Kamis, 23/07/2020 14:03 WIB
Covid-19 Belum Aman, Meski Penyembuhan Lebih Cepat
JAKARTA, DAKTA.COM - Perekayasa model simulasi prediksi dampak normal baru dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai penularan Covid-19 yang terjadi di Indonesia masih belum aman meskipun data menunjukkan proses penyembuhan pasien lebih cepat dibandingkan awal pandemi.
Perekayasa utama dari model simulasi prediksi dampak normal baru dari BPPT, Sri Handoyo Mukti mengatakan, tren penularan Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi masih belum aman dan sewaktu-waktu masih bisa meledak.
Sri Handoyo menjelaskan tren kasus baru Covid-19 menunjukkan masih terjadinya penularan di lapangan dan potensi penularan ke lebih banyak orang karena melihat jumlah populasi Indonesia.
Kendati demikian dia menerangkan bahwa data lama perawatan pasien di rumah sakit untuk proses penyembuhannya menjadi lebih singkat.
"Pada awal-awal pandemi itu penyembuhan dalam 100 hari, sekarang ini sekitar dua hingga tiga pekan," katanya di Jakarta, Kamis (23/7).
Selain itu Sri Handoyo juga mengungkap, sebanyak 80 persen dari seluruh kasus positif Covid-19 di Indonesia merupakan tanpa gejala.
Sementara 20 persen orang dengan gejala ringan, sedang, hingga berat. Dari 20 persen kasus positif yang terkonfirmasi tersebut sebanyak 18 persen membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.
Dia juga menerangkan saat ini fasilitas kesehatan juga masih dapat menangani pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan.
Namun idealnya kapasitas rumah sakit harus menyediakan 50 persen tempat tidur kosong untuk antisipasi apabila terjadi lonjakan kasus di Indodonesia. Menurutnya, fasilitas kesehatan saat ini sudah tidak memiliki kendala dalam menangani pasien Covid-19 dibandingkan awal-awal terjadinya pandemi.
Sri Handoyo menjabarkan pola penularan virus pada awal pandemi hingga memasuki transisi normal baru ini masih sama. Namun, dia menekankan pola penularan kasus bisa berubah bergantung dari intervensi dan juga pola hidup maupun mobilitas masyarakat.
Pembatasan kontak fisik pada masa PSBB, menurut Sri Handoyo, sebetulnya mampu menurunkan puncak kasus harian. Namun kebijakan PSBB tersebut berimplikasi pada masalah lain, yaitu dampak ekonomi sosial sehingga terjadi tekanan ekonomi.
"Kalau pertumbuhan ekonomi terdampak, permasalahannya akan merembet ke masalah sosial, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan," kata dia. **
Editor | : | |
Sumber | : | Antara |
- Elemen Masyarakat Tegaskan Penolakan terhadap Aksi 20 Mei
- MUI : Jangan Sebar Berita Bohong, Fitnah dan Tidak Objektif Pada Walikota, terkait Kasus Pengadaan Alat Olahraga.
- Wamenaker Dukung Perlindungan untuk Pengemudi Ojol Jelang Aksi Unjuk Rasa Besar-besaran
- KORMI Tegaskan Komitmen Pembinaan Inorga dan Luncurkan Logo dan Maskot FORKOT IV 2025
- Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Usulkan Jalur Prioritas Tol untuk Transportasi Publik dalam Peresmian Rute Baru TransJabodetabek Vida–Cawang
- Kejari Kota Bekasi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Alat Olahraga
- Cegah Dimanfaatkan untuk Pragmatisme Politik, UU Zakat Kembali Digugat
- Prestasi Bulu Tangkis tak Bisa Diraih Instan
- 11 Tuntutan Buruh di May Day 2025
- Dahnil Anzar Simanjuntak Soroti Urgensi Petugas Haji Perempuan dalam Raker Komisi VIII DPR RI
- Gubernur 'Konten' Dedi Mulyadi dan Jebakan Komunikasi Artifisial
- JPO Hantu Depan UIN Jakarta Kapan Digeser?
- Purnawirawan Ditantang Tempuh Jalur Konstitusi untuk Copot Gibran
- Jelang Keberangkatan Jemaah Haji Indonesia, Dahnil Anzar Simanjuntak Tinjau Kualitas dan Kesiapan Akomodasi, Serta berbagai Layanan bagi jemaah di Arab Saudi
- Survei KedaiKOPI: 91,2% Masyarakat Puas dengan Rekayasa Lalu Lintas Mudik 2025
0 Comments