Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 25/10/2022 14:00 WIB

Terancam Berhentinya Surplus Neraca Perdagangan Bukan Berarti Ekonomi Melemah

NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN

DAKTA.COM - Terancam berhentinya surplus neraca perdagangan yang diraih Indonesia selama sekitar 29 bulan berturut-turut bukan berarti ekonomi melemah.

 

“Meningkatnya nilai impor dapat mengindikasikan kalau kegiatan industri di dalam negeri meningkat dan mereka membutuhkan dukungan berupa kelancaran bahan baku. Tidak semua bahan baku yang dibutuhkan industri dapat disediakan oleh dalam negeri,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.

 

Ia melanjutkan, berkurangnya nilai impor merupakan salah satu dampak pandemi Covid-19 dimana industri mengurangi jumlah tenaga kerja dan juga produksinya. Berkurangnya jumlah tenaga kerja dan produksi tentu juga mengurangi jumlah perdagangan, baik ekspor maupun impor.

 

Adanya surplus neraca perdagangan bukanlah ukuran performa ekonomi sedang berjalan dengan baik. Hal ini harus dilihat secara detil pada ekspor impor setiap komoditas.

 

Pemerintah, lanjut Hasran, perlu mengutamakan perdagangan terbuka atau open trade dengan tidak melupakan kepentingan kelancaran rantai pasok dalam negeri yang dapat mendukung perekonomian di daerah.

 

Kerja sama perdagangan perlu diperluas, dengan tidak hanya menyasar negara-negara tujuan tradisional, seperti Amerika Serikat, China dan Jepang, tetapi juga ke negara-negara non-tradisional, seperti Pakistan, Palestina, Chile dan Mozambique.

 

Ketika perdagangan dengan negara-negara tradisional dilakukan dalam skema Free Trade Agreement, maka Indonesia juga perlu melakukan hal yang sama dengan negara-negara non-tradisional. Free Trade Agreement ini akan menghilangkan tarif dan mengurangi hambatan non-tarif yang selama ini membuat produk-produk Indonesia sulit bersaing di pasar non-tradisional.

 

Selain itu, perjanjian dagang juga dapat membuat akses bahan baku menjadi lebih murah dan lancar, sesuatu yang akan sangat membantu memberikan nilai tambah pada produk Indonesia.

 

Kinerja perdagangan Indonesia sangat bergantung pada kondisi global. Fluktuasi harga komoditas ekspor utama Indonesia sangat tergantung pada kondisi ini dan hal ini menyebabkan nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan walaupun secara volume mengalami stagnasi.

 

Diperkirakan kenaikan ekspor ini akan berakhir ketika harga-harga komoditas ini kembali ke titik normal.

 

Selanjutnya, pemerintah juga perlu mempermudah proses impor untuk bahan baku untuk menggerakkan industri. Untuk itu, penurunan nilai impor, terutama pada bahan baku industri, seharusnya dilihat sebagai sebuah peringatan.

Neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sejak Februari 2020. Di tahun 2022, total nilai ekspor Indonesia antara Januari dan Juli sebesar USD 219,35 miliar. Sedangkan nilai impornya mencapai USD 178,96 miliar. 

 

Sektor non-migas mendominasi 94,46% total ekspor selama Januari-September 2022. Sedangkan sektor migas hanya 5,54%. Jika dilihat dari strukturnya, sektor non-migas juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Industri pengolahan (manufaktur), pertanian dan pertambangan.

 

Industri pengolahan (manufaktur) adalah sektor non-migas terbesar dengan sumbangsih ekspor diatas 70%. Industri pengolahan (manufaktur) juga merupakan sektor non-migas dengan kontribusi impor tertinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

Sumber : CIPS
- Dilihat 1053 Kali
Berita Terkait

0 Comments