Nasional / Politik dan Pemerintahan /
Follow daktacom Like Like
Senin, 14/10/2019 10:15 WIB

Badan Pusat Legislasi Nasional Harus Diisi Profesional

Ilustrasi Undang Undang
Ilustrasi Undang Undang
BEKASI, DAKTA.COM - Salah satu program andalan Presiden Jokowi dalam Pemilu 2019 lalu, yakni terkait pembentukan Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN) sebagai upaya untuk menata hukum di Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih antar-peraturan perundang-undangan dan over-regulasi. Posisi lembaga ini, saat Pemilu lalu disebutkan berada langsung di bawah koordinasi Presiden.  
 
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi mengatakan keberadaan lembaga atau badan tersebut telah diakomodasi melalui UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang pekan lalu diundangkan.
 
Terkait pembentukan BPLN, katanya, Presiden harus memastikan lembaga tersebut dipimpin oleh kalangan profesional yang memang mengerti seluk beluk dan pokok persoalan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Karena memang, tugas lembaga ini sangat berat untuk memastikan penataan regulasi dari pusat hingga daerah berjalan dengan baik dan maksimal. 
 
"Tidak bisa dibayangkan jika lembaga strategis yang menentukan hitam putihnya pemerintahan Jokowi ini diisi oleh kalangan di luar profesional di bidang hukum," kata Dosen di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini melalui keterangannya, Senin (14/10).
 
Menurutnya, pimpinan lembaga BPLN harus mampu mengharmonikan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di internal kementerian dan lembaga baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam tugas "legislasi eksekutif" seperti pembentukan peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), peraturan lembaga negara, termasuk peraturan daerah (perda), dan peraturan kepala daerah (perkada) se-Indonesia.
 
"Karena dalam kenyataannya, banyak sekali utang legislasi eksekutif yang merupakan atribusi dari UU belum diselesaikan oleh pemerintah. Akibatnya, efektivitas UU menjadi taruhannya. Lembaga baru ini juga harus membuat big data di bidang legislasi/regulasi sebagai alat untuk memetakan berbagai peraturan perundang-undangan," terangnya.
 
Lembaga ini juga harus melakukan "preview executive" terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) yang akan disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk memastikan Perda yang akan disahkan sesuai dengan norma hukum di atasnya.
 
Ia menekankan, belajar dari polemik UU KPK, RUU KUHP dan sejumlah RUU lainnya di penghujung periode pertama Jokowi beberapa waktu lalu, lembaga baru ini harus membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam menyampaikan masukan dan kritik dalam proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan, penyusunan peraturan perundang-undangan serta pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
 
"Lembaga baru ini cukup strategis dan menjadi ujung tombak bagi Presiden Jokowi yang selama lima tahun terakhir ini cukup lemah di bidang politik hukum. Harapannya, lembaga ini mampu menjawab berbagai persoalan di bidang hukum dengan mengusung semangat reformasi di bidang legislasi dan regulasi di Indonesia," jelas Ferdian Andi.
Reporter : Warso Sunaryo
Editor :
- Dilihat 2856 Kali
Berita Terkait

0 Comments