengan Abdullaah Hehamahua,  saat ia datang ke Radio Dakta di Jl. H. Agusalim No. 77 Bekasi Timur pada acara taklim klosal 23 tahun syukuran dan milad Radio Dakta. Berikut wawancara tersebut.

Imran : Melihat besarnya kasus yang dihadapi oleh kpk, penyidik yang dibutuhkan itu idealnya yang bagaimana

 

Abdullah Hehamahua: sebenarnyakan di KPK itu sudah ada SOPnya adalah orang yang diterima menjadi pegawai KPK itulah yang punya integritas dan yang punya profesional itu saja. Jadi siapa saja, dari kepolisian kejaksaan salah satunya harus profesional dan berintegritas  jika tidak memiliki kedua hal itu tidak akan akan diterima

 

 

Imran : Sampai saat ini KPK masih merekrut penyidik dari kepolisian dan kejaksaan , ada hambatan psikologis tidak saat tersangkanya dari Polri atau Kejaksaan ?.

 

Abdullah Hehamahua:  Itu jelas sekali, karena UUD 32 tentang KPK mengatakan bahwa pegawai negeri yang dipekerjakan  oleh KPK itu,  diberhentikan sementara dari instansi. Karena dalam KPK itu ada 3 jenis pegawai  yaitu pegawai tetap, pegawai negeri yang dipekerjakan dan  pegawai tidak tetap, nah jadi pegawai negeri yang dipekerjakan itu diajak penyidik, auditor nah sementara kalau ada kasus mereka ini dipanggil oleh kepolisian ataupun kejaksaan , padahal UUD mengatakan bahwa ketika menjadi pegawai KPK itu diberhentikan sementara, sehingga tidak boleh ada  kewenangan dari instansi untuk  menginterpensi. Oleh karena itu saya merekomendasikan bahwa pegawai KPK ini cuma 2 jenis, pegawai tetap dan pegawai tidak tetap jadi tidak ada lagi pegawai negeri yang dipekerjakan, sekarang itu pegawai KPK yang pegawai negeri, kepolisian, jaksa , auditor itu punya 2 bos, bos 1 KPK dan Pos 2 di instansi tempat ia berasal, kalau dia macem-macem sama atasannya di KPK kan paling lambat cuma 10 tahun harus ditarik kembali.

 

Imran: Apakah tidak ada kewenangan KPK untuk merekrut auditor ?

 

Abdullah Hehamahua:  Ya bisa saja, sekarangkan sudah ada 25 penyidik KPK sendiri  yang sebelumnya dari  polisi  terus jadi penyidik independen di KPK, jadi KPK itu bisa merekruit penyidik. Dan itu sudah di  rekomendasikan oleh Mahkamah Agung, KPK bisa merekrut dari mana saja untuk dijadikan tim penyidik.  sedangkan kalau untuk jaksa penuntut umum memang  masih agak susah karena harus dari kejaksaan karena  UUDnya seperti itu,  jadi agar independen ya UUD nya yang harus disempurnakan.

 

Imran: tapi kelihatannya setiap ada keinginana untuk merevisi UUD itu selalu ada upaya-upaya untuk melemahkan KPK.

 

Abdullah Hehamahua: Nah itu problem, maka itu kita harus memberikan wewenang yang keras,  bahwa  UUD KPK diamandemen tapi  tidak untuk dilemahkan tapi untuk dikuatkan, jadi,  misalnya ada kewenangan-kewenangan itu tidak dihilangkan tapi ditambah misalnya menghilangkan kewenangan penuntutan, kalau itu dihilangkan,  maka berarti KPK dengan polisi, kalau sama dengan polisi  untuk apa ? kalau begitu mendingan tak usah. Nah kemudian penyadapan itu akan dikontrol oleh pengadilan negeri , dengan ijin pengadilan negeri terus kemudian orang KPK ingin menyadap orang pengadilan negeri dia telephon, ‘pak saya mau menyadap anda, jika seperti itu logikanya bagaimana’

 

Imran:  Terus akhir-akhir ini ada upaya melemahkan KPK  seperti  misalnya penolakan Menkumham soal PP remisi, lalu seperti apa?

 

Abdullah Hehamahua:  Jadi pertama dalam hal ini kita berfikir secara formalistik  dan dalam hal lain kita tidak berpikir formalistik, nah kalau Menkumkan itu alasannya formalistik karena di Menkumham setiap napi punya hak  untuk dapat remisi karena di atur dalam undang-undang, nah itukan yang disebut formalistik . Ada juga yang disebut lex specialis seperti teroris , narkoba seperti korupsi, ini kan lex psecialis,  kemudian ketentuan yang umum itu bisa dieliminasi oleh ketentuan khusus sehingga meskipun napi menurut Menkumham punya hak, tapi untuk koruptor , untuk narkoba  dan teroris itu  harus dipersulit. Bila perlu dihilangkan sehingga dengan begitu maka  ada efek jera, contoh saja ilustrasi seperti ini  kalau dirumah dia tidur di kasur pake Ac , kipas angin, nonton tv,  lalu ada bleck barry (BB) dan HP,  terus  dipenjara juga  tidur juga dikasur kemudian meskipun tidak ac tapi bisa pakai kipas  bisa nonton tv, punya BB dan menggunakan HP ya lalu apa bedanya penjara dengan rumah.

