Bekasi / Kota /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 19/12/2019 08:49 WIB

Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Tanggungjawab Siapa?

Air keran
Air keran
DAKTA.COM - Oleh: Irma Sari Rahayu, S.Pi
 
Air bersih merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap mahluk hidup. Air bersih juga merupakan unsur dasar bagi kebutuhan air minum, sanitasi, dan kesehatan masyarakat. 
 
Ketersediaan air bersih seringkali menjadi momok bagi masyarakat terutama yang tinggal di daerah perkotaan. Kualitas air tanah yang buruk serta kondisi air sungai yang kotor dan tercemar menjadikan air tidak layak untuk dikonsumsi.
 
Pemerintah Indonesia menunjuk PDAM sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang bertanggungjawab dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat.  Pengelolaan PDAM diserahkan sepenuhnya kepada kepala daerah masing-masing.  
 
Namun ternyata, problem ketersediaan air bersih masih terjadi, sekalipun sudah dikelola PDAM. Alih-alih air bersih yang mengalir, justru air keruh bahkan terdapat cacing kecil yang didapatkan oleh warga. Kondisi ini pun dikeluhkan oleh warga Bekasi melalui Whatsapp Radio Dakta (dakta.com).
 
Kondisi air yang buruk dibenarkan oleh Direktur Utama PDAM Tirta Bhagasasi, Usep Rahman Salim. Menurutnya, keruhnya air yang mengalir ke rumah-rumah warga adalah akibat permasalahan pipanisasi yang sudah tertanam kurang lebih 38 tahun, sehingga harus ada pembaruan jaringan pipa.
 
Krisis air bersih di Bekasi juga dipengaruhi oleh pencemaran parah di Kali Bekasi yang menjadi bahan baku PDAM Tirta Patriot, sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
 
Carut marut pelayanan air bersih juga terjadi di Karo. Permasalahan keuangan yang dialami PDAM Tirta Malem yang menunggak pembayaran listrik, membuat PLN terpaksa memutus aliran listrik. Akibatnya, PDAM tidak bisa menyalurkan air bersih ke pelanggannya.
 
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, kesulitan PDAM dalam melakukan perluasan pelayanan air bersih kepada masyarakat adalah dampak dari kerugian yang dialami oleh PDAM. Kerugian ini terjadi karena rendahnya tarif air bersih yang diterapkan perusahaan.
 
Seperti yang dilansir CNBCIndonesia.com (2/12/2019), Ma'ruf Amin mencontohkan, tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR).  
Wapres menambahkan, solusi untuk meluaskan pelayanan air bersih untuk masyarakat adalah dengan skema kerjasama investasi antara pemerintah dengan pihak swasta.
 
Pengelolaan Air Bersih adalah Tanggung Jawab Negara
 
Permasalahan penyediaan air bersih yang layak konsumsi bagi masyarakat sejatinya tidak terlepas dari peran pemerintah.
 
Tanggungjawab dalam penyediaan air bersih ada di pundak negara, sebagaimana tercantum dalam UUD pasal 33 ayat (3) yang berbunyi: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 
 
Pernyataan Wapres yang menyertakan pihak swasta dalam pengelolaan air adalah wujud dari berlepas tangannya tanggungjawab pemerintah untuk memenuhi hajat hidup vital masyarakat. Akhirnya masyarakat lagi yang harus membiayai sendiri kebutuhan air bersihnya.
 
Islam mengategorikan air termasuk ke dalam harta milik umum (al milkiyah ammah) yang keberadaannya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak boleh dimiliki oleh individu. 
 
Rasulullah SAW bersabda: "Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api" (HR. Abu Daud). 
 
Karena air merupakan kepemilikan umum, maka negara lah yang berkewajiban untuk mengelolanya sehingga bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa dipungut biaya. Apalagi menghitung untung rugi dalam pengelolaannya. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan air kepada pihak swasta, seperti yang terjadi pada sistem neoliberalisme saat ini.  Dampaknya, kehidupan rakyat tambah sengsara.
 
Pengelolaan air oleh negara telah dicontohkan berabad-abad silam oleh negara Islam. Keahlian teknik pengelolaan air disponsori oleh Zubaida, istri dari Khalifah Harus Al Rasyid. Zubaida merancang pembangunan kanal yang membentang dari Baghdad hingga Mekkah untuk menyediakan minum bagi jemaah haji. 
 
Pada abad ke-10, berkembang teknik noria (na'ura dalam bahasa Arab).  Sebuah teknik irigasi menggunakan mesin yang masuk ke dalam saluran kecil. Seluruh dunia muslim ditandai dengan air yang mengalir di sungai, kanal atau qanat (saluran bawah tanah) ke kota.  
 
Air ditampung di dalam tangki kemudian disalurkan melalui pipa-pipa di bawah tanah untuk disalurkan ke rumah-rumah, bangunan umum dan kebun. Semua ini menjadi bukti bahwa di bawah naungan Islam pengelolaan air sangat diperhatikan oleh negara sehingga bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat.
 
Sangat nyata perbedaan pengelolaan air yang dilakukan antara sistem ekonomi neoliberalisme dengan sistem Islam. Maka apakah masih ingin bertahan dengan sistem neolib yang menyengsarakan sementara ada sistem alternatif yang membawa keberkahan bagi umat? Wallahu'alam bishawab.
Editor :
Sumber : Irma Sari Rahayu, S.Pi
- Dilihat 3966 Kali
Berita Terkait

0 Comments