Oase Iman /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 14/07/2020 13:43 WIB

Energi Dakwah dari Bumi Nuu War

Ustadz Fadlan Gamaratan
Ustadz Fadlan Gamaratan
DAKTA.COM - Oleh: Fahmi Salim, Founder Al-Fahmu Institute & AFI Media
 
Setiap kesulitan yang dihadapi seorang da'i adalah vitamin. Bukannya menyurutkan gerakan dakwahnya, sebaliknya makin memperkuat energinya, sebagaimana yang dialami oleh para nabi. 
 
Tak ada seorang nabi pun tanpa diuji dengan berbagai kesulitan dalam hidupnya, bahkan lebih dahsyat dari orang kebanyakan. Dihina, diintimidasi, diboikot, diusir dari tanah kelahirannya bahkan dibunuh.
 
Begitu pula yang dialami Ustadz Fadlan Gamaratan, yang berjuang lebih dari 30 tahun untuk menyebarkan Islam di tanah Papua. Atas petunjuk Allah, ribuan orang suku asli pedalaman Papua telah berikrar syahadat, setelah mendapat sentuhan dakwahnya. 
 
Berbagi kisah dengan Ustadz Fadlan dalam program "Ngeshare : Ngaji dulu Alim Kemudian", tentu menjadi inspirasi bagi siapa pun. Kisah dakwah Ustadz Fadlan pun selalu mengharukan dan menyentuh kalbu. Rasanya, saya dan semua da'i harus belajar banyak dari sosoknya. 
 
Berkali-kali dipanah dan ditombak, bahkan pernah dijebloskan ke penjara. Namun, tak menyurutkan dakwahnya. Ustadz fadhlan tak pernah kapok. 
 
Dikisahkan, suatu saat ia pernah berdakwah di Kampung Gayem. Tiba-tiba kakinya ditombak, hingga betisnya terluka dan segera dibawa ke rumah sakit. Setelah sembuh, Ustadz Fadlan tak jera dan kembali lagi ke kampung itu untuk berdakwah hingga sang kepala suku pun akhirnya masuk Islam.
 
Ada lagi satu kisah, Ustadz Fadlan bersama rombongan dalam sebuah perjalanan dakwah dihadang bahkan kejar-kejar, sehingga berkali-kali gagal menuju sebuah kampung. 
 
Tapi, suatu ketika, kepala suku terkena sakit diare. Mereka panik dan mencari obat dari Ustadz Fadlan. Rombongan yang selalu didampingi tim medis pun berusaha membatu kepala suku. Alhamdulillah, ia sembuh.  
 
Jalan untuk berdakwah pun akhirnya terbuka. Saat melihat Ustadz Fadlan beserta rombongan tengah menjalankan shalat, mereka pun bertanya, "Kenapa angkat tangan?"  "Kita menyerahkan diri kepada Pencipta diri kita dan alam semesta ini," jawab Ustadz Fadlan. 
 
"Kenapa bongkok badan? " tanyanya lagi (yang dimaksud ruku). "Supaya kita bisa melihat apa yang sudah diberikan Tuhan di bumi ini, untuk dilindungi dan dimanfaatkan sebaik mungkin," begitulah penjelasan yang sederhana, justru memikat hati mereka. 
 
Sebuah strategi dakwah yang beradaptasi dengan bahasa kaumnya, sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah Ta'ala:
 
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS Ibrahim:4)
 
Ngobrol bareng Ustadz Fadlan, sangat mengasyikan. Begitu banyak kisahnya yang unik dan inspiratif. Dakwah itu tidak hanya membahas soal halal haram, juga harus bisa menggunakan pendekatan lingkungan, kesehatan dan budaya setempat. Tak heran, Ustadz Fadlan dikenal Ustadz Sabun, karena ia memperkenalkan kebiasan mandi dengan sabun kepada banyak suku pedalaman. 
 