Padahal, hukuman itu salah satunya adalah membuat orang itu menderita, seperti potong tangan itukan derita, sehingga dengan potong tangan itu ada efek jeranya  sehingga dia itu tidak lagi saat tangannya puntung, masyarakat melihat kenapa tangannya puntung  oh berarti dia mencuri, seperti itu jadi tentu saja ada efek jeranya. Namun kalau dipenjara sama saja dengan di rumah terus apa yang diperoleh efek jeranya oleh dirinya dan oleh masyarakat ya seperti itu, jadi Menkumham itu hanya melihat dari formalitas korupsi itu kejahatan luar biasa

 

Imron: lalu yang saya lihat ada usulan impress tentang 70 persen posisi kpk itu untuk pencegahan dan hanya 25 persen itu malakukan tindakan, nah hal itu sudah terbit inpres atau masih dalam wacana?

 

Abdullah Hehamahua:  Saya pikir itu masih dalam wacana, tapi satu hal yang perlu diingat bahwa inpres itu, inpres apa saja tidak mengikat KPK, karena KPK bukan lembaga pemerintah  KPK itu lembaga negara  nah impress  itu adalah internal pemerintah  jadi intruksi presiden kepada lembaga pemerintah, kejaksaan juga dan seterusnya itu, KPK bukan lembaga pemerintah jadi inpres tidak mengikat kalau misalnya PP baru mengikat, maka oleh karena itu terserah saja dia mau inpres kepada siapa saja, tapi tidak mengikat

 

Imran:  Tapi  PP mengikat sekali

 

Abdullah Hehamahua : trus PP 70 persen pencegahan 30 persen penindakan  itu harus dirujuk kepada UUD KPK karena menyebutkan 5 tugas KPK  yaitu koordinasi supervise,  penindakan, pencegahan, monitoring kalau misalnya yang koordinasi supervisi itu ada pencegahan dan ada penindakan kemudian pencegahan ya pencegahan, penindakan ya penindakan  kemudian monitoring itu pencegahan memperbaikan sistem dan seterusnya jadi jika sepanjang itu tidak bertentangan dengan UUd yang ada bisa saja  tapi kalau misalnya  untuk inpres yaitu silahkan saja.

 

Imran: ya kembali lagi kita melihat betapa besarnya masalah KPK ini , untuk sumber daya manusianya  khususnya  untuk penyidikan, idealnya berapa penyidik  yang dibutuhkan? ada gak tergambar tentang hal itu?

 

Abdullah Hehamahua: contoh saja Malaysia itu penduduknya ... juta penyidiknya 1.500 berarti kan 10 kalilipat penduduk Malaysia. sementara penyidiknya saja cuma 70 lebih, kalau saya paling sedikit ya 5000 lah untuk penyidik. Menurut SOP di KPK paling banyak menangani kasus setiap 3 bulan 1 kasus dan itu berkualitas.  Ada penyidik yang sampai 11 tahun ada yang 8, 7  jadi itu merupakan beban yang berat, karena itu kalau ada orang bilang, ada perkara yang bertahun-tahun tak tertangani,   ya karena memang penyidiknya hanya 75 orang, lalu untuk sementara bicara tentang UUD kalau misalnya jaksa KPK menyerahkan berkas  kepengadilan Ttipikor maka menurut ketentuan  harus 90 hari sudah dapat di putus kalau dilihat 90 hari bisa putus, jadi ketika jaksa KPK sudah mengirim berkas kepengadilan harus dicek dahulu kesiapan pengadilan SDMnya, karena kalau hakimnya sakit  itu bisa diganti oleh hakim dari yang lain, karena jika hal itu terjadi sidang tak bisa berjalan karena tidak ada penggantinya  kareana jumlahnya sangat terbatas  di Indonesia, maka dari itu harus di cek sumber daya manusianya di pengadilan tipikor

 

Imran: Apa sulitnya KPK khususnya mencari penyidik ini?

 

Abdullah Hehamahua: ya Kualitas Indonesia harus ditingkatkan agar tak sembarangan masuk KPK. Karena SDM di Indonesia itu 0,671, rangking 6 di Asia tenggara,  kita belum masuk yang terjelek 1 dan terbaik 10 dan kita belum masuk terjelek. 

 

Imran:  Jadi ini persoalan regulasi atau keterbatasan anggaran

 

Abdullah Hehamahua:  Jadi bukan persoalan regulasi tapi juga kualitas SDM  contoh 2007 KPK perlu 100 pegawai baru  yang daftar 29.000 orang dan yang lulusan cuma 45 terus  diseleksi tinggal 28 .  Taahun 2010, daftar lagi 39.000 orang yang lulus cuma 91, menurun cuma 16.000 lebih karena ada kasus...takut masuk KPK  dan itu yang lulus 45 orang  2005.

Kejaksaan Agung mengirim 45 jaksa terbaik diseluruh indonesia  untuk di tes di KPK yang lulus cuma 4 orang 19 sarjana ekonomi dan sarjana hukum UI yang baru lulus 2004 itu seleksi KPK cuma 3sampai 5 orang yang lulus, itu saja merupakan lulusan UI apalagi yang ada dipedalam Sumatera, pedalaman Kalimantan, Papua

 

Imran: persyaratan yang seperti apa untuk hal ini?

 

Abdullah Hehamahua: Integritas profesional , 45 Jaksa terbaik d Indonesia, pernah ada posisi untuk direktur penuntutan di KPK dan 30 lebih dikirim dan tak ada satupun yang lulus, atau misalkan ditahun  2005 rekrut pertama penasihat  dari berapa ratus  cuma ada 4 orang dan rekrut lagi gelombang kedua dan tak ada yang terpilih

 

Imran: sesulit apa  peresyaratan integritas

Abdullah Hehamahua:  Integritas itu ada 6 pila, r jujur, komitmen, konsisten, objektif,berani mengambil keputusan dan siap menerima resiko dan terakhir disiplin dan tanggung jawab. Jika salah satu tak terpenuhi ya tak lolos.***   

       

 

Editor :
Sumber : Ulil Albab
- Dilihat 2306 Kali
Berita Terkait

0 Comments