Ketika seorang tokoh umat yang sangat berpengaruh memberikan statmen bahwa boleh saja seorang muslim mengucapkan natal dan tahun baru, saya teringat dengan kisah Samiri pada masa Nabi Musa alaihissalam.
Samiri adalah seorang bai Israel yang memiliki hubungan dekat dengan Fira’un. Dia memiliki banyak keahlian yang dimiliki kaum Bani Israil. Samiri adalah salah seorang Bani Israel yang terbelenggu akal dan hatinya, hingga dia termasuk yang sangat keberatan dengan ajakan Musa. Meski secara lahir dia menjadi penganut agama Musa, namun secara batin dia memiliki dendam kepada Musa.
Pada saat Musa mengajak Bani Israil untuk keluar dari Mesir, melepaskan diri dari perbudakan Firaun, Samiri justru menjadi penghianat yang memprovokasi Bani Israil bahwa meengikuti Musa hanya akan menambah kesengsaraan hidup. Samiri terus meyakinkan Bani Israil bahwa hidup mereka akan berubah pada masa depan yang menjanjikan jika mereka mau bekerjasama dengan Fir’aun. Itulah sosok Samiri yang hipokrit, munafik, yang terus menebar sihir busuknya untuk menggiring opini Bani Israel agar tak mempercayai Musa.
Sosok Samiri ini kini banyak ditemukan di Indonesia. Bisa saja ia seorang ulama terpandang karena sering tampil di TV, atau seorang politisi yang sedang bersinar, dan lagi naik daun, mungkin juga seorang pebisnis yang sedang jaya, atau birokrat yang sedang bersinar karena sedang menduduki jabatan penting di negeri ini.
Sosok Samiri Indonesia, jika berkata, kata-katanya sangat mempesona, penampilannya sangat menarik dan mengagumkan membuat orang terpesona, terpukau, lalu tersihir. Mereka terlihat alim. Rajin shalat, puasa, haji dan kalau berzakat ddiliput mas media baik cetak, elektronik mapun di media sosial.
Tapi ketika diajak untuk menegakkan syariat ia ogah. Ketika diajak berjihad ia memberikan dalil yang melemahkan semangat jihad. Sebaliknya Ia sering memberikan fatwa yang menyenangkan penguasa. Dalam pandangannya kebenaran Islam itu relatif. Kalau menguntungkan ia akan mendukung tapi kalau membahayakan posisinya ia akan mengeluarkan dalil dalil yang menguatkan posisinya.
Baru-baru ini ada seorang tokoh yang mengatakan mengucapkan selamat natal oleh seorang Islam kepada seorang Kristen dibolehkan. Iapun memberikan argumen yang mengagumkan. Boleh jadi pernyataan yang dikeluarkan itu untuk mengundang perhatian raja Firaun modern, agar diberikan posisi yang lebih baik di negara ini.
Pernyataan itu dikeluarkan karena pada saat itu sang Fir’aun sedang melaksanakan natal bersama yang digelar secara kenegaraan yang sudah pasti dihadiri baik yang muslim maupun kristen. Untuk itu Fir’aun perlu mencari dukungan dan pembenaran natal bersama dengan umat islam yang dikuatkan dengan fatwa dari seorang ulama. Maka sang tokohpun dengan bangganya mengatakan bahwa tak ada masalah jika seorang muslim bernatal ria dengan umat Kristiani. Pernyataan itu dibarengi dengan dalil-dalil yang membuat bingung umat.
Ada juga tokoh yang mengatakan konstitusi lebih tinggi dari Al-Qur’an dan syaariat Islam. Ini juga dimaksud untuk menyenangkan Fir’aun. Karena sesungguhnya sang Fir’aun membutuhkan pernyatan itu bukan karena tak percaya dengaan Tuhan, yang ia inginkan hukum buatan Fir’aun wajib dilaksanakan oleh seluruh rakyat tanpa reserpe.
Fir’aun tetap mengakui Allah sang pencipta langit dan bumi. Namun yang tak bisa dierima Fir’aun adalah jika hukum dan undaang-undang Allah ditaati oleh rakyat secara kaffah dan secara konsekwen. Ia menginginkan agar Undang-Undang dan hukum buatannyalah yang dilaksanakan dan digunakan. Bukan hukum Allah. Bagi Fir’aun hukum dan undang-undangnya adalah harga mati yang tak boleh berubah sedikitpun. Semua rakyat harus tunduk dan patuh terhadap keputusannya. Siapa yang tak mau menerima keputusannya dianggap gila dan dan tak tahu diuntung.
Nah lagi-lagi, yaang berperan untuk mensosialisasikan undang-undang dan hukum Fir’aun adalah para Samiri yang haus kekuasaan, yang cinta dunia serta takut mati. Manusia bermental Samiri di Indonesia sangat banyak. ***
Editor | : |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Kenapa Bekasi Tenggelam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
0 Comments