Jaksa Agung Sebut 2.103 Kasus Dituntaskan dengan Keadilan Restoratif
JAKARTA, DAKTA.COM--Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melaporkan sebanyak 2.103 kasus dituntaskan Kejaksaan Agung (Kejakgung) melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice. Program pendekatan keadilan restoratif ini dicanangkan sejak 2020.
"Sejak dicanangkan tahun 2020, kejaksaan telah melakukan penghentian penuntutan sebanyak 2.103 perkara," kata Burhanuddin dalam paparannya saat Rapat Kerja (Raker) Bersama Komisi III DPR di di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Dari total tersebut, ia merinci perkara yang dituntaskan dengan keadilan restoratif sebanyak 230 perkara pada 2020. Kemudian 422 perkara pada 2021 dan 1.451 perkara pada 2022.
Kejaksaan, ujarnya, telah membentuk Rumah Restorative Justice (Rumah RJ) dan balai rehabilitasi sebagai implementasi keadilan restoratif. "Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ sebanyak 1.536 dan 73 balai rehabilitasi di seluruh Indonesia," ujarnya.
Pada kesempatan itu, anggota Komisi III DPR Taufik Basari meminta agar penerapan keadilan restoratif dikembalikan pada konsep awal yang menaruh fokus penting pada upaya pemulihan. "Restorative justice harus dibaca dengan satu napas bersama korektif dan rehabilitatif. Artinya, ketika pendekatan restorative justice ini dilakukan sekaligus kita berupaya untuk memulihkan keadaan korban," tuturnya.
Selain itu, kata Taufik, dengan pendekatan keadilan restoratif maka pelaku perlu diberikan bimbingan agar memahami bahwa perbuatannya salah dan tidak kembali mengulanginya.
"Pelaku harus memahami bahwa perbuatan pelaku adalah tetap perbuatan salah, meskipun kasusnya dihentikan. Perbuatan pelaku bukan kita benarkan dengan menghentikan melalui restorative justice, jadi korektifnya ada," katanya.
Adapun, anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil mengapresiasi capaian lebih dari dua ribu perkara dituntaskan kejaksaan dengan pendekatan keadilan restoratif. "Banyak sekali dalam pandangan saya 2.000 lebih, oleh karena itu bisa-bisa nanti Pak Jaksa Agung dikenal sebagai Bapak Restorative Justice Indonesia," katanya.
Namun ia mengingatkan Burhanuddin untuk berhati-hati dalam menerapkan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara. Tujuannya agar tidak berpotensi membuka celah praktik suap oleh aparat penegak hukum.
"Dengan demikian tidak ada sesuatu yang kemudian 'menghancurkan' integritas kejaksaan dalam penanganan restorative justice," kata Nasir.
Sebelumnya, Sabtu (19/11/2022), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memastikan adanya sistem pengawasan dalam penerapan restorative justice agar tidak disalahgunakan oleh oknum jaksa nakal menjadi ladang mencari keuntungan.
"Memang betul sekali, pada waktu saya mau tanda tangan 'perja' ini, saya masih ragu karena kondisi jaksa pada waktu itu. Tapi dengan satu tekad saya ingin memperbaiki situasi ini," kata Burhanuddin ditemui usai acara Sound of Justice, di Gedung Smesco, Jakarta Selatan.
Sumber | : | REPUBLIKA |
- Rekomendasi BAZNAS Menjadi Syarat Mematikan Bagi LAZ Untuk Dapatkan Legalitas
- IDEAS: 108 Lembaga Zakat Bukan Tak Berizin Tapi Tak Diberi Izin
- Tiga Kelompok Relawan Anies Luncurkan Sekber KIB
- FSGI : Minta Sekolah Terbuka Atas Kronologi Jatuhnya Siswi Dari Lantai 4 Gedung Sekolah Karena Bercanda
- Sekjen NATO Apresiasi Bantuan Jepang untuk Ukraina
- Kepastian PKS Dukung Anies Dinilai akan Ubah Peta Politik Pilpres 2024
- MK Tolak Legalkan Nikah Beda Agama
- Keuangan BPJS Kesehatan Berpotensi Tekor di 2024
- Dukung TGPF, Lemkapi: Kapolda Tak Akan Ragu Jerat Pensiunan Polri Jika Ada Fakta Baru atas Tewasnya Mahasiwa UI
- Polda Metro Pastikan Pesan Berantai Penculikan Anak di Medsos Hoaks
- Ini Penyebab Biaya Haji Indonesia Naik Saat Tarif Layanan Arab Saudi Turun
- Kementerian PUPR Soal Gugatan Meikarta: Beli Rumah Malah Dituntut
- Kebijakan Subsidi Logistik Bersifat Jangka Pendek dan Tidak Selesaikan Tingginya Harga Pangan
- Bandara Bali tak Berlakukan Skrining Khusus Penumpang Asal China
- PKS Tolak Kenaikan Biaya Ibadah Haji hingga Rp 69 Juta
0 Comments