Mutiara Hikmah /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 12/07/2020 10:57 WIB

Pahala Menebar Salam

Assalamu alaikum
Assalamu alaikum
DAKTA.COM - Oleh: Dr KH Syamsul Yakin MA
 
Pahala menebar salam adalah surga. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman sampai saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu perbuatan yang apabila kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim). 
 
Secara psikologis, orang yang disalami merasa bahagia. Karena itu, siapapun kita, kita harus jadi yang pertama memberi salam. Nabi SAW memberi arahan, “Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang duduk. Yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim). 
 
Salam adalah identitas dan ciri khas kaum muslimin. Artinya salam dalam Islam bukan hanya budaya manusia yang muncul atas cipta dan karsa secara alami, namun juga menjadi ajaran agama. Budaya menebar salam yang khas di kalangan kaum muslimin mendapat justifikasi dan legitimasi dari Allah SWT.
 
Allah SWT mengajarkan, “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (QS al-Nur/24: 61). Bagi pengarang Tafsir Jalalain yang menjawab salam seperti ini adalah malaikat. 
 
Secara praksis, ucapan salam teringkas adalah “Assalamu’alaikum”. Secara leksikal, ucapan ini bermakna “keselamatan untukmu”. Berdasar artinya, salam adalah doa yang diucapkan dalam berbagai kondisi. Misalnya saat bertemu, bertamu, memasuki rumah dan sebagainya. Termasuk kepada orang yang telah wafat saat berziarah.
 
Bersumber dari Imran bin Husain, ia bercerita, “Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW seraya mengucapkan, “Assalamu’alaikum.”  Nabi SAW menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi SAW menegaskan, “Dia mendapat sepuluh pahala”. Lalu datang orang yang lain mengucapkan. “Assalamu’alaikum Warahmatullah.”
 
Selanjutnya Nabi SAW menjawabnya. Beliau lalu bersabda, “Dua puluh pahala baginya.” Tak lama ada yang datang lagi seraya mengucapkan, “Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.”  Nabi SAW pun menjawabnya dan bersabda, “Dia mendapat tiga puluh pahala.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Ahmad). Jadi kian lengkap kian besar pahalanya.
 
Allah SWT juga mengajarkan perihal cara menjawab salam. “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. al-Nisa/4: 86).
 
Ayat ini maksudnya, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, adalah apabila ada seorang muslim memberi salam, maka balaslah salam itu dengan salam yang lebih baik dari ucapan salamnya. Minimal balaslah ucapan salam itu dengan salam yang setimpal. Menjawab salam hukumnya fardhu kifayah, cukup representasi saja.
 
Namun, lanjut Syaikh Nawawi Banten, lebih utama salam seseorang dijawab oleh semua yang mendengar. Tujuannya untuk menghormati yang mengucapkannya dengan penghormatan yang optimal. Karena tidak menjawab salam sama saja seperti melakukan penghinaan. Sementara di dalam Islam penghinaan itu hukumnya haram, karena berbahaya.
 
Terakhir, menebar salam sejatinya bukan kepada yang kita kenal saja tapi juga kepada yang kita tidak kenal. Nabi SAW memberi peringatan, “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat apabila salam hanya ditujukan kepada orang yang dikenal (saja).”  (HR. Ahmad dan Thabrani). Mulai hari ini, mari kita tebar salam kepada siapa saja.
Editor :
Sumber : Republika
- Dilihat 7106 Kali
Berita Terkait

0 Comments