Bekasi / Kota /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 24/11/2021 16:00 WIB

Surat Telegram TNI dan Keterlibatan dalam Penangkalan Radikalisme: Menambah Rentetan Masalah Institusi TNI

TNI 2
TNI 2

JAKARTA, DAKTA.COM : KontraS menilai terbitnya Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum  dan pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang akan memberlakukan cara-cara orde baru dalam menangkal gerakan radikalisme, memiliki tendensi untuk mengembalikan militerisme sebagaimana yang terjadi pada era orde baru.  Hal ini tentunya akan berdampak buruk pada kondisi demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

Surat Telegram TNI tentu merupakan upaya untuk memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku. Selama ini, proses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh prajurit TNI masih jauh dari sistem yang transparan dan akuntabel. Lahirnya peraturan baru ini jelas akan semakin menunjukkan upaya perlindungan dari kesatuan terhadap anggotanya dan menebalkan impunitas di tubuh TNI.

Selain itu, kami juga menilai bahwa surat telegram TNI ini juga inkonstitusional sebab melanggar prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan ataupun KPK akan mengalami kesulitan dalam mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh aparat militer sebab memiliki berbagai keterbatasan dalam substansi surat telegram tersebut. Belum lagi kultur atasan yang seringkali melindungi bawahannya apabila melakukan pelanggaran.

Kami juga menyoroti pernyataan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang menyatakan akan memberlakukan kembali cara-cara orde baru dalam menangkal gerakan radikalisme. pernyataan Jenderal Dudung tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap konsekuensi dari stigmatisasi kepada kelompok tertentu seperti halnya yang terjadi pada era Orde Baru dalam peristiwa  Tanjung Priok pada tahun 1984 dan Talangsari pada tahun 1989.

Kami juga menyoroti bahwa ucapan atau arahan KSAD ini dapat dijadikan prajurit di lapangan sebagai legitimasi melakukan stigma terhadap berbagai kelompok yang dianggap radikal. Kami mengkhawatirkan bahwa keterlibatan berlebihan TNI dalam menumpas gerakan radikalisme akan memiliki potensi yang sama. Sebab, meluasnya domain militer akan berimplikasi pada penyempitan ruang-ruang sipil.

Reporter : Warso Sunaryo
- Dilihat 1367 Kali
Berita Terkait

0 Comments