Daktatorial /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 21/07/2020 11:54 WIB

Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?

Dialog Publik Radio Dakta
Dialog Publik Radio Dakta "Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19?" melalui Zoom
BEKASI, DAKTA.COM - Sistem zonasi wilayah dilakukan pemerintah untuk memudahkan otoritas terkait mengambil kebijakan yang tepat agar bisa mengendalikan pandemi Covid-19. Masing-masing zona memiliki tingkat keparahan kasus yang berbeda-beda. ⁣
Zona hijau untuk wilayah yang tidak atau belum terdampak, ⁣zona kuning dengan resiko rendah, ⁣zona oranye untuk resiko sedang, dan ⁣zona merah untuk wilayah dengan resiko tinggi. ⁣
Beberapa pakar epidemiologi mengatakan sistem zonasi tidak tepat diterapkan pada tingkat nasional atau daerah, karena setiap wilayah memiliki kondisi aksesibilitas dan demografi yang berbeda. ⁣
Ahli Epidemiologi FKM Universitas Indonesia⁣ (UI), Dr. Pandu Riono menyatakan kurang setuju dengan penerapan sistem zonasi, karena itu membuat masyarakat maupun pemerintah daerah menjadi lengah terhadap resiko penyebaran Covid-19.
 
"Saya lebih setuju zona waspada, jadi semuanya harus tetap waspada atas pandemi ini. Karena pandemi ini bisa berlangsung lama hingga 5 tahun," ucapnya dalam Dialog Publik Radio Dakta melalui Zoom, Selasa (21/7).
 
Dialog Publik Radio Dakta dengan tema "Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19?" menghadirkan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi; Bupati Bekasi yang diwakili oleh Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah; Ahli Epidemiologi FKM Universitas Indonesia⁣, Dr. Pandu Riono; Pengamat Kebijakan Publik, Hamluddin, M.Si melalui aplikasi Zoom pada Selasa (21/7).
 
Lebih lanjut, Pandu menekankan kepada kepala daerah untuk melakukan pengawasan dengan ketat, ditambah pengujian dan pelacakan terhadap masyarakat agar memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
 
"Kemudian perbanyak edukasi dari kepala daerah yang bisa dibantu media komunikasi. Jangan pernah bosan edukasi, karena masyarakat akan sadar kok pentingnya menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan," terangnya.
 
Zonasi Covid-19 di Kota/Kabupaten Bekasi
 
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengaku tidak terlalu bingung atas penerapan zonasi di wilayahnya. Sebab, ia mengaku mengetahui betul karakteristik warga dan wilayahnya.
 
"Zonasi itu diambil dari indikator epidemiologi, indikator surveilans, dan fasilitas sarana dan prasarana. Saya sedang kejar tes PCR agar bisa melacak warga saya yang terpapar Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri," ucap Pepen, sapaannya.
 
Menurut Pepen yang juga sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bekasi, semenjak diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pihaknya gencar melakukan testing dan pelacakan agar menekan angka kematian yang disebabkan dari virus corona. 
 
Pepen mengaku, keputusannya membuka kegiatan ekonomi, tempat hiburan, hingga car free day ketika masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) dibarengi dengan monitoring yang ketat.
 
"Terbukti, sejak bulan Juni dibuka tidak ditemukan kluster dari sana, yang ada hanya kluster transmisi warga dari luar daerah. Sebetulnya, kami tidak mempersoalkan warga saya terpapar, yang penting cepat ditanggulangi agar tidak ada angka kematian," jelasnya.
 
Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi Alamsyah yang mewakili Bupati Bekasi, mengaku, sistem zonasi Covid-19 ini menjadi poin pijakan dalam melakukan suatu langkah penanganan Covid-19 di Kabupaten Bekasi.
 
Namun, menurutnya, penerapan zonasi tidak terlalu berpengaruh terhadap perilaku masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan di wilayah Kabupaten Bekasi.
 
"Di perkotaan seperti kecamatan Tambun Selatan dan Cibitung mobilitas masyarakat cukup banyak, ini menjadi pembelajaran bagi gugus tugas harus selalu berprinsip zona merah agar selalu waspada pada pergerakan masyarakat," terangnya.
 
Mengukur Kepatuhan Warga
 
Pengamat Kebijakan Publik, Hamluddin, M.Si,⁣ menyampaikan, edukasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup baik hingga ke tingkat RT/RW.  Namun, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih belum begitu mengakar.
 
"Masih banyak warga yang keluar rumah tidak pakai masker karena merasa wilayahnya aman. Padahal itu beresiko terpapar," ucapnya.
 
Menurutnya, masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan karena ada aspek kebosanan setelah tiga bulan melakukan karantina mandiri di rumah. Sehingga setelah diberlakukan AKB mereka merasa leluasa keluar rumah tanpa memperhatikan protokol kesehatan.
 
"Kepala daerah perlu menerapkan sanksi. Awalnya memang diterjunkan aparat tetapi seiring new normal terjadi pelonggaran, jadi sanksi ini perlu untuk efek jera," ujarnya.
 
Di sisi lain, ia menerangkan, zonasi sendiri adalah instrumen pemerintah daerah untuk mendata dan mendeteksi wilayah yang berpotensi terpapar Covid-19. Namun semenjak new normal ini sudah clear zonasi. **
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 76436 Kali
Berita Terkait

0 Comments