Dalam berdakwah harus selalu ditujukan kepada dua kelompok, yaitu kepada orang yang belum beragama Islam, dan kaum muslimin. Orang Islam pun harus dijaga akidahnya, sedangkan orang yang belum mengenal Islam, mereka harus diperkenalkan, dicerdaskan dan dicerahkan dengan agama yang haq ini. 
 
Tugas ini tentu tidaklah mudah. Tapi, saya sepakat dengan pernyataan ustadz Fadlan, tidak ada pekerjaan yang lebih bergensi kecuali berdakwah, Karena, semua hidupnya didedikasikan untuk Allah dan rasul-Nya.
 
Jika ada orang lain berusaha menghalangi dakwah kita, maka berbaiksangkalah. Jangan berprasangka buruk dulu. 
 
Kalau kita harus meyakinkan mereka, bahwa dakwah Islam bukan untuk mencelakakan, tapi mengajak orang untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Maka, rahmat dan pertolongan Allah senantiasa mengiringi orang yang berjuang di jalan Allah. 
 
Ustadz Fadlan berhasil mengkader banyak mujahid dakwah dari tanah Papua. Beliau mendirikan Pesantren Nuu War di Bekasi, pada tahun 1994. Mereka bisa mengenyam pendidikan secara gratis. Dimulai dari sebuah rumah kecil dengan 5 orang santri, sekarang sudah berkembang menjadi lebih dari 600 oang santri di bawah Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara. 
 
Lulusannya tersebar di mana-mana, kembali ke tanah kelahirannya, mengabdi dengan ragam profesi, ada yang menjadi tentara, guru, bidan hingga menjadi ustadz.
 
Tanah Papua menjadi saksi perjalanan dakwah Ustadz Fadlan. Selain sebagai tanah kelahirannya, tanah yang lebih suka disebutnya dengan Nuu War, karena mengandung makna filosofis yang luhur. Nuu bermakna cahaya, Waar bermakna menyimpan rahasia alam. 
 
Nuu War itu bertujuan untuk membangun sebuah peradaban dengan pondasi mencerahkan, mencerdaskan, mengkaryakan, membangun, memandirikan, peduli, dan memanusiakan.
 
Agama Islam sudah lama dikenal di bumi Nuu War ini, dibawa oleh Sultan Iskandar Syah dari Samudra Pasai pada tahun 1204 M, jauh sebelum penyebaran agama Kristen pada tahun 1885 M. 
 
Perjalanan dakwah Sultan dimulai dari Malaysia, Solok, Filipina, Tidore, hingga tiba di negeri yang dulu dinamainya Irian. Tak kurang dari 12 kerajaan Islam berdiri di tanah cendrawasih ini. 
 
Secara historis Irian sudah lama bersatu dengan Nusantara dan mendapat cahaya Islam. Karena itu, bumi Nuu War tidak bisa dipisahkan dengan Indonesia. 
 
"Kami dari bumi Nuu War ini, adalah saudara yang lebih dulu bangun dan melakukan shalat subuh mendoakan semua warga bangsa, terutama saudara kami yang berada di wilayah tengah dan barat Indonesia." 
 
Inilah ungkapan seorang da'i yang tidak pernah kehabisan energi dakwahnya untuk menebarkan rahmat di muka bumi ini.
 
Inilah bukti cahaya Islam telah menembus ke berbagai pelosok dunia, sebagaimana yang dinubuwatkan oleh Rasululloh shallallahu alaihi wa sallam,
 
“Sesungguhnya Tuhanku telah melipat bumi untukku, maka aku bisa melihat ujung timur bumi dan ujung baratnya. Dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai apa yang dilipat untukku (seluruh muka bumi, sejak ujung timur hingga ujung barat). Aku juga dikaruniai dua perbendaharaan (kekayaan), yaitu perbendaharaan negeri merah (imperium Romawi) dan perbendaharaan negeri putih (imperium Persia). (HR. Abu Daud dari Tsauban RA.). Wallahu 'alam
 
Editor :
Sumber : Fahmi Salim
- Dilihat 2912 Kali
Berita Terkait

0 Comments