PPKM Mau Dilonggarkan 26 Juli, Ini Saran Eks Direktur WHO
JAKARTA, DAKTA.COM - Pemerintah mempertimbangkan untuk melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang kini berubah nama menjadi PPKM Level 4, 26 Juli mendatang. Dalam pengumuman 20 Juli lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bisa saja PPKM dilonggarkan bila kasus Covid-19 menunjukkan penurunan.
Hal ini menarik perhatian mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama. Keputusan itu bisa menjadi buah simalakama, yakni berada di tengah-tengah antara kepentingan ekonomi maupun kesehatan.
Ia menilai ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian sebelum mengambil keputusan. Pertama adalah harus mengikuti anjuran WHO agar pengetatan pergerakan (Public Health and Social Measure atau PHSM) dilakukan lebih ketat.
"Yang dianjurkan dari kacamata kesehatan pengetatan atau pembatasan sosial diteruskan, jadi saya setuju dengan melanjutkan pembatasan," kata Tjandra dalam penjelasannya kepada CNBC Indonesia, Sabtu (24/7/21).
Pertimbangan lain adalah mengenai potensi padatnya fasilitas kesehatan hingga pasien yang tidak tertampung. Kondisi ini pernah terjadi pada awal Juli lalu, di mana banyak pasien tidak mendapatkan slot penanganan karena terbatasnya kapasitas rumah sakit.
"Memang harus dihitung keseluruhan termasuk beban kesehatan yang kewalahan. Sekarang BOR (bed occupancy rate) relatif sudah menurun ini, karena bed ditambah makanya BOR turun. Kalau kasus bisa dikendalilan bagus-bagus aja. Kalau kasus terus bertambah maka bed juga akan penuh," jelas Tjandra.
Karena itu, jika memang ada pertimbangan akan dilakukan pelonggaran, maka perlu dihitung betul dampaknya. Setidaknya, kata dia lagi, pemerintah melihat korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal, beban Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
"Pada ujungnya kemungkinan (akan ada) dampak pada roda ekonomi juga kalau kasus jadi naik tidak terkendali," tegasnya.
"Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi.".
Namun ia tak menampik dari sisi ekonomi harus ada penyesuaian. Selagi sektor formal yang menerima gaji bulanan diminta bekerja dari rumah, sektor informal bisa mulai dilonggarkan.
"Asal jangan kontak dekat langsung dengan pelanggan, artinya sektor informal mulai dilonggarkan bertahap. Namun, sektor esensial dan kritikal yang beroperasi hanya dalam bangunan tersendiri, tidak boleh bersama," tegasnya.
Menurutnya bentuk PPKM idealnya memang tetap seperti sekarang. Tetapi semua sektor terdampak harus mendapat bantuan sosial.
"Positivity rate dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25%. Bahkan kalau berdasar PCR maka angkanya lebih dari 40%. Itu juga berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya (Ro atau mungkin Rt) nya dapat sampai 5,0 - 8,0," ujarnya.
"Artinya potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," tutupnya.
Editor | : | Dakta Administrator |
Sumber | : | CNBC Indonesia |
- Wisatawan China Jatuh ke Jurang Saat Foto di Kawah Ijen, Menparekraf Beri Imbauan Tegas
- Usai Putusan MK, Istana akan Siapkan Proses Transisi ke Prabowo-Gibran
- 23.000 Visa Jemaah Haji Reguler Indonesia Sudah Terbit
- MK Tolak Gugatan Pilpres yang Diajukan Ganjar-Mahfud
- Mengapa RRC- PKC buru-buru mengundang Prabowo?
- Pekerjaan Rumah Menanti Hadi dan AHY
- Haram Golput, Pilih Pemimpin yang Mampu Menjaga Agama dan Negara
- Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie : Prabowo Subianto Hanya Akan Menjabat Sebagai Presiden Selama Dua atau Tiga Tahun Apabila Terpilih Dalam Pemilu 2024
- Anies Sebut Film 'Dirty Vote' Cara Rakyat Respons Kecurangan
- Cara Top Up Genshin Impact Murah: Menambah Kristal Tanpa Merusak Dompet
- DPR BUKAN LAGI RUMAH RAKYAT, ASPIRASI PEMAKZULAN JOKOWI DIPERSEKUSI?
- Etika Politik "Endasmu Etik"
- PENGUSAHA JANGAN LEBAY, KAITKAN BOIKOT PRODUK TERAFILIASI ISRAEL DENGAN ANCAMAN PHK MASSAL!
- Eddy Hiariej Terima Rp3 M atas Janji SP3 Kasus Helmut di Bareskrim
- KPU Masih Analisis Sistem soal Dugaan Kebocoran Data DPT Pemilu 2024
0 Comments