Sebanyak 12 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat dikabarkan hilang di Turky, lalu diduga ikut bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah tiba di Indonesia.
Tibanya 12 WNI itu dibernarkan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta, Kamis malam.
Menurut informasi yang dihimpun, WNI terduga ISIS tiba di Jakarta sekitar pukul 20.00 WIB.
Mereka mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, dan langsung dan ISIS langsung dibawa ke Mabes Polri untuk diproses lebih lanjut.
Kini ke 12 WNI itu masih diperiksa Mako Bribom Kelapa Dua Depok.
Perlakuan pemerintah kerhadap ke 12 WNI ini terasa ‘ada ketidakadilan’. Mereka diburu, ditangkap, lalu diinterogasi, bahkan ditahan.
Praktisi Hukum Mahendradata, SH.MH, menilai tidak ada alasan pemerintah untuk menahan pendukung ISIS, karena tidak ada payung hukumnya. Sebab mereka tak bisa dikatakan sebagi teroris karena sesunguhnya mereka tidak melakukan teror. Mereka hanya ingin bergabung dengan ISIS.
Oleh karena itu, mereka tak dapat disalahkan apalagi ditangkap dengan menggunakan UU anti teroris. Sulit diterima akal sehat jika niat orang untuk pindah WNI malah dijebloskan ke penjara, dan diadilai. Bagaimana mengadili niat? Katanya dengan nada bertanya.
Apa yang diungkapkan Mahendradata itu semakin meyakinkan kita bahwa pemerintah telah berbuat zalim kepada WNI yang akan mengubah kewarga negaraannya.
Kalau alasan pemerintah untuk memburu dan menangkap pendukung ISIS karena mereka ingin pindah warga negara, bukankah sejak dulu banyak WNI pindah warga negara tak menjadi masalah?
Ada yang pindah warga negara menjadi warga negara Jerman, Belanda, Prancis, Inggris, Rusia, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat. Bahkan orang yang pindah ke Amerikan dan menjadi tentara di sama, pemerintah tak persoalkan. Bakan ketika WNI yang sudah menjadi warga Negara Amerika dibang-banggakan.
Lalu apa bedanya dengan WNI yang mau pindah warga negara karena berbagai alasa seperti; merasa sebagai warga negara tak dapat melaksanakan Syariat Islam secara kaafah, terutama pada pelaksanaan hukum hudud, lalu ia mencari tempat dan berhijirah ke wilayah yang dapat melaksanakan syariat Islam secara kaafah.
Apakah salah kalau ada WNI yang merasa di Indonesia ia diburu, dikejar-kejar, diteror oleh negara, lalu kemudian ia mencari negara lain untuk berganti warga negara?
Bukankah, pemerintah sering mengancam mereka yang tak sejalan dengan pemerintah terutama soal pelaksanaan syariat Islam, untuk mengusir dan menyuruh mereka agar mencari negara lain yang bebas melaksanakan syariat Islam.
Zalim namanya, ketika pemeritah memburu, mengejar, menangkap, menginterogasi, dan menahan mereka hanya dituduh sebagai kelompok radikal, garis keras, mendukung ISIS, fundamentalis, tapi ketika mereka mau meninggalkan Indonesia karena tak nyaman lagi sebagai WNI, malah pemerintah menangkap mereka.
Ingat! Sikap pemerintah seperti itu telah diungkapkan Allah dalam surat Al Anfal ayat 30.
“ Dan ingatlah, ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya, dan Allaah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik baik pembalas tipu daya.***
Editor | : | |
Sumber | : | Ulil Albab |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Kenapa Bekasi Tenggelam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
0 Comments