Bekasi /
Follow daktacom Like Like
Senin, 20/09/2021 10:00 WIB

Kejari Kota Bekasi Upayakan Penyelesaian Penuntutan Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif

Talkshow bersama Kajari Kota Bekasi
Talkshow bersama Kajari Kota Bekasi
BEKASI, DAKTACOM - Kejaksaan Negeri Kota Bekasi terus melakukan upaya penyelesaian penghentian penuntutan perkara berdasarkan Keadilan Restoratif. 
 
Kasubsi Sospol Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Bekasi Dwi Setiawan Kusumo saat berbincang dalam Dialog Dakta Pagi, Senin (20/9) mengatakan dasar hukum penghentian penuntutan berdasarkan restoratrif diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No 15 Tahun 2020.
 
"Yang dimaksud dengan keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, korban, dan pihak lain yang terkait bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan," ucapnya. 
 
Dijelaskannya, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan berasaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, cepat, sederhana dan biaya ringan.
 
"Penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum dalam hal terdakwa meninggal dunia, kadaluwarsa penuntutan pidana, telah ada putusan pengadilan yang memperolah kekuatan hukum tetap terhadap seseorang atas perkara yang sama (nebis in idem), pengaduan untuk tindak pidana aduan dicabut atau ditarik kembali atau telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan (afdoening buiten process)," kata Dwi. 
 
Ia menjelaskan penyelesaian perkara di luar pengadilan dapat dilakukan dengan ketentuan untuk tindak pidana tertentu, maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau telah ada pemulihan kembali keadaan semula dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. 
 
"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan memperhatikan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat, dan kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum," katanya. 
 
Menurutnya, perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan diberhentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif diantaranya harus terpenuhi beberapa syarat diantaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah). 
 
"Untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikecualikan untuk perkara tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum dan kesusilaan. Kemudian tindak pidana yang diancam dengan ancaman minimal seperti tindak pidana narkotika, tindak pidana lingkungan hidup dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi," sebutnya. 
 
Disebutkannya, penuntut umum menawarkan perdamaian kepada korban dan tersangka yang dilakukan tanpa ada tekanan, paksaan dan intimidasi. Upaya perdamaian dilakukan pada tahap penuntutan yaitu pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (tahap dua). 
 
"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dnegan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Dalam proses perdamaian penuntut umum berperan sebagai fasilitator dan tidak mempunyai kepentingan atau keterkaitan dengan perkara, korban maupun tersangka baik secara pribadi maupun profesi, langsung maupun tidak langsung. Proses perdamaian dilaksanakan di kantor kejaksaan kecuali terdapat kondisi atau keadaan yang tidak memungkinkan karena alasan keamanan, kesehatan, atau kondisi geografis, proses perdamaian dapat dilaksanakan di kantor pemerintah atau tempat lain yang disepakati dengan surat perintah dari kepala kejaksaan cabang kejaksaan negeri atau kepala kejaksaan negeri," ungkapnya. 
 
Dwi mengatakan untuk proses perdamaian dan pemenuhan kewajiban dilaksanakan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (tahap dua). Dalam proses perdamain tercapai maka korban dan tersangka membuat kesepakatan perdamaian secara tertulis di hadapan penuntut umum. Kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh korban, tersangka dan 2 (dua) orang saksi dengan diketahui oleh penuntut umum. 
 
"Apabila kesepakatan tidak berhasil maka penuntut umum segera melimpahkan perkara ke pengadilan," tutupnya***
Reporter : Ardi Mahardika
- Dilihat 1582 Kali
Berita Terkait

0 Comments