Gizi Seimbang dan Keragaman Pangan Kunci Turunkan Angka Stunting
JAKARTA, DAKTA.COM - Gizi yang seimbang dan keragaman konsumsi pangan merupakan salah satu cara untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Stunting merupakan permasalahan gizi yang, jika tidak diatasi, bisa membawa kerugian secara ekonomi dalam jangka panjang, seperti kegagalan dalam menuai bonus demografi,” tegas Head of Agriculture Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar 24,4% pada 2021. Jumlah ini menunjukkan perbaikan mengingat prevalensi stunting di 2020 yang sebesar 26,92%.
Walaupun demikian, angka ini masih tetap tinggi. Untuk itu, dibutuhkan intervensi secara holistik untuk menurunkan angka stunting.
Penyebab langsung dari stunting adalah gizi buruk (kekurangan nutrisi dari makanan) dan infeksi berulang yang menyebabkan gangguan asupan, penyerapan, atau penggunaan nutrisi makanan oleh tubuh selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak, berdasarkan definisi WHO. Sangat penting untuk memastikan kecukupan nutrisi bagi ibu hamil karena dapat mengurangi risiko stunting pada anak.
Pola makan sehat dengan nutrisi yang beragam juga membantu mencegah stunting dan terkena penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan kanker. Anak-anak dengan pola makan beragam memiliki peluang 83% lebih rendah untuk mengalami stunting (Ahmad et. al, 2018).
Sayangnya, pemenuhan gizi yang seimbang ini belum didukung oleh kebijakan yang kondusif. Penelitian terbaru CIPS yang berjudul “Policy Barriers to a Healthier Diet: The Case of Trade and Agriculture” menunjukkan bagaimana kebijakan perdagangan dan pertanian Indonesia justru secara tidak langsung menghalangi masyarakat dari pola makan yang lebih sehat.
Kebijakan perdangan yang dipenuhi hambatan non-tarif seperti perizinan impor/ekspor dan pembatasan kuantitatif (kuota) dapat menambah harga pangan dalam negeri dan biaya impor ke Indonesia.
Akhirnya, biaya tambahan ini dibebankan kepada konsumen, termasuk mereka yang berpenghasilan rendah, dan membuat pola makan sehat menjadi tidak terjangkau.
Indonesia mengalami inflasi bulanan sebesar 0,61% di Juni 2022 lalu dan inflasi tahunan tertinggi dalam lima tahun sebesar 4,35% (BPS, 2022), yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan, energi, dan kondisi cuaca yang tidak stabil.
“Harga makanan berkontribusi pada lebih dari tiga perempat total inflasi bulanan dengan cabai, bawang merah dan telur sebagai kontributor tertinggi,” tambahnya.
Food Monitor CIPS melaporkan bahwa harga gula, beras, dan kedelai Indonesia masing-masing 55,68%, 38,36%, dan 15,94% lebih mahal daripada harga internasional untuk komoditas-komoditas tersebut sepanjang tahun 2021.
Penelitian CIPS merekomendasikan perlunya koordinasi antar-kementerian maupun lembaga untuk menyelaraskan kebijakan dan kegiatan terkait pangan dan gizi, di mana pemerintah perlu lebih fokus pada peningkatan akses terhadap pangan yang lebih beragam.
Dalam hal ini, dokumen strategi pangan dan gizi, seperti Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) sudah mencantumkan koordinasi multi-stakeholder. Namun, RAN-PG belum mengamanatkan evaluasi atau tinjauan sistematis terhadap berbagai kebijakan terkait pangan dan gizi.
Misalnya, RAN-PG seharusnya mengamanatkan tinjauan sistematis kebijakan pertanian (di bawah Kementerian Pertanian) untuk mengatasi dampak program-program yang condong terhadap produksi padi seperti Food Estate, subsidi pupuk, bantuan pangan, dan swasembada beras.
Tinjauan dan evaluasi diperlukan untuk melihat efek berbagai kebijakan dan program tersebut terhadap pemenuhan gizi yang beragam dari sumber pangan selain pangan pokok.
Kebijakan pertanian dan perdagangan harus menghindari insentif dan investasi yang bias terhadap produksi beberapa tanaman pokok saja.
“Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi secara berkala mengenai kebijakan hambatan non-tarif yang diterapkan pada perdagangan pangan untuk melihat dampaknya. Kebijakan yang menghambat akses masyarakat pada pangan bergizi dan beragam perlu dihilangkan,” tegasnya.
Sumber | : | CIPS |
- BPJS Kesehatan Luncurkan Loket Pelayanan Informasi dan Portal Quick Response
- PT. Andalan Furnindo Gelar Penyuluhan Stunting di Desa Segara Makmur, Tarumajaya
- Akselerasi Percepatan Viral Load dalam Penanganan HIV
- Peduli Diabetes, RS Siloam Sentosa Bekasi Timur Gelar Senam Hingga Seminar Kesehatan
- Kenali Bahaya Penyakit DBD dan Penanganannya
- Kelola Dana Amanat, BPJS Kesehatan Gelontorkan Klaim 113,47 Triliun
- Bantu Stimulus Belajar Berjalan Si Kecil, Keunggulan SAP Diapers dengan Promo Menarik di Bulan Juni
- Wakil Presiden RI Berikan Penghargaan Pemda Berstatus Universal Health Coverage
- Klaim Jus Jambu Dapat Obati Demam Berdarah Dengue, Ini Penjelasan dari Ahli
- Industri Farmasi Indonesia Perlu Beralih ke Industri Berbasis Inovasi
- Ahli Gizi Ingatkan Pencegahan Stunting Dilakukan Sejak 1.000 HPK
- Benarkah Minum Air Rebusan Kayu Manis Bisa Turunkan Kolesterol ??
- 3 Masalah Kesehatan Mengintai Orang Malas Minum
- Hati-hati, Gejala Covid-19 Ini Sering Kali Tak Disadari
- Kasus Gagal Ginjal Akut, Bareskrim Buru Pemilik Perusahaan Pemasok Bahan Kimia Obat Sirop
0 Comments