Surat Telegram TNI dan Keterlibatan dalam Penangkalan Radikalisme: Menambah Rentetan Masalah Institusi TNI
JAKARTA, DAKTA.COM : KontraS menilai terbitnya Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum dan pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang akan memberlakukan cara-cara orde baru dalam menangkal gerakan radikalisme, memiliki tendensi untuk mengembalikan militerisme sebagaimana yang terjadi pada era orde baru. Hal ini tentunya akan berdampak buruk pada kondisi demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.
Surat Telegram TNI tentu merupakan upaya untuk memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku. Selama ini, proses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh prajurit TNI masih jauh dari sistem yang transparan dan akuntabel. Lahirnya peraturan baru ini jelas akan semakin menunjukkan upaya perlindungan dari kesatuan terhadap anggotanya dan menebalkan impunitas di tubuh TNI.
Selain itu, kami juga menilai bahwa surat telegram TNI ini juga inkonstitusional sebab melanggar prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan ataupun KPK akan mengalami kesulitan dalam mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh aparat militer sebab memiliki berbagai keterbatasan dalam substansi surat telegram tersebut. Belum lagi kultur atasan yang seringkali melindungi bawahannya apabila melakukan pelanggaran.
Kami juga menyoroti pernyataan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang menyatakan akan memberlakukan kembali cara-cara orde baru dalam menangkal gerakan radikalisme. pernyataan Jenderal Dudung tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap konsekuensi dari stigmatisasi kepada kelompok tertentu seperti halnya yang terjadi pada era Orde Baru dalam peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 dan Talangsari pada tahun 1989.
Kami juga menyoroti bahwa ucapan atau arahan KSAD ini dapat dijadikan prajurit di lapangan sebagai legitimasi melakukan stigma terhadap berbagai kelompok yang dianggap radikal. Kami mengkhawatirkan bahwa keterlibatan berlebihan TNI dalam menumpas gerakan radikalisme akan memiliki potensi yang sama. Sebab, meluasnya domain militer akan berimplikasi pada penyempitan ruang-ruang sipil.
Reporter | : | Warso Sunaryo |
- Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Lepas 420 Calon Jamaah Haji Kloter Pertama ke Tanah Suci
- Kabid SD Disdik Kota Bekasi Marwah Zaitun Bersyukur Kota Bekasi Masuk dalam Program Astacita Persiden di Bidang Pendidikan
- Toilet Sekolah Tidak Terurus Bau dan Kotor Jajaran Dinas Pendidikan Tidak Peduli.
- 100 Hari Kerja Wali dan Wakil Wali Kota Bekasi, 2 BUMD Dinobatkan Penghargaan Nasional
- Muhammad Kamil Syaikhu : Warga Rela Bayar Mahal Kalau Kualitas Air Perumda PDAM Tirta Patriot Baik
- Pemkot Bekasi Segel Bangunan Tak Berizin di Pekayon Jaya
- Momen Haru Ibu Wali Kota Bekasi Temui Para Lansia, Berikan Tanda Cinta dan Ajak Tetap Berkarya di Usia Senja
- Rakor Forum Bekasi Sehat, Wali Kota Bekasi Akan Wujudkan Kota Bekasi yang Lebih Sehat dan Nyaman untuk Warga.
- Aksi Gabungan Camat Bekasi Selatan, Bersihkan Banner Tak Berizin
- Pemkot Bekasi Terbitkan Surat Edaran Larangan Kendaraan Dinas Untuk Mudik
- Tri Adhianto Sewot, Bawahanya Lurah Jatiraden Minta Bantuan Pembelian Pendingin Ruangan Ke Warga
- HUT ke-28 Kota Bekasi: Tri Adhianto dan Haris Bobiho Sumbangkan Gaji Pertama untuk Warga Terdampak Banjir
- Warga Mengeluh Sampah Pasca Banjir Belum Juga Diangkut Dinas Lingkungan Hidup
- Membludak, Pemkot Bekasi Dihimbau Tak Tumpuk Bantuan dan Segera Distribusikan Pada Korban Banjir
- Kota Bekasi Butuh 69 Milyar Perbaiki Kerusakan Infrastruktur Imbas Banjir yang Terjadi
0 Comments