Gempa Cianjur dan Potensi Bencana Angkat Urgensi Pendidikan Resilien
JAKARTA, DAKTA.COM - Gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, kembali mengangkat urgensi pendidikan resilien di Indonesia. Sebagai negara yang berisiko tinggi terkena bencana alam, sistem pendidikan yang resilien sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
"Posisi Indonesia yang rentan terhadap bencana alam membuat opsi pembelajaran campuran luring-daring (hybrid learning) perlu dipertimbangkan. Sayangnya, pelaksanaan pembelajaran ini sulit dilakukan di semua daerah secara merata akibat kendala tidak meratanya infrastruktur, seperti listrik, jaringan telepon dan internet yang memperlebar jurang kesenjangan pendidikan," terang Head of Education Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira.
Latasha menjelaskan, skema pembelajaran tatap muka-daring (hybrid learning) juga dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mempersiapkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih resilien dan tahan bencana. Skema ini juga diharapkan dapat mengakomodir keragaman situasi dan kondisi lanskap pendidikan di Tanah Air.
“Sistem pendidikan nasional perlu dirancang untuk lebih resilien terhadap ancaman bencana dan pandemi menunjukkan urgensi untuk mempersiapkan hal tersebut. Untuk itu pelaksanaan hybrid learning bisa jadi opsi untuk pemerintah belajar dari berbagai evaluasi pembelajaran jarak jauh yang sudah dilakukan,” tambahnya.
Ia menambahkan, hybrid learning diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pendidikan secara keseluruhan bagi siswa, guru, dan bahkan orang tua. Tetapi integrasinya ke dalam sistem pendidikan nasional masih perlu diperhatikan bersama-sama.
Pemerintah perlu dipacu untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas internet di Indonesia melalui kerjasama dengan pihak swasta. Konektivitas internet merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan agenda transformasi digital dan pendidikan yang resilien di Indonesia secara simultan.
Latasha menambahkan, pemerintah perlu memastikan anak-anak yang menjadi korban gempa tetap dapat mengakses pendidikan sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Langkah-langkah penyesuaian, seperti mendata dan mengidentifikasi siswa dan guru yang terdampak serta mengidentifikasi jenis bantuan yang paling diperlukan, merupakan langkah awal yang dapat dilakukan.
Namun selama hal-hal yang menjadi kendala dalam implementasi Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ yang dihadapi para siswa, guru dan orang tua dalam PJJ selama pandemi tidak dimitigasi, maka menjamin akses siswa yang terdampak bencana kepada pendidikan akan tetap sulit dilakukan.
Sumber | : | CIPS |
- Rektor Ubhara Jaya Memperoleh Undangan Penganugerahan Gelar Profesor dari Universitas Mindanao, Filipina
- Allegra Luncurkan Englishforward.id, Kursus Bahasa Inggris Gratis
- Perguruan Tinggi Asing Buka Akses ke Pendidikan Kelas Dunia
- Ketum ASPHRI Raih Gelar Doktor Ilmu Manajemen dari UNJ
- Rektor Universitas Bani Saleh Resmi Dilantik, LLDIKTI Wilayah IV: Semangat Tingkatkan Mutu Pendidikan
- Urgensi Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Tahan Bencana Mendesak
- Evaluasi Sektor Pendidikan 2022, Penanganan Pembelajaran Pasca Disrupsi Perlu Jadi Prioritas
- Evaluasi Sektor Pendidikan Indonesia 2022: Digitalisasi, Revisi UU Sisdiknas dan Otonomi Guru Perlu Diperhatikan
- Digitalisasi Perlu Perhatikan Keragaman Lanskap Pendidikan Nasional
- Upacara Peringatan HGN 2022, Kemenag sampaikan Apresiasi dan Penghargaan bagi Para Guru
- HGN 2022, GTK Madrasah Fokus Dorong dan Apresiasi Guru Berprestasi
- Resmikan Gedung Kampus 1 di Jakarta Sebagai Kampus Pasca Sarjana, Ubhara Jaya Tegaskan Komitmen Menuju Perguruan Tinggi Unggul
- Kipina Hadir di Kota Bekasi, Berikan Kurikulum Pendidikan Paud Berstandar Finlandia
- Penghapusan Bahasa Inggris Tidak Sejalan dengan Globalisasi
- Gelar Dies Natalis ke-27 dan Wisuda, Ubhara Jaya Luluskan 1080 Sarjana dan Tegaskan Komitmen Hasilkan SDM Unggul serta Berkarakter
0 Comments