Tanpa Kenaikan Pendapatan, Iuran Tapera Ancam Konsumsi Rumah Tangga Masyarakat
DAKTA.COM - Kewajiban untuk membayarkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mengancam konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia, kalau tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
"Iuran Tapera wajib, artinya suka atau tidak suka, masyarakat yang telah memenuhi persyaratan harus membayar iuran tersebut. Iuran ini berdampak kepada masyarakat Indonesia terutama yang menjadi peserta, dalam bentuk pengurangan konsumsi rumah tangga," jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.
Adanya Tapera dan tidak bertambahnya pendapatan masyarakat dipastikan akan mengurangi konsumsi rumah tangga. Kondisi ini bisa lebih buruk jika inflasi dalam negeri tidak dikontrol.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 54,93% terhadap PDB Indonesia di triwulan tahun 2024. Dengan kata lain, iuran Tapera ini akan memangkas konsumsi masyarakat dan berdampak juga pada PDB Nasional.
Diketahui, lebih dari 50% pengeluaran rumah tangga masyarakat Indonesia adalah keperluan konsumsi pangan. Jika ada pengurangan konsumsi sebagai efek dari Tapera, maka pengurangan akan terjadi pada sektor pangan. Hal ini, dalam jangka panjang, dapat memengaruhi asupan nutrisi masyarakat jika terjadi pengurangan konsumsi.
Walaupun sebagian besar pangan diproduksi secara domestik, Indonesia juga masih bergantung pada ketersediaan pangan global. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan strategis yang tidak diproduksi secara mandiri di dalam negeri.
Misalnya saja komoditas bawang putih, kedelai, gandum, dan juga daging sapi. Kenaikan harga global bisa berdampak pada inflasi dalam negeri dan hal ini berpotensi besar mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsinya.
Pengurangan konsumsi makin berkurang jika inflasi terjadi bersamaan dengan pemberlakuan iuran Tapera.
Untuk mencegah berkurangnya konsumsi rumah tangga, Hasran merekomendasi beberapa hal. Pertama adalah mengganti kepesertaan Tapera dari wajib menjadi opsional, yang berarti masyarakat dapat memilih untuk menjadi peserta atau tidak, tergantung kebutuhannya masing-masing.
Dengan cara ini, masyarakat akan lebih leluasa dalam mengatur pendapatannya termasuk mengatur alokasinya ke pengeluaran konsumsi.
Kedua, pemerintah perlu memastikan keterjangkauan harga pangan dalam negeri. Hal ini, salah satunya, dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas pertanian melalui penanaman modal asing (PMA) di sektor ini.
Banyaknya PMA masuk ke sektor pertanian, memungkinkan adopsi teknologi pertanian yang lebih mutakhir dan bibit unggul. Keterjangkauan harga pangan dalam negeri juga dapat ditempuh dengan memperjelas dan mempermudah regulasi impor pangan.
“Ketersediaan pangan akan menekan inflasi dan dapat mengurangi dampak pengurangan konsumsi yang sangat mungkin terjadi akibat kewajiban iuran Tapera,” tambahnya.
Reporter | : | Warso Sunaryo |
- Dewan Media Sosial Berpotensi Ancam Kebebasan Berbicara dan Berekspresi
- Penipuan di Ranah Keuangan Digital Marak, Pemerintah Perlu Dorong Kebijakan yang Adaptif Dalam Kelola Keamanan dan Ketahanan Siber
- Lembaga Penyiaran dan Mahasiswa didorong Untuk Berperan Aktif Dalam Pilkada 2024
- Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa: Youtuber dan Selebgram Wajib Zakat
- Hasil Ijtima Ulama, Hewan Ternak yang diberi pakan campuran darah babi Tidak Boleh Disertifikasi Halal
- Aurora Punya Banyak Warna, Apa Penyebabnya?
- Temukan Penyimpangan, Kemensos Bakal Update DTKS untuk Bansos Tiap Bulan
- Polisi Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Siswa STIP Tewas Dianiaya
- Mahasiswa STIP Cilincing Tewas Usai Saluran Pernapasan Tertutup
- DKI Berubah Jadi DKJ, 3 Juta KTP Warga Jakarta Bakal Diganti Tahun Ini
- UMKM Batik Dinilai Memerlukan Ekosistem yang Kondusif di Pasar Digital
- Wisatawan China Jatuh ke Jurang Saat Foto di Kawah Ijen, Menparekraf Beri Imbauan Tegas
- Usai Putusan MK, Istana akan Siapkan Proses Transisi ke Prabowo-Gibran
- 23.000 Visa Jemaah Haji Reguler Indonesia Sudah Terbit
- MK Tolak Gugatan Pilpres yang Diajukan Ganjar-Mahfud
0 Comments