Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 28/11/2023 06:00 WIB

Pentingnya Strategi Pelonggaran Ekspor Nikel Mentah Secara Bertahap

NIKEL
NIKEL

DAKTA.COM - Pemerintah perlu merancang strategi pelonggaran ekspor nikel mentah secara bertahap. Ketika iklim investasi sudah terbentuk, investasi yang masuk sudah cukup banyak, dan efisiensi dalam produksi nikel olahan sudah tercapai, maka kebijakan larangan ekspor sebaiknya mulai dilonggarkan secara perlahan.

“Pemerintah perlu mempersiapkan strategi pentahapan dalam melonggarkan ekspor nikel mentah. Tujuan awal dari adanya pelarangan ekspor adalah agar bahan baku tersedia sesuai yang dibutuhkan industri. Selain itu, pelarangan ekspor juga ditujukan untuk menstimulasi perusahaan tambang saat ini untuk membangun smelter. Dengan kata lain maka tujuan utama dari adanya kebijakan ini adalah memaksimalkan penyerapan investasi,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.

Hasran melanjutkan, pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali rencana larangan ekspor komoditas timah, tembaga, dan bauksit. Rencana tersebut tidak akan berhasil seperti halnya pada komoditas nikel karena kapasitas produksi Indonesia relatif kecil. 

Apalagi, tren permintaan pasar pada komoditas-komoditas tersebut tidak akan sama potensialnya dengan nikel yang ditopang oleh geliat pasar kendaraan listrik. Pelarangan ekspor ini juga dijadikan signal untuk investor barang turunan nikel seperti baterai kendaraan listrik, bahwa bahan baku yang mereka butuhkan akan selalu tersedia secara melimpah dalam negeri. 

 

Ini juga berarti bahwa rencana pemerintah untuk memperluas cakupan pelarangan ekspor ke komoditas lain seperti bauksit, tembaga, dan timah menjadi tidak ideal. Larangan ekspor pada komoditas tersebut tentu saja tidak akan semulus komoditas nikel karena kapasitas produksi Indonesia masih terlalu kecil untuk komoditas-komoditas tersebut. 

 

Walaupun demikian, kebijakan proteksionis seperti pelarangan ekspor tidak akan ideal jika dipertahankan dalam jangka waktu lama. Pembangunan smelter akan membutuhkan investasi yang sangat besar yang bersumber dari investasi asing. 

 

Apabila ini terus berlanjut maka peningkatan nilai tambah domestik yang dihasilkan dari hilirisasi hanya akan dinikmati oleh para investor asing. 

 

Di sisi fiskal dan penerimaannya, Indonesia tidak bisa terus menerus kehilangan pemasukan dari pajak ekspor nikel mentah. Apalagi,Indonesia telah memberikan insentif berupa potongan atau pengampunan pajak bagi investor di industri turunan nikel yang pada akhirnya mengurangi penerimaan pajak penghasilan. 

 

Dengan menggeliatnya trend kendaraan listrik dalam beberapa tahun ke depan, kebutuhan bahan baku bijih nikel juga akan semakin tinggi. Di saat seperti ini, harga nikel mentah dunia akan merangkak naik. 

 

Apabila ekspor masih dilarang maka dalam jangka panjang, produsen tambang dalam negeri akan kehilangan produsen surplus akibat tidak bisa menjual nikel di pasar internasional pada harga yang lebih tinggi. 

 

Dari sisi tenaga kerja, hilirisasi yang dibarengi dengan larangan ekspor kemungkinan besar tidak akan maksimal dalam menyerap tenaga kerja baru. Hal ini hanya mengalihkan tenaga kerja dari sektor yang memiliki nilai tambah rendah seperti pertambangan ke sektor yang bernilai tambah tinggi seperti industri-industri hasil olahan nikel. 

 

Dalam hal ini, ekspektasi mengurangi pengangguran dengan pelarangan ekspor perlu dipertanyakan.

 

Untuk mendorong hilirisasi yang lebih masif, pemerintah melarang ekspor nikel mentah dan mewajibkan agar bijih nikel tersebut diolah terlebih dahulu sebelum akhirnya diekspor. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat menghasilkan produk turunan nikel yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. 

 

Hilirisasi nikel itu sendiri membutuhkan pembangunan smelter yang sangat mahal dan membutuhkan investasi yang sangat besar. Hingga 2024 nanti, total investasi yang dibutuhkan untuk membangun 30 smelter nikel baru adalah sebesar USD 7,61 miliar.

 

Layaknya kebijakan proteksionis lainnya, pelarangan ekspor yang diterapkan oleh Indonesia menuai kecaman global terutama dari negara-negara yang bergantung pada pasokan nikel Indonesia. Saat ini, Uni-Eropa telah menggugat Indonesia melalui forum WTO.

 
 
 
 
Sumber : CIPS
- Dilihat 905 Kali
Berita Terkait

0 Comments