Sabtu, 15/08/2020 11:53 WIB
Perjuangan Anak Sekolah Menjalani Pembelajaran Jarak Jauh
JAKARTA, DAKTA.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan sejumlah kementerian mengumumkan siswa yang berada di zona hijau dan kuning Covid-19 kini dapat belajar tatap muka di sekolah.
Sebelumnya, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, hanya sekolah di zona hijau saja yang diizinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
Namun, seiring dengan evaluasi dan beragam aspirasi dari banyak pihak, Kemendikbud memandang perlu dilakukannya penyesuaian terhadap evaluasi SKB 4 Menteri yang dikeluarkan pada pertengahan Juni lalu, salah satunya pertimbangan dampak negatif bila Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan berkepanjangan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim menyampaikan sejumlah dampak yang sangat mungkin terjadi bila Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan berkepanjangan.
"Dari semua riset yang telah dilakukan di situasi bencana lainnya, di mana sekolah tidak bisa melakukan pembelajaran atau muka, bahwa efek daripada pembelajaran jarak jauh secara berkepanjangan itu bagi siswa adalah efek yang bisa sangat negatif dan permanen," papar Nadiem dalam konferensi video Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (7/8/2020).
3 dampak bila terlalu lama PJJ
Nadiem menyebut, ada tiga dampak utama. Dampak pertama ialah ancaman putus sekolah.
Risiko putus sekolah, lanjut dia, dikarenakan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi Covid-19.
Termasuk dipicu oleh banyaknya orangtua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.
Dampak kedua, disebut Nadiem, ialah penurunan capaian belajar.
Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh, terang Nadiem, dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar. Terutama untuk anak-anak dari sosio-ekonomi berbeda.
Studi juga menemukan, bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik dibandingkan pada saat PJJ.
Lalu, dampak ketiga ialah adanya risiko kekerasan pada anak dan risiko eksternal.
Tanpa sekolah, kata Nadiem, banyak anak yang terjebak di kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru.
Selain itu, diterangkan Nadiem, ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat peningkatan risiko pernikahan dini, eksploitasi anak terutama anak perempuan, dan kehamilan remaja.
"Jadi, dampak psikologis, dampak masa depan anak untuk melakukan PJJ secara berkepanjangan ini real. Itulah alasannya kenapa kita harus punya dua prinsip kebijakan pendidikan di mana empat kementerian telah sepakat," tutur Nadiem.
Editor | : | Dakta Administrator |
Sumber | : | Kompas.com |
- Ubhara Jaya Jadi Tuan Rumah Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT)
- Ubhara Jaya Gelar PKKMB Diikuti 2000 Mahasiswa Baru
- Seminar Nasional Fakultas Hukum Ubhara Jaya: Menakar Masa Depan Penegak Hukum Di Indonesia
- Angkatan Pertama, Universitas Bani Saleh Gelar Wisuda 461 Sarjana
- Ubhara Jaya Helat Seminar Internasional Bersama BNPT
- Catatkan 2 Rekor Baru MURI, Ubhara Jaya Resmikan Pendirian Pusat Kajian Ilmu Bela Negara
- Sebanyak 1.299 Mahasiswa Diwisuda, Ubhara Jaya Siap Cetak Lulusan Berintegritas
- Mudah dan Cepat, Berikut Cara Mengecek NPSN Sekolah
- Belajar Online melalui Terjemahan Aksara Sunda ke Teks Latin
- Makna Mendalam dalam Puisi Bali Anyar, Eksplorasi Kehidupan dan Spiritualitas
- Ubhara Jaya Jadi Tuan Rumah Seminar dan Silaturahmi Nasional Pergubi
- Ubhara Miliki Profesor Bidang Ilmu Akuntansi Keuangan Kontemporer
- P2G DESAK KEMDIKBUDRISTEK MENINJAU ULANG SISTEM PPDB
- Hadirkan BNN dan Granat, Ubhara Jaya Gelar Kuliah Umum Memperingati HANI 2023
- Ubhara Jaya Adakan Pelatihan Digital Branding Produk Olahan Limbah Minyak Jelantah
0 Comments